Salin Artikel

Mengenal Tradisi Gulat Okol dari Gresik yang Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional

Pada zaman dahulu, kegiatan ini dilaksanakan oleh penggembala alias cah angon maupun warga di area persawahan, sebagai bentuk rasa syukur atas hujan yang diberikan oleh Tuhan YME usai kemarau panjang.

Kini tradisi gulat okol hanya dilaksanakan pada saat agenda khusus, biasanya bersamaan dengan agenda sedekah bumi yang diadakan desa.

Tradisi gulat okol saat ini juga lebih sering digelar di atas panggung yang menjadi tontonan banyak orang.

Untuk matras terbuat dari karung goni, dengan bagian bawahnya diletakkan tumpukan jerami demi menjaga keamanan para peserta yang turut ambil bagian.

"Setahu saya untuk gulat okol itu ya sudah ada sejak dulu, bahkan saat saya masih kecil dulu juga ikut," ujar Kepala Desa Setro Achmad Saiful, Senin (1/11/2021).

Saiful sendiri merasakan, bagaimana berada dalam ring buatan yang disediakan untuk permainan gulat okol.

Lantaran pada masa kecil, saat dirinya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) turut merasakan dan turun langsung sebagai pegulat okol.

"Sebab yang saya tahu, gulat okol itu ya dari Desa Setro. Meski kemudian beberapa desa lain di Menganti ada yang mengikuti, turut menggelar gulat okol, karena memang sempat jadi tren waktu itu," kata Saiful.

Untuk gelanggang arena permainan gulat okol, biasanya memiliki ukuran 6x8 meter dan dibuat seperti ring tinju dengan dua sudut.

Kemudian sekeliling panggung diberi tali tambang besar, layaknya sebuah ring tinju maupun gulat profesional yang biasa dipertandingkan.

Dalam sebuah pertandingan gulat okol, yang sepintas terlihat seperti sumo di Jepang, hanya terdapat dua orang pegulat yang berlaga di atas arena.

Masing-masing pegulat dibedakan dengan ikat kepala, serta sabuk warna merah dan hitam. Dengan setiap babak biasa dilaksanakan dalam dua ronde.

"Ya hanya dibatasi dua ronde, siapa yang mampu memenangi dua ronde tersebut, dialah yang keluar sebagai pemenang. Dan itu ditandingkan lagi, sampai juara," ucap Saiful.

Mereka yang menang dalam dua ronde secara berturut-turut, bakal kembali diadu dengan para pemenang lain sehingga didapatkan juara.

Tidak hanya pria dewasa dan remaja, namun dalam permainan gulat okol juga memiliki kelas khusus untuk kategori anak-anak dan wanita.

"Kalau dari cerita turun-temurun, awalnya ya pria dewasa saja. Namun perkembangan zaman, itu kemudian ada kategori wanita dan anak-anak. Pastinya saya lupa, tapi saya yang sekarang usia 46 tahun, dulu saat SD sudah ikut gulat okol," tutur Saiful.

Aturan Permainan

Dalam setiap gulat okol yang dimainkan, bakal melibatkan sepasang petarung secara bergantian, yang masing-masing didampingi oleh seorang pelandang (wasit).

Tak asal bermain, pertandingan gulat okol juga menerapkan sejumlah aturan untuk menghindari efek negatif.

Beberapa aturan yang tidak diperbolehkan dalam permainan gulat okol di antaranya, dilarang meninju lawan hingga mencederai lawan dengan membelitkan kaki.

Termasuk, mencengkeram lawan menggunakan kuku sehingga menyebabkan terluka. Untuk itu itu, sebelum pertandingan peserta pasti diperiksa kesiapan dan kondisinya.

"Ini tradisi turun-temurun dan sejak dulu ada, pertarungan hanya sebatas di atas ring. Tidak boleh ada dendam, selesai pertandingan ya sudah," kata Saiful.

Dengan arena pertandingan dibuat sedemikian rupa, sehingga warga atau penonton bisa dengan mudah melihat pertunjukan gulat okol.

Tidak lupa di atas panggung diberi pengaman berupa jerami yang dilapisi karung goni, dengan sekeliling panggung diberikan tali sebagai pembatas supaya aman.

"Gulat okol juga ada tekniknya. Saya yakin kalau sudah tahu tekniknya, pasti bisa menguasai pertandingan. Warga di sini rata-rata ya sudah tahu tekniknya, tinggal siapa yang paling jago," tutur Saiful.

Diiringi Gamelan

Untuk mengiringi tontonan gulat okol di atas panggung, biasanya warga Desa Setro memainkan gamelan.

Bunyi gamelan yang ditabuh, menjadi pengisi kekosongan pada saat pertandingan berlangsung di mana para pemain yang tergabung dalam grup gamelan ini, juga merupakan warga asli desa setempat.

"Para pemain gamelan sekarang sudah mulai menua, dengan remaja sekarang tidak terlalu interest, tidak seperti gulat okolnya. Makanya, ini kami juga pelan-pelan melakukan regenerasi agar nantinya tetap ada pengiring grup gamelan tetap warga kami," ucap Saiful.

Sementara untuk kostum yang dikenakan oleh pengadil di ring gulat okol, yang terlihat mirip seperti baju khas ala Madura.

Menurut Saiful, nenek moyang warga Desa Setro dulunya memang perantau asal Madura.

"Kenapa putih-merah seperti yang biasa digunakan oleh warga Madura, karena mbah buyut kami itu dari Madura dan kemudian menetap di sini. Bahkan, pada saat acara haul mbah buyut kami, tidak sedikit warga Madura yang datang ke sini untuk ikut mendoakan," tutur Saiful.

Terdampak Pandemi

Lantaran pandemi Covid-19 yang melanda, tradisi gulat okol yang sebelumnya rutin dilaksanakan setiap tahun bersamaan dengan agenda sedekah bumi di Desa Setro ditiadakan.

Hal ini sebagai bagian dalam rangka mentaati peraturan pemerintah, serta mencegah terjadinya penularan dan penyebaran Covid-19.

"Dalam dua tahun terakhir tidak sempat digelar, karena masih pandemi Covid-19," tutur Mujid Riduan, salah seorang Wakil Ketua DPRD Gresik yang berasal dari Kecamatan Menganti.

Sebelum pandemi, tradisi gulat okol rutin digelar setiap tahun.

Bahkan, sepengetahuan Mujid, warga desa setempat yang bekerja di luar kota merelakan diri pulang kampung untuk melihat atau mengikuti gulat okol yang sudah menjadi tradisi.

"Sebagai wujud melestarikan budaya seni, masyarakat Desa Setro di manapun pasti pulang dari perantauan saat tradisi gulat okol diadakan. Ini juga sebagai ajang silaturrahmi," kata Mujid.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/02/054700478/mengenal-tradisi-gulat-okol-dari-gresik-yang-ditetapkan-jadi-warisan-budaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke