Salin Artikel

Hari Pahlawan, Ini 7 Bangunan Bersejarah di Surabaya

Hari Pahlawan ditetapkan setelah terjadi pertempuran besar di Surabaya antara masyarakat Surabaya dan tentara Inggris.

Salah satu pemicu terjadinya pertempuran berdarah ini yaitu tewasnya Brigadir J Mallaby, pimpinan tentara Inggris di wilayah Jawa Timur.

Kematian Mallaybu memicu kemarahan pihak Inggris dan mereka menerbitkan ultimatum besar pada 10 November 1945.

Salah satu isinya adalah meminya rakyat Indonesia untuk menyerahkan seluruh persenjataan dan berhenti melakukan perlawanan pada tentara Inggris.

Tenggang waktu ultimatum itu berlaku hingga 10 November 1945 pukul 06.00 WIB. Jika diabaikan makan Inggris akan menyerbu Kota Surabaya dari berbagai arah.

Namun ultimatum itu diabaikan dan terjadilah perang besar di Surabaya yang berlangsung selama 3 minggu.

Kala itu banyak warga sipil yang menjadi korban. Perang tersebut adalah perang besar pertama melawan tentara asing setelah Proklamasi pada 17 Agustus 1945.

Perang tersebut menjadikan Surabaya dikenal dengan Kota Pahlawan dan pemerintah pun menetapkan pertempuran 10 November 1945, menjadi Hari Pahlawan.

Dan berikut 7 bangunan bersejarah di Kota Surabaya:

Hotel yang dobangun tahun 1910 itu dulunya bernama LMS, lalu Hotel Oranje dan kemudian berganti menjadi Hotel Yamato dan Hotel Hoteru.

Pada 19 September 1945 terjadi Insiden Bendera di hotel tersebut.

Insiden bendera bermula saat sekelompok orang Belanda yang dipimpin Mr. Ploegman mengibarkan bendera Merah Putih Biru di puncak sebelah kanan hotel.

Kemudian para pejuang Indonesia bernama Hariyono dan Koesno Wibowo melakukan perobekan warna biru pada bendera Belanda.

Hingga bendera yang terpajang pada saat itu menjadi merah putih atau menjadi warna bendera Republik Indonesia. Insiden bendera itu juga mengakibatkan terbunuhnya Mr. Ploegman.

Kawasan Jembatan Merah adalah daerah perniagaan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743.

Sata itulah, Seurabaya berada sepenuhnya dalam kekuasaan Belanda.

Jembatan Merah mmenjadi salah satu monumen sejarah di Kota Surabaya.

Jembatan merah berperan penting saat perperangan karena masyarakat Surabaya saat itu bertahan di kawasan Jembatan Merah untuk melawan tentara Belanda dan Sekutu.

Sesaat setelah Pasukan Sekutu mendarat di Tanjung Perak, mereka langsung menguasai gedung ini dan menjadikannya markas Tentara Sekutu.

Kala itu, gedung ini bernama Internatio Willamplein.

Gedung ini memiliki peran penting yang memicu perang di Surabaya.

Banyak orang yang mengira, Mallaby tewas di Jembatan Merah, tapi sebenarnya peristiwa ini terjadi di sekitar area Gedung Internatio yang dibangun tahun 1920.

Kematian Mallaby menjadi awal meletusnya pertempuran 10 November 1945. Pada tanggal 23-3- Oktober 1945, gedung ini dikepung pejuang-pejuang Surabaya.

Tugu Pahlawan dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Tinggi monumen Tugu Pahlawan adalah 41,15 meter dan berbentuk seperti lingga atau paku terbalik.

Monumen ini dibangun dengan bentuk lengkungan-lengkungan sejumlah 10 lengkungan yang terbagi atas 11 ruas.

Bentuk bangunan dari Tugu Pahlawan ini memiliki makna tersirat yaitu tinggi, ruas, dan lengkungannya mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945 yang mengartikan tragedi 10 November 1945 yang bersejarah.

Monumen ini diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1952.

Ia juga merupakan pemilik Whiteaway Laidlaw & Co, perusahaan ritel besar dunia saat itu.

Ketika itu, gedung tersebut dibangun sebagai pusat perkulaan dengan nama "Het Engelsche Warenhuis" atau Toko Serba Ada Inggris.

Masa jaya keluarga Whiteaway Laidlaw di bidang perdagangan berakhir pada 1935, saat pendirinya meninggal dunia.

Tahun 1935, saat Jepang masuk ke Surabaya, gedung tersebut diambil alih oleh pengusaha Jepang dan diganti namanya menjadi Toko Chiyoda.

Toko Chiyoda adalah toko tas dan koper terbesar di Surabaya kala itu. Karena populer, banyak orang yang juga membuka toko tas dan koper di sekitar toko tersebut.

Masa jaya Chiyoda berakhir tak lama setelah Jepang menyerah kalah pada sekutu. Toko Chiyoda pun ditutup, dan gedung pun menjadi kosong.

Saat perang pada November 1945, Gedung Chiyoda digunakan sebagai markas dan basis pertahanan rakyat Surabaya dari gempuran pasukan sekutu.

Gedung itupun akhirnya dijadikan sasaran tembakan tank-tank pasukan sekutu hingga membuatnya rusak dan terbakar.

Setelah perang berakhir, gedung tersebut dibiarkan menjadi gedung rusak dan tak terurus.

Hingga pada tahun 1950, Presiden Soekarno mengambil ali gedung tersebut menjadi aset Pemkot Surabaya.

Tahun 1799-1809 gedung ditempati Fredrik Jacob Rothenbuhler.

Pada tahun 1810 masa pemerintahan Herman William Deandels bangunan ini direnovasi menjadi empire style atau Dutch Collonial Villa.

Dikutip dari Kemdikbud.go.id, gaya ini merupakan arsitektur neo klasik Perancis yang dituangkan secara bebas di Indonesia sehingga menghasilkan gaya Hindia Belanda bercotra kolonial.

Tahun 1870 digunakan untuk rumah Residen Surabaya. Pada masa pemerintahan Jepang digunakan untuk rumah Gubernur Jepang (Syuuchockan Kakka). Sekarang digunakan sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur.

Luas tanah Grahadi 16.284 meter persegi, di tepi kalimas.

Sebelum dimiliki pemerintah, tanah ini milik seorang Tionghoa dan dibeli pemerintah dengan ganti rugi segobang atau 2,5 sen.

Pembangunan gedungnnya dilakukan pada tahun 1795 dengan menghabiskan dana 14.000 ringgit.

Pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1943 hingga 1940, banyak pejuang yang dipenjara di Kalisosok.

Sejumlah pejuang Indonesia yang konon pernah merasakan pengapnya penjara Kalisosok adalah tokoh Muhammadiyah, KH Mas Mansur, WR Supratman, dan HOS Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam hingga Cak Durasim.

Di jaman orde baru, penjara penjara yang ditutup pada 2000 itu juga menjadi tempat tahanan politik. Banyak di antara mereka, sebelum dibuang ke Pulau Buru atau Nusakambangan, harus mendekam dan mendapatkan penyiksaan di Kalisosok.

Penjara ini dibangun oleh Belanda pada 1 September 1808 dengan biaya sekitar 8.000 gulden.

Penjara ini menjadi lokasi yang sangat meyeramkan kala itu karena ketatnya penjagaan dan beberapa kamar yang sangat sempit. Bahkan disebutkan jika beberapa tahanan diberi bandul  bola besi di kaki agar tidak lari.

Eks penjara di atas lahan seluas 3,6 hektar itu pernah ditawarkan kepada publik melalui situs jual beli rumah pada September 2009..

Di situs itu tertulis "Dijual cepat tanah 3,6 hektare di Kalisosok Surabaya (bekas penjara), strategis untuk mal, pertokoan, kompleks ruko, dan pusat perbelanjaan. Harga 3,5 juta/m2, nego, BU (butuh uang)".

Bila dikalkulasi, maka harga secara keseluruhan yang dipatok untuk lahan itu Rp 126 miliar.

SUMBER: KOMPAS.com, Tribunnews.com, TribunJatim.com

https://regional.kompas.com/read/2021/11/10/072000878/hari-pahlawan-ini-7-bangunan-bersejarah-di-surabaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke