Salin Artikel

Limbah Sawit di Riau Diolah Jadi Biogas, Upaya Menekan Gas Rumah Kaca

Peresmian itu merupakan bagian dari upaya mendukung komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim, yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada World Leader Summit COP26 di Glasgow, Skotlandia, beberapa waktu lalu.

Ketiga PTBg yang diresmikan tersebut, adalah PTBg Sungai Pagar dan PTBg Sei Tapung yang berlokasi di Kabupaten Kampar serta PTBg Lubuk Dalam di Kabupaten Siak, Riau.

Peresmian dilakukan Wamen I BUMN, Pahala Nugraha Mansury bersama Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr Mego Pinandito didampingi Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara III, Mohammad Abdul Ghani, Direktur SDM dan IT PTPN III Seger Budiarjo, dan CEO PTPN V Jatmiko K Santosa.

"Saya ucapkan selamat kepada PTPN V atas kerja kerasnya melakukan transformasi dan sinergi bersama BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), yang telah membangun PTBg ini," kata Pahala dalam pemaparannya di Sungai Pagar, Kabupaten Kampar.

Dia mengatakan bahwa PTPN V sebagai anak perusahaan yang memiliki pertumbuhan kinerja dan produksi tinggi di lingkungan Holding Perkebunan Nusantara, ini juga terus mewujudkan transformasi dan inovasi, salah satunya melalui pembangunan ketiga PTBg tersebut.

Pembangkit biogas di Indonesia

Dengan diresmikannya ketiga PTBg, PTPN V sendiri tercatat sebagai perusahaan perkebunan milik negara terbesar yang mengelola pembangkit biogas di Indonesia

dengan memanfaatkan gas metana dari limbah cair kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME).

Keberadaan PTBg ini, lanjut Pahala, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam melaksanakan dekarbonisasi menuju Indonesia Net Zero Emissions pada 2060 mendatang.

"Ini memang tidak mudah, tapi kita terus berupaya. PTPN Grup sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi 29 persen pada tahun 2030. Termasuk mengubah energi yang digunakan. Hari ini, yang kita saksikan di mana biogas mengganti energi yang digunakan selama ini. Terima kasih kepada BRIN yang aktif mewujudkan dekarbonisasi bersama PTPN," ujar Pahala.


Terobosan teknologi dan lingkungan

Sementara itu, Direktur Utama PTPN III, Mohammad Abdul Ghani mengatakan bahwa PTBg yang terpasang di PKS Sei Pagar PTPN V, ini merupakan model yang efisien karena memanfaatkan reaktor.

Keberadaan PTBg ini, selain memberikan dampak efesiensi bagi perusahaan, juga memberikan keuntungan insentif harga produk premium.

"Tahun ini kita dapat insentif dari sertifikasi ISCC hampir Rp 150 miliar, dengan Rp 40 miliar dari PTPN V. Keberadaan PTBg PTPN V yang sebagian hasilkan listrik dan sebagian lain menghasilkan gas untuk bahan bakar boiler sangat bermanfaat. Program ini akan senantiasa kita teruskan," tutur Ghani.

Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional, Mego Pinandito menyampaikan, program PTBg yang dilakukan PTPN V bersama BRIN merupakan terobosan konteks teknologi dalam isu lingkungan.

Ia berharap, pemanfaatan limbah menjadi energi listrik maupun gas dapat membantu menggerakkan sirkular ekonomi dan menekan pencemaran tanah maupun udara.

"Meningkatkan pembangunan ekonomi lebih hijau. Kita ingin waste itu jadi nol atau zero waste dalam konteks riset dan inovasi menuju Indonesia maju 2045. BRIN akan berperan penting dalam pemanfaatan teknologi dan riset lebih kuat," papar Mego.

Reduksi emisi perusahaan

Chief Executive Officer PTPN V Jatmiko K Santosa mengatakan, pembangunan PTBg tersebut sejalan dengan program reduksi emisi perusahaan.

Hal ini untuk mengurangi potensi gas rumah kaca dalam satu siklus budidaya perkebunan, mulai dari pengambilan raw material, proses produksi, hingga pengelolaan limbah.

"Sejalan dengan grand strategy perusahaan untuk menghasilkan produk ‘sustainable plus palm oil’ yang mulai diimplementasikan sejak 2019. Upaya dekarbonisasi menjadi salah satu program yang terus kita akselerasi," kata Jatmiko.

Ia menjelaskan, PTPN V kini menjadi perusahaan perkebunan milik negara terbesar yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) melalui pengelolaan pengelolaan limbah cair atau palm oil mill effluent atau POME.

Hingga kini, tercatat lima dari 12 pabrik kelapa sawit (PKS) PTPN V telah memiliki pembangkit biogas.

Dan, harapan pada awal tahun depan dapat bertambah satu melalui operasional Biogas Co-firing di Rokan Hulu.

Perusahaan negara yang memproduksi crude palm oil, palm kernel oil, dan palm kernel meal, itu mulai membangun pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) pertama di unit kebun PKS Tandun, Rokan Hulu, Provinsi Riau.


Tekan Gas Rumah Kaca

Pembangkit pertama di PTPN Grup tersebut mengkonversi limbah cair sawit atau palm oil mill effluent (POME) menjadi listrik berkapasitas 1,6 MW.

Selain menghemat biaya penggunaan bahan bakar fosil hingga Rp 5,8 miliar pertahun, PLTBg tersebut juga turut menekan angka ambang batas rumah kaca mencapai 358,18 CO2eq atau jauh di bawah standar angka yang biasanya dimintakan oleh pembeli minyak sawit di 1.000 CO2eq.

Selanjutnya, pembangkit kedua ada di PKS Terantam berkapasitas 0,7 MW hasil kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang saat ini berada di bawah BRIN.

Keberadaan PLTBg Terantam menekan biaya produksi hingga Rp 2,4 miliar pertahun.

Selain itu, PLTBg Terantam juga berkontribusi menekan angka gas rumah kaca sebesar 352,45 CO2Eq.

"Pada fasilitas PLTBG Terantam ini pula, telah dibangun pilot project Bio-methane Compressed Natural Gas atau Bio-CNG yang mampu memurnikan methane, sehingga hasilnya cocok untuk kendaraan ataupun gas rumah tangga. Jadi, ini adalah salah satu bentuk komitmen kita untuk terus mendukung program pemerintah menuju net zero emissions," tutup Jatmiko.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/29/211501778/limbah-sawit-di-riau-diolah-jadi-biogas-upaya-menekan-gas-rumah-kaca

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke