Salin Artikel

Cerita Titik Isnani Sering Dirundung Saat Kecil dan Tidak Sekolah, Kini Dirikan PAUD Inklusi di Boyolali

Warga Desa Ringinlarik RT 014, RW 003, Kecamatan Musuk, Boyolali, Jawa Tengah, itu tidak pernah sekolah sehingga sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman sebaya.

Dia sering dirundung dan dijauhi teman-temannya.

Sejak usia sembilan bulan, Titik mengalami insiden yang membuat kedua kakinya mengalami kelumpuhan sampai sekarang.

Titik terjatuh dari gendongan yang membuat tulang belakangnya patah. Titik harus memakai kursi roda untuk membantu melakukan pergerakan atau aktivitas.

"Saya 'balas dendam'. Saya tidak pernah sekolah, saya di-bully waktu kecil, saya tidak punya teman. Jadi saya tidak mau anak-anak yang selanjutnya di bawah saya mengalami hal yang sama seperti saya," kata Titik di Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (5/12/2021).

Meski tidak pernah sekolah, Titik mengaku selalu 'mencuri' ilmu ketika orangtuanya sedang mengajar di sekolah.

Setelah berajak dewasa, Titik selalu mengikuti kegiatan pelatihan difabel. Titik juga ikut kegiatan yang diselenggarakan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBDM) Solo.

"Jadi saya 'curi' ilmu pas Bapak saya ngajar murid-muridnya. Belajar langsung dari anak-anak itu. Terus saat mereka belajar bareng saya juga ada di situ. Saya nyuri ilmu dari mereka," tutur dia.

Titik mengatakan, lembaga pendidikan ini dia dirikan sejak akhir 2015. Namanya, PAUD Inklusi Tersenyum. Adapun lokasinya di lingkungan rumahnya.

Sebelum mendirikan PAUD, Titik awalnya membentuk kelompok disabilitas dewasa dengan nama Forum Komunikasi Difabel Boyolali (FKDB) pada 2012.

"Di sana kami menggali potensi-potensi dan meningkatkan kapasitas difabel dewasa. Kami mengadakan training di sana dan mendapatkan permasalahan pokok di Boyolali itu ternyata pendidikan," ungkap dia.

Pihaknya kemudian membuat solusi terkait permasalahan pendidikan tersebut dengan mendirikan lembaga pendidikan PAUD Inklusi Tersenyum.

Titik menambahkan PAUD Inklusi Tersenyum memiliki sembilan siswa. Mereka terdiri siswa berkebutuhan khusus, down syndrome, autis, dan non-ABK.


Metode pembelajaran yang diberikan kepada anak didiknya tersebut lebih kepada komunikasi verbal dan ruang gerak.

"Kami membuat pendidikan inklusi supaya yang ABK bisa menaikkan tarif kepercayaan dirinya. Kemudian yang non-ABK bisa menggali potensinya terhadap teman ABK," kata dia.

Dalam mengajar, Titik dibantu dua temannya. Terkadang, Titik juga mengundang relawan dari luar untuk memberikan edukasi kepada anak didiknya.

Kegiatan belajar dan mengajar siswa sebelum pandemi dimulai dari pukul 08.00-10.00 WIB atau sesuai dengan keinginan anak.

"Periode tahun 2021 awal kami menyelenggarakan masuk kembali dengan prokes ketat. Dan kami melakukan home care untuk pembelajaran orangtua dan sekitar. Pembelajaran kami laksanakan mulai pukul 08.30-09.30 WIB," terangnya.

Lebih lanjut, Titik bekerja sama dengan bidan desa untuk menarik minat orangtua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus agar disekolahkan di lembaga pendidikan miliknya.

Titik tidak memungut biaya pendaftaran anak karena tidak menggunakan uang gedung. Sebelum pandemi, Titik mengaku menarik biaya SPP sebesar Rp 25.000 setiap bulan. Biaya itu akan dikembalikan lagi kepada anak untuk kebutuhan di PAUD.

Titik menambahkan operasional PAUD Inklusi Tersenyum berasal dari donatur dan secara swadaya.

"Jadi tahun 2018 saya dipanggil ke Jakarta di sana saya dibekali dari situ saya operasionalkan dengan donatur dan bisa saya pakai sampai sekarang," ucap Titik.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/05/084136278/cerita-titik-isnani-sering-dirundung-saat-kecil-dan-tidak-sekolah-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke