Salin Artikel

Hendak Bangun Museum Perjuangan Peta, Pemkot Blitar Masih Harus Relokasi 3 Sekolah

Relokasi itu harus dilakukan sebelum proses pembangunan Museum Perjuangan Peta atau Museum Peta Supriyadi dimulai di lahan seluas sekitar empat hektar di Kecamatan Sananwetan itu.

3 sekolah direlokasi

Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tri Iman Prasetyono mengatakan, pihaknya masih harus merelokasi tiga lagi sekolah yang ada di kawasan bekas Markas Peta Blitar.

"Relokasi tiga sekolah itu kita targetkan tuntas akhir 2023, sehingga pembangunan museum bisa dimulai awal 2024," ujarnya ditemui Kompas.com, Senin (15/11/2021).

Tiga sekolah yang dimaksud adalah SMPN 5, SMPN 6 dan SMKN 3.

Tri mengatakan SMPN 6 akan menempati gedung sekolah eks-SMPN 10 yang telah dimerger dengan SMPN lain di Kota Blitar.

Namun sebelum relokasi, Pemkot Blitar akan lebih dulu merehabilitasi gedung eks-SMPN 10.

Selanjutnya, tahun 2022 pihaknya juga berharap dapat memulai pembangunan gedung baru bagi SMPN 6 yang lahannya saat ini sudah tersedia di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan.

Namun untuk relokasi SMKN 3, kata dia, Pemkot Blitar masih akan koordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena kewenangan sekolah tingkat SLTA dan sederajat ada di dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi.

"Untuk pembangunan gedung baru bagi SMKN 3 kita harapkan dapat dibiayai APBN atau APBD Provinsi," ujarnya.

Kata Tri, setidaknya kawasan eks-markas Peta itu digunakan oleh enam sekolah yaitu SMPN 7, SMPN 6, SMPN 5, SMPN 3, SMKN 1, dan SMKN 3.

Sebanyak tiga di antaranya, ujar Tri, sudah pindah atau direlokasi terkait rencana pembangunan museum perjuangan Peta.

Paling awal adalah SMPN 7, kata dia, yang pindah dari kawasan gedung eks-markas Peta, disusul SMKN 1 dan terakhir SMPN 3.

"Gedung baru SMPN 3 sudah diselesaikan pembangunannya tahun 2020 dengan APBD Kota Blitar dan relokasi total dilakukan awal tahun ini," jelasnya.

Tri mengatakan, proyek pembangunan Museum Perjuangan Peta merupakan masuk daftar proyek strategis nasional.

Hal itu ditetapkan Pemerintah Pusat dalam Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2019 tentang pengembangan kawasan Makam Bung Karno, Museum Perjuangan Peta, dan Kampung Kreatif dengan total anggaran APBN sebesar Rp 66,7 miliar.

Museum Perjuangan Peta, kata dia, mendapatkan alokasi sebesar Rp 26 miliar.

Namun dana sebesar itu, ujarnya, tidak memasukkan biaya relokasi sekolah-sekolah yang telah puluhan tahun menempati kawasan bekas Markas Peta.

Pemerintah Kota Blitar, ujarnya, harus menganggarkan sendiri melalui APBD biaya relokasi termasuk pembangunan gedung baru sekolah terutama sekolah tingkat SMP.

"Karena Pemkot harus melakukan pra-kondisinya,  menyiapkan lahan (museum) 'clean and clear'," jelas Tri.

Tri mengakui, langkah Pemkot Blitar dalam mempercepat jalannya proyek Museum Perjuangan Peta terkendala oleh pandemi Covid-19.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang seharusnya bertindak selaku koordinator atau penghubung lintas kementerian memiliki skala prioritas lain dalam pengembangan destinasi wisata untuk direalisasikan karena pandemi Covid-19.

"Makanya hari-hari ini Pak Wali juga sedang gencar untuk mengkomunikasikan jalannya proyek ini, termasuk Museum ini, ke pemerintah pusat," ujarnya.


Bersurat ke Presiden Jokowi

Menurutnya, Wali Kota Blitar Santoso belum lama ini juga telah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo guna mendorong percepatan realisasi proyek yang telah tertuang dalam Perpres termasuk museum perjuangan Peta.

Peta adalah kesatuan tentara bentukan militer Jepang selain Heiho dan Gyugun.

Museum Perjuangan Peta di kawasan bekas Markas Peta Blitar itu memiliki nilai historis yang kuat dalam konteks perjuangan kemerdekaan dengan adanya sosok Sodanco Supriyadi, seorang komandan pleton di kesatuan Peta Blitar.

Pada 14 Februari 1945, Sodanco Supriyadi bersama pasukan kecilnya memimpin sebuah pemberontakan melawan otoritas militer Jepang.

Pemberontakan itu segera dapat dipadamkan militer Jepang yang mengakibatkan pasukan Supriyadi sebagian tewas dan yang lainnya dipenjarakan.

Meski demikian, gerakan bersenjata yang dipimpin Supriyadi dianggap mampu menggelorakan kembali semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka yang bermuara pada proklamasi kemerdekaan 6 bulan kemudian pada 17 Agustus 1945.

Nasib Supriyadi sendiri hingga kini masih menjadi perdebatan setelah pemberontakannya diberangus militer Jepang meskipun pihak keluarga cenderung percaya Supriyadi turut tewas dalam perlawanan bersenjata.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/15/210803678/hendak-bangun-museum-perjuangan-peta-pemkot-blitar-masih-harus-relokasi-3

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke