Salin Artikel

Dua Pemuda Sudah 6 Bulan Jalankan Bisnis Pinjol di Sumut, Mengaku Belajar Penipuan "Online" di Lapas

Keduanya ditangkap tim Subdit Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut pada Jumat (22/10/2021). Korbannya ada yang dari Jawa.

Kedua pelaku ini mempelajari teknik penipuan itu saat masih menjadi tahanan di lembaga pemasyarakatan (lapas). Polisi masih mengejar dua pelaku lainnya. 

Hal tersebut terungkap saat konferensi pers di Mapolda Sumut pada Jumat (5/11/2021) sore. Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi memaparkannya didampingi Direktur Reserse Kriminal Khusus, Kombes Pol, John Carles Edison Nababan.

Hadi menjelaskan, para pelaku ini melakukan penipuan berkedok pinjol.

"Sebelumnya kami sampaikan, Ditreskrimsus Subdit Cyber dalam setahun ini sudah terima 7 laporan polisi terkait dengan dugaan tindak pidana pinjaman online," kata Hadi. 

Berawal dari 7 laporan penipuan online dalam setahun

Dari tujuh laporan polisi itu, penyidik mencoba mengembangkan dan melakukan penyelidikan. Beberapa waktu lalu salah satu kasus sudah dirilis Mabes Polri yang berlokasi di Tanjung Balai.

Kemudian tim cyber kembali menyelidiki kasus penipuan online baik melalui patroli tim cyber maupun atas dasar laporan polisi yang dikembangkan.

"Dari pengungkapan itu, tim berhasil mengungkap kasus dengan tempat kejadian perkara di Jalan Toingah Ongah Rait, Lingkungan II, Kelurahan Sejahtera, Kecamatan Tanjung Balai Utara, Kota Tanjung Balai," kata Hadi. 

Tim cyber menggeledah rumah salah satu tersangka yang setiap hari dijadikan tempat atau basecamp untuk lakukan penipuan pinjol. Dua orang yang diamankan itu berinisial ARAS (21) dan SY (26).

Satu orang lagi pemilik rekening masih dilakukan pengejaran dan sudah ditetapkan statusnya dalam daftar pencarian orang (DPO).


Modus pinjol berkedok akun bisnis palsu PT Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera

Dikatakannya, modus yang dijalankan pelaku selama kurang lebih 6 bulan adalah dengan membuat wall akun bisnis palsu dengan nama PT Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera, kemudian memposting ke akun Facebook, Twiter, Instagram, dan lainnya. 

Pelaku, kata dia, mengirim secara acak melalui pesan SMS maupun WhatsApp menawarkan pinjaman pinjaman mudah dapat menghubungi nomor tertentu.

Dalam komunikasi dengan korban, pelaku membalas bahwa untuk mendapatkan pinjaman harus dengan berbagai macam persyaratan dan uang administrasi sebesar Rp 500.000.

"Dari pengajuan plafon yang sesuai pinjaman, kemudian uang pendaftaran diterima, pada saat itu lah mereka melakukan pemblokiran dan memutus kontak komunikasi. Jadi uang masuk ke nomor rekening salah satu pelaku yang masih dikejar," katanya. 

Terancam 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar

Dijelaskannya, dari penangkapan dua pelaku, pihaknya menyita barang bukti berupa handphone, perangkat komputer, laptop, dan uang Rp 37 juta yang diamankan di TKP.

Hadi menambahkan, pihaknya masih mendata jumlah korban dan mengimbau kepada korban untuk membuat laporan ke pihak kepolisian terdekat.

"Pasal yang dikenakan kepada pelaku pasal 28 ayat 1 jo 45 a ayat 1 UU RI NO. 19/2016 tentang perubahan UU RI No. 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) dengan ancaman pidana penjara 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar," katanya. 

Dua orang masih buron

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, Kombes Pol. John Carles Edison Nababan menjelaskan, ada di atas dua pelaku yang sudah diamankan, pihaknya masih mengejar dua orang di atasnya berinisial JF selaku pemilik rekening dan di atasnya lagi seorang perempuan dengan inisial Miss X.

Dia mengimbau masyarakat agar berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan tawaran pinjol di aplikasi karena dari 140 perusahaan pinjol yang beroperasi di Indonesia, sebanyak 110 perusahaan dinyatakan ilegal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

"Para pelaku ini membuat akun palsu di Facebook. Kalau koperasinya memang ada dan berbadan hukum. Mereka bikin wall palsu. Mencatut nama koperasi. Kita juga bekerjasama dengan instansi terkait, perbankan atau lainnya. Tentunya ini adalah kerja besar. Karena pelaku ini kerjanya secara acak, seperti tabur jaring," katanya. 


Pengakuan tersangka

Ketika diinterogasi Hadi dan Jon Nababan, di hadapan wartawan, tersangka ARAS mengaku lulusan SMA. Sedangka  SY, mengaku berhenti saat kelas 2 SMP.

ARAS mengaku beraksi selama enam bulan dan tempatnya berpindah-pindah, dari rumah kawannya di sekitar komplek hingga di rumahnya sendiri.

Dia mengaku beraksi dengan menggunakan satu handphone. Dia pun tidak mengutarakan iming-iming apapun kepada korbannya, tetapi hanya menyebutkan bahwa pinjaman akan dicairkan setelah biaya administrasi dikirimkan. 

Dikatakan ARAS, bahwa pesan itu dikirimkannya secara acak, mengikuti nomor yang dipakai, dengan mengganti dua angka di belakangnya. Kedua pelaku menggunakan satu nomor dan handphone yang sama.

Peran SY adalah melanjutkan yang dikerjakan oleh ARAS.  Awalnya, ARAS mengaku bahwa dia bisa melakukan itu atas inisiatif sendiri dan otodidak.

Namun, Jon Charles Nababan menyatakan bahwa berdasarkan hasil klarifikasi kepada kedua tersangka, mereka belajar di Lapas Pulau Simardan, Tanjung Balai atas kasus penjambretan.  

"Jadi mereka ini pernah masuk lapas. Jadi mereka di lapas itu mereka mempelajari terkait dengan penipuan online," katanya. 

https://regional.kompas.com/read/2021/11/05/200117378/dua-pemuda-sudah-6-bulan-jalankan-bisnis-pinjol-di-sumut-mengaku-belajar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke