Salin Artikel

2 Bulan Terkatung-katung di Taiwan, Jenazah TKW Suprihatin Akhirnya Dikuburkan di Blitar

Adapun Suprihatin telah bekerja di Taiwan selama dua tahun sebagai pembantu rumah tangga.

Kedatangan jenazah Suprihatin di Desa Babadan, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar disambut oleh sang suami Sumanto dan kedua anak mereka, Rizky serta Salsabila, Selasa (23/11/2021).

"Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Kesedihan karena kehilangan kami, terutama anak-anak, tidak dapat tergambarkan. Tapi setidaknya sekarang Salsabila tidak lagi bangun tengah malam dan menangisi ibunya," kata Sumanto kepada Kompas.com, Sabtu (27/11/2021).

Sumanto mengatakan, saat peti mati sang istri tiba, dia menguatkan hati untuk memastikan jasad di dalamnya.

Sedangkan kedua anaknya, Rizky (14) dan Salsabila (12), hanya mampu memegangi peti mati ibunya dengan berlinang air mata.

Di hari itu juga, jasad Suprihatin dishalatkan oleh pihak keluarga, kerabat dan tetangga, serta dikuburkan di pemakaman umum Desa Babadan.

Kepulangan dinanti sang anak

Sumanto menceritakan, dua tahun lalu ketika Suprihatin berangkat, Salsabila baru duduk di bangku kelas V SD.

Ketika Salsabila lulus SD dan masuk SMP, Suprihatin hanya dapat mengikuti momen-momen penting anak gadisnya yang mulai menginjak remaja itu melalui telepon dan WhatsApp.

Meski demikian, kata Sumanto, Salsabila masih ingin menyampaikan banyak hal dan ingin bertemu dengan sang ibunda.

Kesediaan ibunya untuk segera pulang sungguh dinantikan Salsabila. Akhir 2021 ini, seharusnya Suprihatin sudah dapat mengakhiri kontrak kerjanya dan pulang.

"Saya sudah mewanti-wanti agar dia segera mengakhiri kontrak kerjanya dan pulang, terlebih saat dia mulai mengeluhkan sakit," kata Sumanto.

Hingga awal September, istrinya terpaksa harus meninggalkan pekerjaan dan dirawat di rumah sakit di Taiwan.

Dia sempat keluar rumah sakit ketika sudah membaik, namun seminggu kemudian Suprihatin kembali dilarikan ke rumah sakit.

Kata Sumanto, ketika itu Suprihatin sudah setuju untuk segera memroses kepulangannya begitu kondisi kesehatan memungkinkan.

Dalam penantian kabar kondisi kesehatan istrinya, Sumanto menerima telepon dari pihak perusahaan jasa pemberangkatan TKI pada 17 Septembe 2021r.

Suprihatin telah meninggal di rumah sakit karena serangan jantung dan tekanan darah tinggi.

"Saya seperti tersambar petir, tak menyangka dia pergi secepat ini," tutur Sumanto.

Terkatung-katung

Kepedihan yang dia rasakan semakin bertambah saat tidak ada kejelasan kapan jasad Suprihatin bisa dipulangkan ke Indonesia.

Bermacam-macam kendala dan alasan disampaikan pihak agensi dan perwakilan pemerintah Indonesia terkait upaya pemulangan jenazah Suprihatin.

Mulai dari alasan tidak adanya penerbangan karena pandemi Covid-19, jadwal penerbangan pesawat kargo yang belum ada, hingga masalah biaya pemulangan jenazah istrinya.

Selama dua bulan penantian itu, hampir setiap malam sang anak, Salsabila terbangun dari tidurnya di tengah malam dan menangis.

Kata Sumanto, Salsabila sering bermimpi bertemu ibunya.

Setelah dua bulan sejak kematian Suprihatin, kepastian mulai dia dapatkan.

Pihak agensi yang berkantor di Malang, sempat meminta biaya ambulans dari Jakarta ke Blitar.

Namun permintaan itu segera dibatalkan setelah Sumanto melaporkan masalah itu ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat.


Berterima kasih

Kini Suprihatin sudah dikuburkan di pemakaman umum desa.

Sumanto dan kedua anaknya dapat sewaktu-waktu mendatangi makam istri dan ibu mereka.

Kepada Kompas.com, Sumanto juga menyempatkan diri menyampaikan ungkapan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pemulangan jenazah istri dan ibu dari kedua anaknya.

Sumanto mengatakan, pihak Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Dinas terkait, pihak perwakilan pemerintah Indonesia di Taiwan, dan pihak agensi juga bersedia mengiringi kedatangan jenazah Suprihatin hingga ke rumahnya di Blitar.

"Kami sekeluarga mengucapkan banyak terima kasih," ujarnya.

Kini, tambah Sumanto, tersisa barang-barang berharga milik Suprihatin yang ternyata tidak ikut dikirim bersama pengiriman jenazah.

Barang-barang itu, antara lain buku tabungan, sertifikat tanah, dan surat nikah.

"Tidak tahulah itu nanti bagaimana, yang penting jenazah sudah pulang," ujar Sumanto.

Kabupaten Blitar adalah pemasok TKI terbesar di Jawa Timur setelah Ponorogo dan Banyuwangi.

Sebelum pandemi, setidaknya 5.000 warga Blitar berangkat ke luar negeri untuk bekerja.

Namun lembaga pemantau isu buruh migran seperti Migrant Care menyebutkan, jumlah riilnya bisa dua kali lipat dari angka yang tercatat.

Mayoritas dari TKI adalah kaum perempuan yang bekerja di sektor informal yaitu sebagai pembantu rumah tangga. 

https://regional.kompas.com/read/2021/11/27/171024978/2-bulan-terkatung-katung-di-taiwan-jenazah-tkw-suprihatin-akhirnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke