Salin Artikel

Sejarah Samarinda, Suku, Bahasa, dan Asal-usul Nama yang Awalnya Samarandah

KOMPAS.com - Kota Samarinda merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda dikelilingi dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Kawasan Samarinda ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

Kota Samarinda memiliki wilayah seluas 718 km2 dan dilewati Sungai Mahakam yang merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan.

Jumlah penduduk Samarinda pada 2020, menurut hasil Sensus Penduduk 2020, sebanyak 827.994 jiwa.

Sejarah Kota Samarinda

Dulunya, Kota Samarinda adalah satu wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Pada abad ke 13 Masehi (tahun 1201-1300) sebelum dikenal sebagai Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi, yaitu Pulau Atas, Karang Asam, Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan), dan Mangkupelas (Mangkupalas).

Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M).

Pada tahun 1565, terjadi migrasi suku banjar dari Batang banyu ke daratan Kalimantan bagian timur.

Saat itu, rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser.

Lalu, suku Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda.

"Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kalinya ialah pada waktu kerajaan Kutai Kartanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar," terang tim peneliti Departemen Pendidikan dan Kebudapayaan RI, yang dikutip dari tribunnewswiki.com.

Hal tersebutlah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari. Walaupun, telah ada beragam suku yang datang, seperti Jawa dan Bugis.

Pada 1730, rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Poa Ado yang pertama) datang ke Samarinda yang diterima baik Sultan Kutai.

Sesuai dengan perjanjian, bahwa orang-orang Bugis harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama dalam menghadapi musuh.

Semua rombongan memilih tinggal di daerah sekitar Muara Karang Mumus (daerah Selili Seberang). Namun, daerah ini kondisi alamnya kurang baik.

Mengenai asal usul nama Samarinda, tradisi lisan penduduk Samarinda menyebutkan asal usul nama Samarendah dilatar belakangi sama rendahnya permukaan Sungai Mahakam dengan pesisir daratan kota yang membentengi.

Dulu setiap kali air pasang, kawasan tepian kota selalu tenggelam. Lalu, tepian Mahakam mengalami pengerukan/penimbunan berkali-kali hingga kini bertambah 2 meter dari ketinggian semula.

Asal kata "samarandah" dari bahasa Banjar karena permukaan tanahnya yang tetap rendah, tidak bergerak, bukan permukaan sungai yang airnya naik turun. Lama-kelamaan ejaannya menjadi Samarinda.

Hari Jadi Kota Samarinda

Orang-orang Bugis Wajo bermukim di Samarinda pada Januari 1668. Tahun tersebut menjadi penanda untuk menetapkan Hari Jadi Kota Samarinda.

Dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 Tahun 1988 Tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1688 M bertepatan dengan Tanggal 5 Sya'ban 1078 H".

Kota Samarinda mengalami beberapa kali pemekaran. Hingga, pada peraturan daerah No 6 Tahun 2014, kelurahan dimekarkan menjadi 59 kelurahan, dari 10 kecamatan.

Sumber: perkotaan.bpiw.pu.go.id, samarindakota.bps.go.id, dan www.tribunnewswiki.com

https://regional.kompas.com/read/2022/02/02/221600278/sejarah-samarinda-suku-bahasa-dan-asal-usul-nama-yang-awalnya-samarandah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke