Salin Artikel

TNI AL Bantah Serobot Lahan 689 Hektar di Aru, Danlantamal: Tidak Benar Kami Merampas, Itu Tanah Negara

AMBON, KOMPAS.com - Pihak TNI Angkatan Laut membantah telah menyerobot dan merampas tanah seluas 689 hektar milik warga adat Desa Marafenfen, Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Tanah seluas 689 hektar yang berlokasi di Desa Marafenfen itu disengketakan TNI AL dan warga adat setempat setelah masalah tersebut dibawa ke pengadilan.

Selanjutnya Pengadilan Negeri Dobo telah memutuskan perkara perdata tersebut pada Rabu (17/11/2021).

Pengadilan memutuskan menolak gugatan warga adat Desa Marafenfen atas kepemilikan lahan tersebut dan memenangkan pihak TNI AL.

“Tidak benar kami merampas tanah adat masyarakat. Itu tanah negara yang dari dulu sudah ada di situ dan sudah disertifikasi oleh Negara, dalam hal ini oleh TNI AL,” kata Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) IX Ambon Brigjen TNI (Mar) Said Latuconsina kepada Kompas.com, saat dihubungi via telepon, Kamis (18/11/2021).

Said mengatakan, selama ini hubungan TNI AL dengan warga Desa Marafenfen sangat baik dan tidak ada masalah apa pun.

Said mengaku, ada pihak yang senagaja mewacanakan lahan seluas 689 hektar yang saat ini dikuasai TNI AL dengan bukti sertifikat itu merupakan tanah adat yang telah dirampas TNI AL secara tidak sah.

Menurutnya, pihak yang memainkan wacana tersebut sebenarnya bukan warga asli dari Desa Marafenfen. Sebab, selama ini hubungan TNI AL dengan warga desa tersebut sangat baik.

“Ini yang mempermasalahkan (warga) Marfenfen yang mana, marga boleh sama, tapi mereka ini dari luar, bukan orang dari situ, orang-orang yang sudah tinggal di mana-mana lalu dimanfaatkan untuk menggugat tanah itu. Padahal, tanah itu kan sudah bersertifikat dan itu tanah negara,” ungkap dia.

Dia mengungkapkan, siapa pun boleh berspekulasi dan mengeklaim status kepemilikan tanah tersebut. Namun, fakta secara hukum di pengadilan, lahan tersebut milik TNI AL.

“Makanya, pada sidang itu kan pembuktiannya di situ kalau mereka bisa buktikan itu tanah mereka, itu tanah adat, harusnya mereka menang di sidang, tapi faktanya kan tidak. Faktanya gugatan mereka ditolak,” ujar dia.

Said mengatakan, pada saat pembuktian di lapangan warga yang mengeklaim tanah tersebut milik mereka juga tidak bisa membuktikan dan menunjukkan di mana batas-batas tanah yang diklaim milik mereka tersebut.


“Mereka tidak bisa menunjukan batas-batas lahan itu, jadi yang dibilang tanah adat itu mereka tidak bisa menunjukkan dan proses itu sudah lama dan selama ini tidak ada masalah. Hubungan kami dengan masyarakat Marfenfen di sana baik, kami saling membantu, kami bantu ada yang sakit kami bawa ke rumah sakit,” ungkap dia.

Terkait persoalan tersbeut, warga mengaku sengketa lahan antara mereka dan pihak TNI AL bermula pada tahun 1991.

Menurut warga, saat itu TNI AL mendatangi desa itu kemudian membuat patok.

Setelah itu, beberapa waktu kemudian mereka datang dengan Badan Pertanahan Nasional dan mengukur lahan itu, selanjutnya memanipulasi dukungan warga untuk mengakui tanah tersebut milik TNI AL.

Said menegaskan, pada tahun 1991 itu ada rencana dari TNI AL untuk membuat sertifikat tanah tersebut.

Mereka lalu membahas masalah itu dengan warga setempat.

Ia membantah bahwa pihaknya memanipulasi dukungan masyarakat untuk mengakui status tanah tersebut milik TNI AL.

“Tidak benar itu. Kita malah memberikan lahan seluas 200 hektar untuk masyarakat, kemudian kita memperbaiki gereja, sekolah, lalu dari hasil pertemuan dengan masyarakat itu kita menghargai masyarakat di situ itu untuk 100 keluarga. Jadi satu orang itu dapat sekitar dua hektar,” ungkap dia. 

https://regional.kompas.com/read/2021/11/18/144936778/tni-al-bantah-serobot-lahan-689-hektar-di-aru-danlantamal-tidak-benar-kami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke