Salin Artikel

Kisah Padepokan Wayang Topeng Asmorobangun, Melestarikan Kesenian Warisan Kerajaan Majapahit

MALANG, KOMPAS.com – Salah satu warisan Kerajaan Majapahit yang masih hidup di tengah masyarakat adalah kesenian topeng.

Di Malang, kesenian topeng terbagi ke dalam tiga bentuk.

Yakni pembuatan topeng itu sendiri yang disebut sebagai Topeng Malang, tari topeng dan wayang topeng.

Padepokan Wayang Topeng Asmorobangun di Dusun Kedungmonggo, Desa Karangpandan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur, merupakan salah satu padepokan yang masih melestarikan warisan itu secara turun temurun.

Pimpinan Padepokan Wayang Topeng Asmorobangun, Tri Handoyo (43), mengatakan, seni topeng yang berkembang di Malang erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit, saat dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanagara.

Tri mengatakan, kesenian topeng sudah ada dan berkembang di era Raja Hayam Wuruk yang bertahta pada tahun 1350 hingga 1389 masehi.

Saat itu, seni topeng menjadi pertunjukan rakyat dalam penyelenggaraan upacara Srada di istana raja. Topeng yang dikenakan terbuat dari emas.

“Jadi, topeng ini kalau dahulu terbuat dari emas, sekarang dari kayu. Dahulu namanya Sang Hyang Puspo Sariro. Artinya dari hati yang paling dalam. Karena dipakai pada waktu upacara Srada,” kata Tri, di sela membuat topeng di padepokannya, Rabu (18/8/2021).

Kesenian topeng di Malang mulai berkembang lagi pada masa penjajahan Belanda saat Malang dipimpin oleh Bupati Soerioadiningrat atau Raden Sjarip sekitar tahun 1890.

Saat itu, sang bupati menjadikan seni topeng sebagai pertunjukan di pendopo kadipaten.

Hal ini yang menyebabkan kesenian topeng itu serasa hidup kembali.

Sebelumnya, kesenian topeng itu hanya ada di desa-desa terpencil di Malang.

“Kesenian topeng ini diangkat kembali oleh Bupati Malang, namanya Raden Sjarip Soerioadiningrat,” kata dia.

“Sebelumnya sudah ada, tapi hanya di pelosok desa. Kemudian diangkat ke pendopo supaya pejabat-pejabat itu juga ikut. Jadi mereka juga ikut menari. Jadi pejabat di pendopo itu harus bisa menari waktu itu,” tambah dia.

Kesenian topeng itu semakin meluas ketika ada salah satu kurir Nyonya Belanda (seorang wanita kebangsaan Belanda) bernama Pak Kurawan ikut mempelajari kesenian itu di pendopo kadipaten.

Saat itu, tidak sembarang orang bisa belajar di pendopo. Pak Kurawan bisa belajar karena mendapatkan rekomendasi dari tuannya.

Setelah menguasai kesenian itu, Pak Kurawan mendirikan kelompok di Lawang, Kabupaten Malang bagian utara, tempat dirinya menjadi kurir.

“Setelah Nyonya Belandanya itu meninggal, dia pindah ke Desa Mangelan, Kecamatan Kromengan di lereng Gunung Kawi sana. Di sana banyak perkebunan kopi,” kata dia.

Di lokasi itu, Pak Kurawan juga mendirikan kelompok kesenian topeng.

“Menjadi buruh kerja di sana. Kalau siang, bekerja di perkebunan kalau malam ada latihan tari topeng,” ujar dia.

Mbah Serun yang juga buruh perkebunan ikut dalam latihan itu.

Setelah dua tahun belajar kesenian itu, Mbah Serun pulang ke daerahnya di Pakisaji dan mendirikan kelompok kesenian topeng yang kelak menjadi Padepokan Wayang Topeng Asmorobangun.

Setelah Mbah Serun meninggal, padepokan itu diteruskan oleh anaknya bernama Mbah Kiman.

Kemudian dilanjutkan lagi oleh generasi berikutnya, yaitu Mbah Karimun, Pak Taslan dan Tri Handoyo yang menjadi pimpinan saat ini.

Di masa Mbah Karimun ini, warisan Kerajaan Majaphit semakin kental dalam kesenian topeng.

Mbah Karimun membuat topeng dengan karakter tokoh dalam Cerita Panji.

Tidak hanya itu, wayang topeng yang dikembangkan Mbah Karimun menceritakan alur yang ada dalam Cerita Panji.


Cerita Panji merupakan epos yang berlatar Kerajaan Kediri yang berkembang pada masa Kerajaan Majapahit, khususnya ketika Hayam Wuruk bertahta.

Cerita Panji itu sebagai alternatif ketika kesustraan didominasi oleh cerita purwa yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata.

“Peralihan pada Cerita Panji itu mulai dari eranya Mbah Karimun. Kalau dulu pakai cerita di Ramayana dan Mahabharata. Nah, Mbah Mun ingin mengangkat Cerita Panji karena menurut beliau ini cerita kita sendiri. Cerita jawa Timur. Ini sama dengan ceritanya Ramayana. Cerita Panji juga cerita kepahlawanan dan romantika,” ujar dia.

Jika tidak sedang pandemi Covid-19, padepokan itu menggelar pertunjukan wayang topeng itu setiap sebulan sekali dengan alur seperti yang ada dalam Cerita Panji.

Adapun untuk kesenian pembuatan topengnya, padepokan itu telah membuat topeng dengan 76 karakter yang ada dalam 15 Cerita Panji.

"Topeng yang dibuat dengan pahatan tangan itu sudah terjual ke berbagai penjuru dunia. Seperti ke Jepang, China, Thailand, Amerika Serikat, Prancis,” kata dia.

“Dulu anak Australia yang belajar membuat topeng di sini selama tiga bulan,” ujar dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/27/052300278/kisah-padepokan-wayang-topeng-asmorobangun-melestarikan-kesenian-warisan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke