Salin Artikel

Perjalanan Kasus Konsumen Klinik Kecantikan Jadi Tersangka UU ITE, Curhat di Medsos dan Dituntut 1 Tahun Penjara

Tuntutan itu disampaikan jaksa penuntut umum dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (21/10/2021).

Jaksa menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Unggah curhatan di media sosial

Kasus Stela bergulir sejak ia mengunggah tangkapan layar di akun Instagrmnya pada 27 Desemeber 2019.

Tangkapan layar tersebut berisi percakapan Stela dengan dokter kulit terkait kondisi kulit wajahnya pasca-perawatan di Klinik L.

Melihat kondisi wajah SM, dalam percakapan tersebut, dokter kulit menyarankan sebuah produk. Unggahan tersebut direspon oleh teman-teman Stela dengan berbagi pengalaman.

Unggahan tersebut ternyata berbuntut panjang.

Pada 21 Januari 2020, Stelah menerima somasi dari pengacara Klinik L'Viors, Surabaya.

Ia didesak untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik melalui media massa dengan syarat ditampilkan di setengah halaman.

Permintaan maaf tersebut harus diterbitkan sebanyak tiga kali di media massa.

Karena desakan tersebut memberatkan Stela secara finansial, maka ia mengunggah permintaan maaf kepada klinik tersebut dengan wajah dalam kondisi pacsa-perawatan.

Stela diminta pihak klinik untuk menghapus video tersebut.

Pada 7 Oktober 2020, Stela dilaporkan klinik kecantikan tersebut ke Polda Jatim dan ditetapkan sebagai tersangka.

Ia dijerat dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atas tuduhan pencemaran nama baik.
Ia telah menjalani sidang perdana pada Kamis (22/4/2021) di Pengadilan Negeri Surabaya.

Dokter klinik kecantikan L'Viors Surabaya, Irene Christilia Lee mengatakan SM menjalani perawatan di klinik tersebut pada Februari 2019.

Menurutnya saat datang, SM dalam kondisi wajah penuh jerawat.

Sesuai prosedur, SM melakukan konsultasi sebelum menjalani perawatan. Oleh tim dokter, SM diminta melakukan terapi wajah secara berkala.

"Treatment kepada SM semuanya sudah sesuai SOP. Begitu juga dengan obat-obat yang diberikan," jelas Irene saat dikonfirmasi pada Senin (26/4/2021) malam.

Hingga September 2019, SM hanya menjalani lima kali perawatan di klinik tersebut dan menurut Irine, saat pertemuan terakhir, kondisi jerawat SM sudah membaik.

"Setelah itu SM tidak pernah lagi ke klinik dan tidak pernah kontrol. Tapi menurut kami sejak pertemuan terakhir, wajahnya mulai membaik," ujarnya.

SM pun tak lagi datang ke klinik tersebut. Belakangan ia diketahui melakukan perawatan di klinik kecantikan lain di Surabaya.

Irine menyebut SM tak memberikan kabar kepada pihak klinik.

Pada Desember 2020, pihak klinik terkejut saat SM mengunggah potongan-potongan percakapan di media sosial yang menyudutkan L'Viors soal kondisi wajahnya setelah perawatan di klinik tersebut.

Menurut Kuasa hukum Klinik L'Viors, HK Kosasih tindakan SM sudah memenuhi unsur tindak pidana pencemaran nama baik.

Ia menjelaskan seolah-olah, SM telah mendapatkan pelayanan buruk di klinik itu.

"Harusnya SM datang ke klinik dan menyampaikan apa yang dialami secara baik-baik. Bukan mengumbar di medsos dan dibaca oleh semua orang yang tidak tahu pokok permasalahannya," kata Kosasih.

Ia juga menyebut SM dianggap telah melakukan framing yang buruk dan merugikan klinik. Padahal, menurutnya faktanya belum tentu demikian.

"Ini bukan kriminalisasi kepada SM, saya harap masyarakat bisa menyikapi permasalahan ini dengan bijak," jelasnya.

"Tuntutan jaksa enggak adil. Masak iya, konsumen yang dapat pengalaman jelek sesuai fakta malah dipenjara," kata Stella usai mendengarkan sidang tuntutan.

Stella mengaku tidak berniat mencemarkan nama baik klinik kecantikan tersebut.

Ia hanya mencurahkan keluhan yang dihadapinya, yakni tumbuh banyak jerawat usai memakai produk klinik itu.

"Sementara pihak klinik tidak pernah menerima perdamaian," jelas dia, Kamis (21/10/2021).

Kuasa hukum Stella, Habibus mengaku akan mengajukan pembelaan atau pledoi atas tuntutan jaksa.

"Kita ajukan pembelaan pada sidang selanjutnya," terang Habibus usai sidang.

Di kesempatan yang berbeda, Habibus menilai penegak hukum salah kaprah jika menerapkan pasal pencemaran nama baik dalam kasus SM.

Pengacara dari YLBHI-LBH Surabaya itu menjelaskan, peristiwa tersebut sebetulnya keluhan konsumen kepada klinik sebagai sebuah badan usaha yang tidak memiliki struktur fisik dan psikis seperti manusia atau perorangan.

Maka, kata Habibus, laporan pihak klinik terhadap SM tidak dapat dibenarkan oleh hukum karena bertentangan dengan objek dari Pasal 27 Ayat 3.

"Kritik dan saran merupakan hal wajar dari konsumen, sehingga seharusnya disikapi dengan arif dan bijaksana," jelasnya saat dikonfirmasi, Kamis (18/3/2021).

Menurutnya, hak konsumen sepenuhnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga seluruh tuntutan terhadap SM layak dihentikan.

"Kejaksaan harus menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) karena adanya ketidakadilan dalam kasus ini, lagi pula pemerintah sedang mengkaji revisi UU ITE karena sejumlah pasal, termasuk 27 Ayat 3 dinilai multitafsir," terangnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Achmad Faizal | Editor : Dheri Agriesta)

https://regional.kompas.com/read/2021/10/23/072700678/perjalanan-kasus-konsumen-klinik-kecantikan-jadi-tersangka-uu-ite-curhat-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke