Salin Artikel

Ahli Ungkap Tanda-tanda Sebelum Gunung Semeru Erupsi, Gempa 50 hingga 100 Kali Sehari

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, pada 4 Desember 2021 mengalami erupsi.

Pakar Geofisika Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Wahyudi MS menyebut, adanya peningkatan aktivitas gempa letusan sebelum Gunung Semeru erupsi.

Ia mengatakan, Semeru adalah gunung api stratovulcano yang paling tinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter.

"Sejarah mencatat letusan Semeru sejak 1818 hingga 2021, sudah cukup lama juga sebenarnya," ujar Wahyudi dalam jumpa pers di Auditorium FMIPA UGM, Senin (6/12/2021).

Wahyudi menyampaikan, sejak tahun 2012 status aktivitas Gunung Semeru ditetapkan pada level II (Waspada).

Pada September 2020 mulai teramati aktivitas berupa kepulan asap putih dan abu-abu setinggi 200-700 meter di puncak Semeru.

Di Oktober 2020 setinggi 200-1000 meter. Kemudian, pada 1 Desember 2020, lanjut Wahyudi, terjadi awan panas sepanjang 2-11 kilometer ke arah Kobokan di lereng tenggara. 

Wahyudi menuturkan, sejak 90 hari terakhir sebelum erupsi, sudah ada peningkatan aktivitas gempa letusan di Gunung Semeru.

"Kegempaan itu kurang lebih rata-rata di atas 50 kali/hari, bahkan ada yang mencapai 100 kali/sehari," ucap dia.

Data kegempaan tersebut, kata Wahyudi, sudah bisa menjadi tanda-tanda akan terjadinya erupsi Gunung Semeru.

"Ini sebenarnya sudah bisa dijadikan prekursor akan terjadinya erupsi yang lebih besar," kata dia.

Seismologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ade Anggraini menambahkan gempa letusan  menandakan matrial sudah naik kepermukaan.

"Jadi material dipermukaan itu sudah kelihatan 90 hari terakhir sebelum 4 Desember kemarin. Jadi kalau kami menganalisis lebih detail maka kami melihat sudah ada penumpukan material di permukaan banyak," tutur dia.


Ade mengungkapkan, dari laporan PVMBG tidak mendapati adanya gempa volkano tektonik dalam (VTA) dan volkano tektonik dangkal (VTB).

Artinya tidak ada kecenderungan suplai material baru dari bawah.

"Kalau kemudian terjadi awan panas, dari data tersebut, tidak ada VTA, VTB tetapi dominasi gempa letusan. Jadi benar-benar penumpukan-penumpukan material di permukaan kalau terjadi awan panas maka analisisnya mengarah pada awan panas disebabkan oleh runtuhnya kubah lava," ujar dia.

Pakar Sistem Informasi Geografi Sandy Budi Wibowo menuturkan, berdasarkan hasil pengamatan citra radar tidak terlihat adanya perubahan pada tubuh Gunung Semeru.

"Citra radar karena gelombang radarnya bisa menembus awan bisa kita lihat sampai yang terbaru. Secara umum kami tidak menemukan adanya perubahan tubuh gunung artinya tidak ada deformasi," ungkap dia.

Budi menuturkan, tidak adanya perubahan di tubuh Gunung Semeru karena tidak ada suplai magma dari dalam.

Sehingga menguatkan analisis bahwa erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 kemarin tidak berhubungan dengan suplai magma dari bawah.

"Ini menguatkan steatmen sebelumnya tampaknya erupsinya tidak berhubungan dengan suplai magma dari dalam perut bumi. Kalau tidak ada suplai magma, gunungnya tidak mengembang," ucap dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/06/204334978/ahli-ungkap-tanda-tanda-sebelum-gunung-semeru-erupsi-gempa-50-hingga-100

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke