Salin Artikel

Kisah Perawat dan Guru PNS Mencoba Peruntungan di Biro Jodoh Sanusi...

A, perempuan asal Mrican, Kabupaten Kediri itu, tidak menunggu suaminya yang sedang mencari tempat untuk memarkir mobil.

Tiba di dalam ruang tamu, A langsung mengutarakan maksud kedatangannya kepada pemilik biro jodoh, Sanusi, yang viral di media sosial baru-baru ini.

"Saya mau mencarikan jodoh buat anak saya,  perempuan, usia 30 tahun lebih sedikit," katanya dalam Bahasa Jawa.

Sebelum A melanjutkan ceritanya, Sanusi yang berusia 79 tahun itu memotong pembicaraan. Laki-laki itu mengingatkan soal uang pendaftaran Rp 100.000 yang harus dibayar untuk menggunakan jasa biro jodoh.

A pun mengaku sudah tahu. Sanusi lalu melanjutkan prosedur pendaftaran.

"Bawa foto anaknya juga kan? Ada nomor teleponnya?" tanya Sanusi setelah mendapat jawaban tentang uang pendaftaran.

Suami A menyusul masuk ruangan. Tidak lama setelah mengambil tempat duduk, beberapa kali ia melirik ke arah Kompas.com yang sudah lebih dulu di ruangan itu.

Merasa tidak nyaman, Kompas.com pun memperkenal diri.

"Oh, wartawan. Saya kira sedang mencari jodoh juga," kata pria itu.

Perawat usia 31 tahun

Kepada Sanusi, A menceritakan kekhawatirannya dan suami soal anak perempuan mereka yang belum mendapat jodoh di usua 31 tahun.

Padahal, kata A, anak perempuannya memiliki pekerjaan mapandan gaji yang bagus setelah lulus dari akademi kebidanan. A menyebut, anaknya merupakan perawat di sebuah fasilitas kesehatan di Surabaya.

Menurut A, anaknya kurang bergaul karena waktunya habis untuk fokus pada pekerjaan.

"Pagi berangkat pukul 6.30 WIB, pulang sore atau malam," ujarnya.

Anak perempuan A itu bekerja di Surabaya setelah lulus kuliah. Kiini, perawat itu telah bekerja hampir  10 tahun.

Awalnya, A dan suami tak pernah berpikir mencarikan jodoh untuk anak perempuannya itu. Mereka beranggapan anak zaman sekarang lebih pintar mencari pasangan.

"Pernah beberapa kali mengaku punya pacar tapi selalu tidak ada kelanjutannya," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com.

"Kami ke sini karena kami pikir anak ini enggak bakalan segera dapat jodoh kalau orang tuanya tidak ikut 'cawe-cawe'," tambahnya.

Ditanya kenapa anaknya tidak mencoba mencari jodoh lewat media sosial atau aplikasi kencan online, A mengaku tidak tahu.

"Mungkin takut kena penipuan. Kan banyak yang tertipu juga katanya di Facebook. Kalau ke sini paling tidak lebih orangnya jelas," ujarnya.

Guru, PNS, usia 33 tahun

Sekitar satu jam sebelum A dan suaminya datang ke Biro Jodoh Sanusi, pasangan suami istri dan anak perempuan muda terlebih dulu berbincang dengan sang mak comblang.

Sanusi mengatakan, mereka merupakan warga Kepanjenlor, Kota Blitar. Anak perempuan yang mencari jodoh itu berinisial I. 

Orangtua dan anak itu, kata Sanusi, hendak mencari jodoh untuk I yang sudah berusia 33 tahun.

"Padahal orangnya cantik, seorang guru SMP, pegawai negeri. Kenapa belum dapat jodoh juga? Semoga segera dapat jodoh dari sini," ujar Sanusi yang tidak dapat membaca dan menulis itu.

Menurut Sanusi, meski berasal dari Blitar, I bertugas menjadi guru SMP di sebuah daerah di Jawa Tengah.

"Tadi dia memilih tiga foto pria yang saya punya. Sudah dia catat nomor ketiganya," tutur Sanusi.

Sanusi sendiri mengaku bersyukur pagi hari ini sudah ada dua perempuan yang hendak menggunakan jasa biro jodohnya.

Kini, terdapat empat klien perempuan yang sedang mencari pasangan di Biro Jodoh Sanusi.

Toh, jumlahnya masih belum seimbang dibandingkan belasan foto laki-laki pencari jodoh yang diletakkan di boks plastik bekas wadah makanan.

Sanusi paham, jika komposisi jenis kelamin dari pencari jodoh yang datang padanya berimbang maka kemungkinan terjadinya perjodohan di antara mereka menjadi lebih besar.

"Harusnya ada lima perempuan di sini. Tapi beberapa hari lalu, foto ibu muda kaya yang saya ceritakan itu diambil orang tuanya. Katanya sudah dapat calon suami," ujarnya.

Menurut Sanusi, saat ini daftar laki-laki pencari jodoh yang dia miliki sudah mendekati 20 nama. Mereka terdiri dari pria lajang maupun duda.

"Kebanyakan duda, tapi bedanya tidak banyak. Misalnya ini, ini orang Kelurahan Bence sini, masih perjaka dia," ujarnya sembari menunjukkan foto seseorang yang masih terlihat muda, warga Kelurahan Bence, Kecamatan Garum.

Sanusi menambahkan, salah satu klien perempuan berusia 45 tahun berjanji mengantarkan puluhan temannya yang hendak mencari jodoh ke rumah Sanusi.

"Mungkin sore ini atau besok. Katanya dia mau bawa teman-teman perempuan di tempat kerjanya untuk mendaftar ke sini, cari jodoh," ujar Sanusi.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/21/055000278/kisah-perawat-dan-guru-pns-mencoba-peruntungan-di-biro-jodoh-sanusi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke