Salin Artikel

Mengenal Rumah Adat Suku Baduy, Dibangun Tanpa Paku, Bertahan hingga Ratusan Tahun

LEBAK, KOMPAS.com - Masyarakat yang berkunjung ke kawasan Desa Adat Baduy pasti akan melihat rumah warga Suku Baduy yang seragam.

Rumah berupa panggung ini didominasi dengan kayu, bambu dan atap ijuk atau rumbia.

Hal ini bisa dijumpai sejak memasuki perkampungan Ciboleger, gerbang utama untuk menuju kawasan Desa Adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Rumah adat Suku Baduy disebut dengan Sulah Nyanda.

Sebutan untuk rumah ini merujuk kepada bagian atap rumah yang tidak terlalu tegak.

Bangunan rumah adat Baduy tampil dengan sederhana, namun kaya akan filosofi.

Selain itu, pembangunan rumah ini juga dilakukan tidak secara asal dan penuh perhitungan.

Sebab, warga Baduy memiliki 1001 tabu yang diyakini hingga kini, termasuk untuk membangun sebuah rumah.

"Mereka sangat patuh pada aturan adat, dalam hal pembangunan rumah sangat memperhatikan aturan-aturan seperti kapan akan dibangun, apa materialnya boleh dan tidak boleh digunakan, ke mana bagian depan rumah menghadap itu ada tabunya," kata pengamat budaya Baduy, Uday Suhada kepada Kompas.com.

Mengutip buku Potret Kehidupan Masyararakat Baduy karya Djoewisno, rumah adat Baduy dibangun hanya dengan material yang terdapat dari hutan.

Material untuk membangun rumah ini di antaranya kayu, bambu, ijuk, rotan dan daun rumbia.

Warga Baduy sendiri dilarang menggunakan paku dari besi untuk memperkokoh rumah.

Sebagai gantinya, mereka menggunakan tali dari kulit atau akar pohon atau pasak dari kayu.

Rumah ini juga tidak boleh dicat dan diberi macam variasi, agar terjaga kealamiannya.

Kendati dengan menggunakan material yang sederhana, namun rumah Adat Baduy mampu bertahan hingga ratusan tahun.

Hal ini memungkinkan karena bahan yang digunakan memiliki kualitas baik dan diambil saat waktu yang tepat.

Untuk rumah di beberapa perkampungan Baduy, biasanya diberi tanda dari bambu dan ijuk dengan bentuk lingkaran atau tanduk.

Tanda di bagian atas atap itu memiliki arti khusus.

Tanda bentuk lingkaran berarti penghuninya belum pernah melanggar larangan adat dan memberikan arti ketentraman.

Sedangkan, tanda berupa tanduk menandakan penghuninya pernah berurusan dengan peradilan adat atau pernah melanggar larangan adat.

Seluruh rumah adat Baduy berbentuk panggung karena dipengaruhi kondisi lingkungan setempat yang kerap basah dan lembab.

Dalam membangun rumah ini, warga Baduy tidak mencangkul tanah untuk meratakan, namun bentuk rumah mengikuti dengan kontur tanah.

Ini dilakukan karena ada aturan adat yang melarang warga Baduy untuk merusak alam.

Ukuran rumahnya juga rata-rata hampir sama sekira 9x12 meter.

Rumah ini hanya memiliki satu pintu dan tanpa jendela.

Bagian ruang rumah adat Baduy

Rumah adat Baduy terdiri dari tiga bagian utama.

Bagian pertama adalah Sosoro atau bagian depan yang berfungsi sebagai teras untuk menerima tamu hingga kegiatan menenun kaum perempuan.

Kemudian ada Tepas atau ruang tengah pada bagian rumah adat.

Bagian rumah ini menjadi ruang inti keluarga yang digunakan untuk berkumpul hingga tidur.

Dan terakhir adalah Ipah yang difungsikan sebagai dapur dan menyimpan hasil ladang serta peralatan untuk bertani.

"Walaupun tidak tertulis, aturan (adat) tersebut melekat dan dipahami oleh masing-masing warga Baduy dari dulu hingga sekarang," ujar Uday.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/31/180000778/mengenal-rumah-adat-suku-baduy-dibangun-tanpa-paku-bertahan-hingga-ratusan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke