Salin Artikel

Warga Kembali Pagari Akses Jalan Menuju Sirkuit Mandalika

Lahan tersebut akan dijadikan akses jalan dari arah Pantai Aan menuju Sirkuit Mandalika.

Pemagaran tersebut merupakan kali ketiga setelah sekian lama warga dan pihak Indonesia Tourism Development Corporition (ITDC) tidak mempunyai titik temu penyelesaian atas sengketa lahan tersebut.

Dalam sebuah foto yang beredar, tampak warga memagari akses jalan dengan menggunakan bambu dan beberapa pohon lainnya dengan panjang 20 meter.

Aksi tersebut membuat akses bagi kendaraan yang akan melintas menjadi tertutup.

Diketahui lahan dengan luas 12 hektar yang dipagari tersebut diklaim oleh Amaq Maye, warga Desa Mertaq. Lahan tersebut saat ini dianggap belum dibayar oleh ITDC.

"Saya mewakili keluarga, ini pemagaran yang sudah ketiga kalinya, karena belum ada penyelesaian dari ITDC. Pemagaran pertama itu dibongkar, begitu pun pemagaran yang kedua," kata Sahnan keponakan dari Amaq Maye yang ikut memagari lahan, Selasa (4/1/2022).

Sahana menyampaikan, pamannya itu menguasai lahan sejak masih berupa hutan pada tahun 1967 sebelum masuknya ITDC.

Sahnan menambahkan, lahan pamannya tersebut diklaim oleh ITDC sebagai bekas tanah lembaga pemasyarakatan (lapas). ITDC disebut mengeklaim sudah diberi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Padahal, menurutnya, jauh sebelum ada ITDC ataupun lapas Kementerian Kehakiman saat itu, pamannya tersebut sudah menguasai lahan.

"Jauh sebelum ada LTDC atau BTDC mungkin namanya dulu, terus lapas, paman saya sudah ada di sini duluan membuka lahan," kata Sahnan.


Sahnan menjelaskan, ia mengakui pernah ada lapas.

Namun, menurut peta tahun 1993, lapas tersebut bukan di lahan pamannya, melainkan berjarak 100 meter dari lahan tersebut.

"Kalau dari gambar peta 1993 itu, lapas itu luasnya satu hektar 94 are, dari titik tanah lapas, dengan tanah ayahanda kami (Amaq Maye) itu sekitar 100 meter, nah tanah kami ini yang diklaim sama ITDC," kata Sahnan.

Sebelumnya dalam pemagaran kedua pada September 2021, Amaq Maye menyebutkan tanahnya belum dibayar sepeser pun oleh ITDC.

"Sudah dua kali kami melakukan aksi seperti ini, tapi perusahaan tidak pernah merespons, kami tidak pernah melihat bayaran serupiah pun," kata Maye ditemui di lokasi pemagaran waktu itu

Maye mengatakan, ia menguasai lahan ini sejak awal saat masih berupa hutan pada tahun 1967 sebelum masuknya ITDC.

"Dulu ngagum kita ini, jadi kita yang bukan lahan ini yang awalnya hutan, itu pada tahun 67, dulu belum ada namanya ITDC," katanya.

Dia mengungkapkan, sangat mendukung program pemerintah atas pembangunan di Mandalika untuk kepentingan bersama.

Kendati demikian, persoalan hak atas lahannya harus terlebih dulu diselesaikan.

"Kami tidak pernah meminta bayaran tinggi, sesuai harga pemerintah aja ini kan untuk kepentingan negara, silakan ITDC datang ke rumah kita tawar-menawar, tapi tidak pernah datang," katanya.


Penjelasan ITDC

Menanggapi kejadian pemagaran tersebut, Senior Corporate Communication ITDC Esther Ginting menyayangkan pemagaran tersebut di lahan HPL nomor 49 milik ITDC.

"Kami menyatakan bahwa kami menyayangkan adanya aksi oleh pihak tidak bertanggung jawab ini dan telah melaporkan insiden ini kepada pihak berwajib," kata Esther dalam keterangan tertulis.

Esther mengatakan, lahan yang diklaim Amaq Maye dan keluarga merupakan lahan bekas lapas yang sudah dilepaskan kepada ITDC.

"Kami memastikan bahwa status lahan yang diklaim ini merupakan lahan Hak Pengelolaan/ HPL ITDC yang diperoleh dari pelepasan hak atas tanah eks Lembaga Pemasyarakatan," kata Esther.

Dia menjelaskan, langkah ITDC selanjutnya akan tetap mempertahankan hak-hak hukumnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, ITDC telah memiliki sertifikat HPL yg secara sah diterbitkan oleh institusi yang berwenang (BPN).

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan dialog dengan pihak-pihak terkait agar dapat diperoleh titik temu atas permasalahan tersebut sekaligus mencegah kejadian serupa terulang kembali di kemudian hari.

"Kami meminta semua pihak agar menghormati hukum dan aturan yang berlaku serta menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan merugikan kedua belah pihak," ungkap Esther.

https://regional.kompas.com/read/2022/01/04/222932378/warga-kembali-pagari-akses-jalan-menuju-sirkuit-mandalika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke