Salin Artikel

Fakta di Balik Kasus 12 Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren di Bandung

KOMPAS.com - Kasus pemerkosaan belasan santriwati di Bandung, Jawa Barat, menuai sorotan sejumlah pihak.

Atalia Praratya, istri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mengaku prihatin dengan terjadinya kasus tersebut.

Sementara itu polisi ungkapkan alasan tidak mempublikasikan kasus yang sudah dilaporkan Mei 2021 lalu.

Saat ini kasus itu sudah tahap sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Sidang dipimpin oleh ketua Majelis hakim Y Purnomo Surya Adi dan dilakukan secara tertutup.

Berikut ini fakta lengkapnya:

1. Dilakukan sejak 2016

Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gazali Emil mengatakan, perbuatan bejat seorang ustaz memperkosa belasan santri hingga hamil, kini sedang diproses hukum di Pengadilan Negeri Bandung.

Menurutnya, perbuatan bejat HW dilakukan sejak tahun 2016 hingga 2019 ini membuat 12 santriwati yang menjadi korban mengalami trauma berat.

Bahkan, empat dari 12 korban sampai hamil dan melahirkan 8 bayi.

Selain itu, dari santriwati yang hamil tersebut ada yang sampai melahirkan sebanyak dua kali.

"Yang sudah lahir itu ada delapan bayi, kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," tutur Dodi, dikutip dari Tribun Jabar.

Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung Agus Mudjoko menjelaskan, para santriwati korban pemerkosaan mengalami trauma berat.

Bahkan, katanya, saat nama pelaku diucapkan dalam sidang, para korban sampai menutup telinga tidak mau mendengar namanya.

"Waktu didengarkan (nama pelaku) melalui speaker, si korban itu langsung tutup telinga," ujar Jaksa Agus Mudjoko di Kantor Kejari Bandung, Rabu (8/12/2021).

3. Lokasi pemerkosaan

Dodi menjelaskan, dalam berita acara tertulis jika pelaku melakukan aksi bejatnya di berbagai tempat.

Beberapa tempat itu adalah di Yayasan KS, Yayasan Pesantren TM, Pesantren MH, basecamp terdakwa, apartemen TS, dan beberapa hotel di Kota Bandung.

Menurut Dodi, pelaku pemerkosaan tersebut berbicara kepada korban untuk harus tetap patuh dan menuruti kemauan terdakwa.

"Mereka diminta untuk patuh dan menuruti kemauan terdakwa" ucapnya.

4. Pelaku janji bertanggung jawab

Dalam aksinya, HW diduga memberi janji kepada para santriwati akan bertanggung jawab jika korban hamil.

Berdasar surat dakwaan dan diuraikan para korban, pelaku juga mengiming-imingi korban bisa menjadi polisi wanita dan akan membiayi kuliah.

"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita. Ia juga menjanjikan akan membiayai kuliah dan mengurus pesantren," ujar Jaksa Agus dalam surat dakwaan yang diterima wartawan, Rabu (8/12/2021).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Erdi A Chaniago mengakui bahwa polisi tidak mengungkap kasus itu ke publik dengan alasan menjaga nama baik korban yang masih di bawah umur.

Selain itu, dengan tidak mempublikasikan kasus itu adalah menjaga kondisi psikologis dan sosial seluruh korban.

Namun demikian, Polda Jabar tetap berkomitmen melakukan penyelidikan dan penyidikan sampai tuntas.

"Sengaja selama ini tidak merilis dan tidak mempublikasikan, karena (korban) masih di bawah umur, menjaga dampak sosial dan dampak psikologis nantinya. Tapi kita komitmen menindaklanjuti kasusnya. Sampai sekarang sudah P21 dan sekarang dalam proses persidangan," kata Erdi.


6. Keluarga korban

AN (34), salah satu anggota keluarga korban, mengatakan, dirinya berharap kasus tersebut terungkap ke publik sejak lama.

Pasalnya, sejak bulan Juni 2021 lalu dirinya mencoba memperjuangkan hak keadilan bagi korban.

AN juga sempat bertanya-tanya karena kasus tersebut sempat tidak ada kabar.

"Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa kasus ini tidak ada kejelasan tapi sekarang alhamdulillah sudah viral, biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).

7. Atalia merasa prihatin

Atalia mengaku terpukul dengan kasus itu. Dirinya bahkan tak bisa membayangkan perasaan para orangtua santriwati tersebut.

Atas kejadian itu, Atalia mengimbau para orangtua untuk lebih jeli memilihkan sekolah bagi buah hati mereka.

"Bayangkan, orangtua menyekolahkan anaknya dengan harapan anaknya mendapat pendidikan yang baik. Orangtua harus jeli memilih sekolah juga, kalau pesantren tidak boleh ada lintas gender di ruang privat. Karena katanya pelaku punya akses sendiri ke kamar korban. Jadi harus dipantau," jelasnya, Kamis (9/12/2021).

Atalia menceritakan, dirinya mengetahui kasus guru pesantren itu sejak Mei 2021. Saat itu Atalia segera menemui keluarga dan para korban untuk memberikan dukungan moral dan psikologis.

"Saya dengan P2TP2A sudah mengetahui kejadian ini sejak Mei lalu. Bahkan saya datang sendiri datang memberi semangat, ngobrol langsung dengan para korban. Saat itu ada 20-an orang yang ada di rumah aman kami," tuturnya.

8. Ini tanggapan kuasa hukum HW 

Kuasa Hukum HW, Ira Mambo, menjelaskan, pihaknya belum dapat memberikan keterangan terkait pokok perkara dalam kasus ini, lantaran kasus ini masih dalam proses persidangan.

"Mengenai pokok perkara yang didakwakan terjadinya perbuatan asusila itu tetap masih kita tidak bisa memberikan informasi karena kami penasihat hukumnya secara detailnya itu masih dalam praduga tak bersalah. Kami PH-nya tetap kami akan mengacu pada fakta persidangan dan nanti dari kesaksian pun nanti kalau perkara asusila ini lebih jelasnya itu nanti di putusan," tutur Ira

(Penulis: Kontributor Bandung, Agie Permadi | Editor: Khairina)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: Ini Alasan Polisi Sengaja Tidak Umumkan Kasus Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santriwati

https://regional.kompas.com/read/2021/12/11/055000578/fakta-di-balik-kasus-12-santriwati-korban-pemerkosaan-guru-pesantren-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke