Salin Artikel

Kisah Kapolsek di Wonogiri Dirikan Pesantren Gratis untuk Anak Yatim Piatu dan Duafa, Awalnya Prihatin

WONOGIRI, KOMPAS.com - Pagi itu belasan anak duduk bersila rapi menghadap ke bangku di Masjid Umar Bin Khotob di Dusun Ngaliyan, Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Sabtu (30/10/2021).

Mereka antre satu per satu untuk mengaji membaca Al Quran di hadapan seorang ustaz yang juga aktif menjabat Kapolsek Eromoko Wonogiri yakni AKP Surono.

Bagi warga Kota Wonogiri, nama AKP Surono bukanlah nama yang asing lagi. Saat menjabat sebagai Kapolsek Kota Wonogiri, perwira Polres Wonogiri ini tak hanya aktif melakukan pelayanan di bidang kepolisian.

Nama Surono banyak dikenal warga lantaran aktif berdakwah, mengisi pengajian, dan menjadi khatib di masjid-masjid saat shalat Jumat. Tak hanya itu, ia pun dikenal warga karena banyak membantu anak-anak yatim piatu.

Untuk membantu anak yatim piatu dari kalangan tak mampu, Surono tak hanya sekadar memberikan santunan.

Pria yang lahir di Sukoharjo, 27 Oktober 1975, itu juga mencarikan orangtua asuh yang sanggup membiayai pendidikan dan kebutuhan para anak yatim piatu sejak lima tahun lalu.

Bahkan, orangtua asuh itu tidak hanya berasal dari Indonesia. Melalui jaringannya, Surono mampu mendatangkan program orangtua asuh yatim piatu dari luar negeri, yakni Uni Emirat Arab.

“Totalnya sekarang ada sekitar 160-an anak yatim piatu yang sudah mendapatkan orangtua asuh. Mereka mendapatkan kiriman langsung uang tunai dari orangtua asuh untuk biaya pendidikan dan kebutuhan hidup,” ujar Surono.

Hanya saja, jumlah yang diterima masing-masing tidak sama. Besar kecilnya bantuan tergantung kesanggupan masing-masing orangtua asuh.

Tak puas dengan program mencarikan orangtua asuh, Surono mulai merintis mendirikan pondok pesantren yang dikhususkan untuk anak-anak yatim dan kaum duafa semenjak menjabat sebagai Kapolsek Wonogiri Kota tahun 2015.

Tekadnya mendirikan pondok pesantren bagi anak yatim piatu dan duafa bukan tanpa alasan.

Adanya anak-anak yang menjadi korban kekerasan hingga pelaku kriminal di Kabupaten Wonogiri menjadi keprihatinan tersendiri bagi AKP Surono. Terlebih lagi, korban dan pelaku itu berasal dari kalangan anak yatim atau piatu.

Agar tak lagi menjadi korban kekerasan dan pelaku kejahatan, Kapolsek Eromoko ini berinisiatif melakukan sesuatu untuk masa depan anak-anak.

Mantan Kapolsek Kota Wonogiri ini memikirkan bagaimana memberikan sentuhan kepada anak-anak agar memiliki akhlak yang bagus sejak dini.

“Kejadian itu menjadi inspirasi bagi saya bahwa anak-anak itu harus disentuh dan mendapatkan pendidikan agama. Sentuhan ini harus dimulai dari segi agamanya. Insya Allah kalau agamanya bagus maka akhlaknya harus bagus,” kata Surono.

Tak hanya itu, pengalamannya bertugas belasan tahun sebagai anggota Polri menunjukkan terjadinya gangguan keamanan dan kriminalitas itu karena masyarakat yang imannya lemah.

Untuk mewujudkan masyarakat beriman, dapat dilakukan dari berbagai sisi, seperti dakwah, tausiah, dan melalui mimbar khotbah sebelum shalat Jumat. Namun, bagi Surono, anak-anak harus lebih diutamakan dibina sejak dini agar ke depan tidak menjadi persoalan bangsa.

Untuk membina anak-anak yatim piatu dan duafa, Surono mendirikan pondok pesantren gratis sejak setahun lalu. Nama pondok pesantren yang didirikan Surono yakni Abdul Rahman Bin Auf.

Di pondok itu, Surono siap menampung anak yatim, piatu, yatim piatu, dan duafa yang ingin mendapatkan pendidikan agama di pesantren.

“Anak-anak yatim atau piatu dan duafa masuk di sini gratis. Pondok pesantrennya gratis dan sekolah MTS-nya juga gratis,” ungkap Surono.

Tak hanya pendidikan agama, anak-anak yang ditampung di pesantrennya pun disekolahkan di sekolah umum yang tak jauh dari lingkungan pesantren. Khusus untuk lulusan SD, Surono menyiapkan pendidikan MTS (setingkat SMP) di lingkungan pesantrennya.

Bagi anak-anak yang masuk di pesantrennya, Surono menyiapkan kamar yang sudah dilengkapi dengan tempat tidur dan lemari. Selain itu, anak-anak pun sudah dijamin makan dan minumnya setiap hari.

Surono menyebutkan, awal berdiri, ada 54 anak yatim yang bergabung di pondok pesantrennya. Dari jumlah itu, ada yang tinggal di pondok pesantren.

Biasanya santri yang tinggal di pondok lantaran berasal dari luar daerah. Ia mencontohkan ada santri anak yatim piatu dari Cianjur, Pekalongan, hingga Jawa Timur.

“Kami saat ini sudah menyiapkan 100 tempat tidur untuk santri yang tinggal di sini. Namun, baru terisi 12 putra dan lima putri,” kata Surono.

Menurut Surono, anak-anak yang masuk di pesantrennya juga tetap diwajibkan mengikuti pendidikan formal seperti SD atau MI. Usai mengikuti pendidikan formal, anak-anak mendapatkan bekal pendidikan agama sepulang sekolah.

“Sekolah tetap mengikuti dan di pesantren kami tambahkan pendidikan agama agar mereka menjadi generasi muda yang beriman dan bertakwa. Bagi saya, anak-anak bisa menjadi potensi yang baik dan buruk maka harus diolah agar mereka menjadi potensi yang bermanfaat bagi bangsa dan agama,” tutur Surono.

Untuk pendidikan agama, Surono menyebut setiap harinya anak-anak dididik mengikuti shalat tahajud lalu shalat subuh berjemaah. Selain itu, diberikan pelajaran hafalan Al Quran dan dilatih berkomunikasi dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Tiga santri Surono, yaitu Brilian Pamungkas (12), Sailanang Rizki Lindungi (10), dan Zahra Rahmawati (9), mengaku senang dan betah tinggal di Ponpes Abdul Rahman Bin Auf. Tak hanya mendapatkan fasilitas gratis, anak-anak juga mendapatkan ustaz yang ramah dan sayang anak-anak.

“Saya betah di sini. Ustaznya baik dan ramah-ramah,” ujar Brilian.

Senada dengan Brilian, Zahra yang berasal dari Jatim mengaku senang bisa bergabung di ponpes milik AKP Surono. Pasalnya, Zahra (9) kini banyak mendapatkan teman setelah kedua orangtuanya meninggal dunia dua tahun yang lalu.

“Senang di sini banyak teman dan bisa mengaji,” tutur Zahra.

Dari gaji dan bantuan keluarga

Untuk membiayai operasional pesantren, Surono mengandalkan gaji dan bantuan donasi dari keluarga dan kerabatnya. Khusus keluarga dan kerabatnya, ia membuat grup WhatsApp sehingga setiap bulan dapat menyisihkan pendapatan untuk bersedekah bagi pesantren.

“Saya membuat grup WA di keluarga, jadi setiap bulan yang mampu bisa bersedekah,” kata Surono.

Surono juga membuat grup khusus bagi relasinya dengan grup barokah pesantren. Relasi yang masuk dalam grup itu biasanya mengirimkan langsung donasi uang dengan mentransfer ke rekening.

“Ada yang mengirim Rp 50.000, Rp 100.000, hingga Rp 200.000,” jelas Surono.

Berbekal penghasilan pribadi, donasi keluarga dan warga, pondok pesantren yang diasuh Surono terus berkembang.

Anak-anak yatim piatu dan duafa yang mondok di pesantrennya pun berasal dari luar Wonogiri, seperti Pekalongan dan Madura, Jawa Timur.

Bagi anak yatim piatu yang masuk ke pesantrennya, suami Irawati itu membuka pintu seluas-luasnya.

Setahun menjadi pengasuh pondok pesantren menampung anak-anak yatim piatu dan duafa, Surono mendapatkan banyak pelajaran.

Salah satunya, ia lebih banyak bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya.

“Kalau mendengar keluhan anak-anak saya jadi terenyuh. Terlebih saat ditanya makan di rumah ternyata mereka makan dengan seadanya,” jelas Surono.

Ekstra atur waktu

Sebagai seorang kapolsek, Surono terkadang disibukkan tugas-tugasnya menjaga kamtibmas di wilayah Kecamatan Eromoko.

Namun, sepulang kantor, ia selalu menyempatkan diri mampir ke pesantren untuk menengok kondisi santrinya.

“Memang atur waktunya agak ekstra. Pagi ke kantor. Selesai ke kantor pulang, kemudian ke pesantren. Beruntung di pondok sudah ada ustaz yang membantu saya. Tapi kalau malam hari saya juga ngecek kontrol kondisi anak-anak,” kata Surono.

Sebagai anggota polisi, Surono tak lupa menyampaikan ke pimpinan usai pulang dinas ia berkegiatan di pesantren.

Dengan demikian, pimpinan akan memaklumi aktivitas dan tanggung jawabnya sebagai pengasuh pondok pesantren.

Meski sudah mendirikan pesantren khusus untuk anak yatim piatu dan duafa, Surono masih merasa belum maksimal memberikan pelayanan bagi anak-anak yatim piatu dan duafa.

Masih banyak hal yang harus dilakukan agar kebutuhan anak-anak semasa belajar di sekolah dan pesantren dapat terpenuhi.

“Ini saya niati ibadah. Ketika ini diniati ibadah maka capaian yang dilakukan harus maksimal. Untuk itu, masih banyak yang harus saya tingkatkan untuk membantu anak-anak yatim piatu dan duafa,” demikian Surono.

Ayah dari Putri Senia, Putri Bilqis, dan Zein Arjuna itu berharap ke depan pondok pesantrennya terus berkembang sehingga bisa memberikan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bagi anak-anak yatim piatu dan kaum duafa.

Jadi teladan

Kapolres Wonogiri AKBP Dydit Dwi Susanto menyatakan, apa yang sudah dilakukan AKP Surono dapat menjadi teladan bagi anggota lainnya di Polres Wonogiri.

“Ini harus menjadi teladan bagi anggota lain. Berbekal tekad dan iman, AKP Surono dapat mendirikan pesantren gratis bagi anak-anak yatim piatu dan kaum duafa,” jelas Dydit.

Ia pun mengapresiasi AKP Surono karena sebagai polisi dapat membina akhlak anak-anak muda dan masyarakat di tengah pandemi.

Tak hanya itu, Surono pun dapat membagi waktu dengan tugasnya sebagai kapolsek dan pengasuh pondok pesantren.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/01/072616978/kisah-kapolsek-di-wonogiri-dirikan-pesantren-gratis-untuk-anak-yatim-piatu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke