Semua berawal dari unggahan di media sosial, yang menudingnya "ngepruk" (memukul) pembeli dengan harga yang mahal.
Di Google Review, seorang pembeli mengaku harus membayar Rp 150.000 untuk dua porsi tengkleng ditambah minuman.
Selain itu, si pembeli juga mengeluhkan bagaimana si penjual tidak higienis saat mengambil hidangan dan menyajikannya.
Dirangkum dari berbagai pemberitaan, berikut lima fakta mengenai Bu Harsi, pedagang tengkleng yang "mengepruk" pengunjung.
1. Berjualan sekitar 20 tahun
Bu Harsi mengungkapkan, dia mulai membuka Warung Tengkleng Harsi sejak 1990-an. Saat itu, dia dibantu oleh suaminya.
Tetapi setelah si suami meninggal, dia menuturkan mengelola warung sendirian karena kedua anaknya telah bekerja dan menikah.
Tiap hari, Harsi dibantu seorang tukang becak langganannya untuk membuka dan menutup lapak. Biasanya ia membuka warung pada pukul 07.00 WIB hingga Rp 15.00 WIB.
2. Beda antara harga yang dipasang di spanduk dan pembeli
Seperti sudah disebutkan di atas warung Ibu Harsi menjadi viral setelah ada pembeli yang mengaku "dikepruk" (dipukul) harga yang mahal.
Dalam ulasan di Google Review, si pembeli menceritakan dia harus merogoh kocek hingga Rp 150.000 untuk dua porsi ditambah minuman.
Padahal, harga yang terpampang di spanduk untuk porsi kecil Rp 15.000, sementara porsi besar dihargai Rp 30.000.
Harsi kemudian memberikan klarifikasi bahwa mahalnya porsi tengkleng tersebut dikarenakan dia hanya menyediakan yang pembeli inginkan.
"Pembeli dihitung mahal tidak mau. Karena mintanya pipi, lidah, iga itu harganya Rp 50.000. Katanya kemahalan," kata warga Ngasinan, Sukoharjo itu.
Harsi berkata, untuk porsi komplet, terdiri dari, pipi dua, telinga dua, lidah dan otak, dia menjualnya seharga Rp 150.000.
"Pembeli yang membeli sedikit saya layani. Misalnya beli Rp 15.000, Rp 10.000 yang balungan saya layani. Jadi mintanya berapa saya layani," sambung Harsi.
Dia mengeklaim untuk membeli bahan dagangan, balungan sapi dan kambing, di pasar saja harganya sudah mahal.
Belum lagi dia harus membersihkan balungan tersebut, dan meraciknya menggunakan berbagai bumbu hingga menjadi tengkleng yang dinikmati pengunjung.
"Saya kulakan saja sudah mahal. Semua saya lakukan sendiri. Kalau saya tidak untung terus bagaimana," tambah dia.
3. Tak pasang daftar harga karena tak bisa baca tulis
Satu "kesalahan" Ibu Harsi yang membuatnya viral dan disorot adalah karena tidak memberikan daftar harga yang sesuai.
Di spanduk yang kemudian menjadi viral tersebut, dia menjual porsi kecil Rp 15.000, dan porsi besar Rp 30.000.
Tetapi, dia tidak menyertakan pelengkap lain, atau paket komplet yang dia hargai Rp 150.000 kepada pembeli.
Dia baru menyebutkan harganya setelah pembeli selesai makan dan hendak membayar, menyebabkan warungnya dituding tidak jujur.
Dikonfirmasi mengenai itu, Harsi mengakui dia tidak bisa membuatnya karena tak bisa membaca maupun menulis.
"Saya gak pernah sekolah. Saya tidak bisa baca tulis, sehingga saya tidak bisa membuat daftar menu," ujar dia.
4. Warungnya sepi pembeli
Sorotan yang sudah dimuat netizen di Google Review sejak dua tahun lalu itu berdampak pada usahanya kini.
Harsi menjelaskan, dia tahu pembeli yang datang sepi dalam beberapa hari terakhir, dan baru mengetahuinya karena unggahan di media sosial.
Dampaknya, dia terpaksa mengurangi porsi tengklengnya karena takut tidak laku. ""Biasanya dulu masih ramai sehari bisa bikin tengkleng sampai 5 kilogram. Sekarang sepi saya bikin 2 kilogram,"
Selama dua dekade berjualan, dia mengaku baru kali ini ada yang mempermasalahkan harganya, bahkan membawanya ke dunia maya.
Dirinya berharap warung tengklengnya bisa kembali ramai. Selama ini, keuntungan sedikit dari jualan tengkleng dia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Untung sedikit saya buat beli beras, bumbu-bumbu. Saya di rumah sendiri. Anak-anak sudah hidup sendiri-sendiri," kata Harsi.
5. Warungnya dapat bantuan untuk dibenahi
Merespons viralnya jualan Harsi itu, pemerintah hingga paguyuban pedagang berbondong-bondong mengulurkan bantuan.
Seperti pada Jumat (10/12/2021), Polsek Grogol, Camat Grogol, dan Paguyuban Pedagang Kaki Lima Setia Kawan Solo Baru mendatangi warung tengkleng Harsi.
Mereka membawakan spanduk, celemek, sarung tangan plastik, dan jilban. Spanduk tersebut mereka pasang menggantikan yang lama.
Paguyuban membantu dengan melengkapi daftar harga menu, sehingga pembeli tidak perlu takut jika dikepruk harga yang mahal.
Bu Harsi mengaku senang dengan bantuan tersebut, dan berharap warungnya bisa terpulihkan citranya dan kembali ramai.
"Mintanya ramai lagi (pembeli), lancar dan tidak sepi," ucap perempuan yang kini berusia sekitar 60 tahun tersebut.
Sumber:Kompas.com (Penulis: Labib Zamani, Teuku Muhammad Valdy Arief, Robertus Belarminus, Rachmawati), Tribun Solo
https://regional.kompas.com/read/2021/12/11/090713278/5-fakta-bu-harsi-pedagang-tengkleng-di-solo-baru-yang-dianggap-ngepruk