Salin Artikel

Kisah Pilu 2 Bocah Dideportasi Malaysia, Ditinggal Ibu Sejak Kecil, Ayah Meninggal dalam Tahanan Imigrasi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Suara merengek dan tangisan terdengar begitu kencang saat kegiatan pemeriksaan kesehatan terhadap 193 pekerja migran Indonesia yang dideportasi Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kamis (21/10/2021) sore.

Terlihat dua bocah berusia 8 tahun dan 6 tahun menangis sedih di antara kerumunan orang dan penjagaan petugas.

Keduanya dideportasi tanpa sanak keluarga, sehingga mereka kebingungan dan tidak tahu harus bagaimana setelah sampai di Nunukan, karena baru pertama kalinya menginjakkan kaki mereka di Indonesia.

Sub-Koordinator Perlindungan dan Penempatan UPT BP2MI Nunukan Arbain mengatakan, kedua bocah yang diketahui bernama Mohd Khairil Bin Aris (8) dan Mohd Hasril Bin Aris (6) tersebut merupakan saudara kandung yang lahir dan besar di Sabah, Malaysia.

‘’Mereka diamankan dalam operasi pendatang haram oleh otoritas setempat saat hendak pulang kampung sekitar bulan Maret 2021 lalu. Keduanya bersama ayahnya dibawa ke tahanan Imigrasi, namun dalam masa penantian pemulangan ke Tanah Air, si bapak meninggal akibat sakit,’’ujar Arbain, Jumat (22/10/2021).

Kedua bocah tersebut berasal dari Desa Sangkala, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

KRI Tawau mengirimkan permohonan untuk pendampingan karena kedua bocah ini sudah ditinggal ibunya pergi sejak masih kecil.

Mereka besar bersama ayahnya yang hanya bekerja serabutan di Tawau Malaysia.

Mempertimbangkan kondisi kedua bocah malang tersebut, BP2MI Nunukan berkoordinasi dengan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) untuk mendapat perlakuan sebagaimana mestinya.

"Sementara anak anak tersebut diambil DP3A Nunukan. mereka harus menerima sejenis therapy atau konseling dari psikolog atas kondisi mereka,’’kata Arbain lagi.

Pingsan saat makan malam


Menurut penuturan bocah bernama Khairil Bin Aris, ayahnya Aris Bin Saing (40) sempat pingsan karena merasa kesakitan.

Kondisi tersebut terjadi saat ketiganya berkumpul untuk makan malam. Entah apa yang terjadi, tiba tiba saja sang ayah kesakitan dan langsung terbaring tak sadarkan diri.

‘’Waktu itu kami makan, baru saja satu suap masuk mulut ayahku, dia kesakitan dan terbaring pingsan di depan kami. Adikku langsung menangis mencoba membangunkan ayah, digoyang goyangnya terus badannya, ndak juga bangun,’’tutur bocah 8 tahun ini bercerita.

Suara tangisan kencang tersebut membuat petugas Imigrasi Malaysia menyadari yang terjadi.

Mereka kemudian segera melarikan Aris ke Rumah Sakit Tawau. Namun sayang, nyawa Aris tak bisa terselamatkan.

‘’Orang bilang ayahku meninggal sekitar pukul tujuh pagi. Adikku menangis terus, aku peluk dia dan minta jangan menangis terus,’’sambung Khairil.

Meski berusia 8 tahun, Khairil cukup lancar dalam menceritakan kisahnya. Padahal ia dan adiknya belum pernah bersekolah dan sama sekali belum bisa membaca ataupun menulis.

Cerita yang dituturkannya juga sama persis dengan laporan dari Konsulat RI di Tawau Malaysia, bahwa Aris Bin Saing meninggal pada 25 September 2021 di Hospital Tawau sekitar pukul 07.50 waktu setempat.

Dalam surat tersebut dijelaskan, sebab kematian Aris adalah cardiogen shock secondary to stemi atau dengan kata lain, syok yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh.

‘’Ayah sakit paru-paru, jadi alat pernafasannya terganggu, itu yang buat meninggal,’’kata Khairil polos.

Sempat kirim uang 3000 RM ke kampung

Kepala DP3A Nunukan Faridah Aryani mengatakan, kedua bocah malang tersebut saat ini dalam asuhan Yayasan Aisiyah Ruhama.

Sejauh ini, DP3A Nunukan belum memiliki bangunan yang layak untuk anak dengan kasus kasus seperti ini, sehingga Pemkab Nunukan menjalin kerja sama dengan panti asuhan untuk menampung dan memberikan konseling dan bimbingan psikologi.

‘’Kami berikan mereka suasana baru. Tidak elok kalau anak usia segitu dengan kondisi yang dalam artian mengguncang jiwanya karena ditinggal pergi ibunya sejak kecil. Mereka korban broken home dan dibesarkan ayahnya, tapi justru ayahnya yang selama ini menjadi pelindung mereka meninggal dunia dalam penampungan,’’katanya prihatin.

Dari beberapa penuturan dan laporan yang diterima DP3A Nunukan, Aris selama ini bekerja keras demi membesarkan kedua anaknya.

Ia juga sudah merencanakan agar keduanya bersekolah di Indonesia, yang merupakan negara asal mereka.

Sayangnya saat akan melaksanakan niatnya untuk menyekolahkan anaknya di kampung halaman, ia tertangkap aparat Malaysia dan meninggal dunia di penampungan.

‘’Almarhum bahkan sudah mengirimkan uang ke neneknya sekitar 3.000 ringgit untuk keperluan bersekolah anaknya. Tapi ajal tidak ada yang tahu, semoga anak anaknya bisa menggapai cita citanya yang katanya ingin menjadi askar atau tentara,’’tambahnya.

DP3A Nunukan juga sudah menjalin komunikasi dengan pihak keluarga si bocah yang ada di Sulawesi Selatan.

Lewat video call mereka meminta izin untuk memulihkan kondisi psikis kedua bocah dan meminta pengertian dari pihak keluarga.

"Sementara ini biarkan mereka menemukan dunia mereka. Di Panti Ruhama, mereka berkumpul dengan anak anak sebaya mereka, diajari baca tulis dan perlahan kami pulihkan dari traumanya. Jadi kami fokus untuk trauma healing bagi keduanya,’’jelas Faridah.

Dikonfirmasi sampai kapan keduanya akan berada dalam bimbingan dan asuhan DP3A Nunukan, Faridah menegaskan, sampai ada rekomendasi dari pekerja sosial (Peksos) dan psikolog yang menyatakan mereka sudah bisa dipulangkan.

‘’Jadi masalah anak tidak main main karena menyangkut masa depan mereka. Kami berharap pengertian keluarga si anak, semoga mereka bisa melewati peristiwa kelam yang dialami selama ini,’’katanya.

Deportasi


Pemerintah Malaysia mendeportasi 193 PMI yang telah usai menjalani hukuman mereka di Depot Imigresen Tawau (DIT) pada Kamis (21/10/2021) sore.

Awalnya, ada 197 PMI yang hendak dipulangkan melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan. Namun, karena saat pengecekan ada 3 orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan 1 orang belum lengkap dokumennya, kepulangan mereka harus ditunda.

Sebagaimana dijelaskan Sub-Koordinator Perlindungan dan Penempatan UPT BP2MI Nunukan Arbain, deportasi kali ini mengawali kepulangan sekitar 1.400 lebih WNI di Malaysia.

‘’Ini akan berlanjut sampai Desember 2021, hasil meeting zoom kami bersama stakeholder terkait, akhir Oktober atau awal November 2021, akan ada lagi pemulangan dari Kota Kinabalu Sebanyak 354 orang. Dan jadwal selanjutnya akan ada terus,’’katanya.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/22/181317178/kisah-pilu-2-bocah-dideportasi-malaysia-ditinggal-ibu-sejak-kecil-ayah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke