Salin Artikel

Jalan Panjang Perjuangan Saiful Mahdi Melawan "Pasal Karet" UU ITE, yang Berujung Amnesti

Saiful Mahdi diizinkan meninggalkan Lapas Kelas II A Banda Aceh, setelah mendapatkan salinan surat amnesti dari Presiden Joko Widodo.

Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2021 ini, berisikan pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala, yang sebelumnya dituding melakukan pencemaran nama baik terhadap koleganya di kampus yang sama.

Tak kuasa menahan haru, Dian pun menyampaikan terimakasihnya kepada semua pihak yang telah mengupayakan pemberian amnesti bagi sang dosen.

"Alhamdulillah ini adalah jawaban dari doa-doa yang disampaikan banyak orang, dan akhirnya dikabulkan, terimakasih untuk semuanya, juga kepada Pemerintah, DPR, ini adalah berkah luar biasa,” ungkap Dian, usai menerima penyerahan salinan surat amnesti dari Lapas Kelas II A Banda Aceh, Rabu (13/10/2021).

Bebasnya Saiful Mahdi, bangkitkan kepercayaan rakyat ke Presiden

Sejak siang mereka sudah menunggu di halaman Lapas kelas II A Banda Aceh, untuk menjemput kepulangan Saiful Mahdi.

Pemberian amnesti ini dinilai sebuah preseden baik bagi pemerintahan, yang bisa mempertahankan kepercayaan publik terhadap penerapan hukum di Indonesia,  yang selama ini banyak dinilai  mengandung pasal pasal karet, seperti halnya Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE),  yang digunakan untuk menyeret Saiful Mahdi ke bui.

"Bagi saya perjalanan kasus Pak Saiful Mahdi ini, bisa membangkitkan kembali kepercayaan rakyat kepada pemimpin negara ini di tengah krisis kepercayaan yang terus muncul, semoga tidak ada lagi kasus serupa menimpa warga negara yang lain,” ujar Asmaul Husna, kerabat Saiful Mahdi.

Ungkapan senada juga disampaikan Afridal Darmi, aktivis masyarakat sipil di Aceh.

“Kita percaya sejak awal, bahwa kebenaran akan selalu menang, dan inilah kenyataanya, tentunya kita semua bersyukur dengan kembalinya Pak Saiful Mahdi,” ujarnya.

Nama baik Saiful Mahdi dipulihkan

Syahrul, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh,  yang juga merupakan Kuasa Hukum Saiful Mahdi, serta Masyarakat Sipil Koalisi Advokasi Saiful Mahdi, mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memproses permintaan amnesti itu dengan cepat.

Amnesti Presiden Joko Widodo, telah mengembalikan hak-hak sipil dan politik Saiful Mahdi sebagai warga negara secara utuh. 

“Karena ada kesalahan prosedur hukum maka Presiden bertindak, dan mengembalikan segala hak Saiful Mahdi, artinya harus ada reparasi dan pemulihan nama baik, termasuk dari kampus,” jelas Syahrul.

Sebagai informasi, Saiful Mahdi adalah dosen di Universitas Syiah Kuala (USK) di Banda Aceh.

Ia mendekam di bui, karena melontarkan kritikan pedas, saat mengetahui adanya kecurangan  pada hasil tes CPNS dosen di Fakultas Teknik USK.


Berikut, kronologi perjalanan kasus Saiful Mahdi 

1. Pada Maret 2019, Saiful Mahdi, seorang dosen jurusan statistika pada fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala di Aceh, mengirimkan pesan yang mengkritik hasil tes CPNS bagi dosen fakultas teknik di grup WhatsApp “Unsyiah Kita” yang dikelolanya.

Pada kritikannya ia menuliskan, “Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin,” dan “Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble?”

Dia menulis pesan tersebut untuk menanggapi seleksi pegawai negeri sipil yang diadakan pada akhir tahun 2018 sebagai rekrutmen dosen di fakultas teknik universitas tersebut.

Setelah tes berlangsung, Saiful Mahdi mendengar adanya dugaan penyimpangan dalam proses seleksi dari seorang dosen fakultas teknik yang telah bekerja di sana selama dua tahun dan mengikuti tes tersebut untuk mendapatkan status PNS.

Ia menginformasikan kepada Saiful Mahdi bahwa seorang peserta ujian yang diduga tidak memenuhi kriteria administratif dapat mengikuti proses seleksi dan kemudian lulus ujian, sedangkan dirinya sendiri dinyatakan gagal meski mendapat nilai tertinggi di antara peserta ujian lainnya saat uji kompetensi.

Saiful Mahdi, yang telah bekerja di USK selama 25 tahun, menganalisis nilai-nilai peserta tes dari fakultas teknik dan kemudian menyimpulkan bahwa ada kejanggalan dalam penilaian yang harus dipertanyakan ulang.

Dia kemudian menulis kritik terhadap proses seleksi tersebut di grup WhatsApp “Unsyiah Kita” yang beranggotakan sekitar 100 dosen universitas tersebut.

Pesan yang dia tulis kemudian beredar di kalangan karyawan universitas dan akhirnya diketahui oleh dekan fakultas teknik, yang bukan merupakan anggota grup WhatsApp itu.

2. Seorang Dekan kemudian melaporkan Saiful Mahdi ke Senat, dan kemudian Senat memanggilnya untuk dimintai klarifikasi pada tanggal 18 Maret 2019.

Setelah itu, Senat mengirim surat kepada Saiful Mahdi pada tanggal 6 Mei 2019 yang menyatakan tidak adanya pelanggaran kode etik dan meminta Saiful Mahdi untuk menulis surat permintaan maaf kepada jajaran pimpinan fakultas teknik terkait pernyataan yang ia buat.

Namun, Saiful Mahdi menolak untuk meminta maaf dan mempertanyakan keputusan Senat karena dirinya belum pernah diperiksa dalam sidang etik atas kasus tersebut.

3. Pada tanggal 4 Juli 2019, Saiful Mahdi dipanggil oleh Kepolisian Resor Kota Banda Aceh sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh dekan fakultas teknik.

Setelah diperiksa, dia ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE karena diduga mencemarkan nama baik dekan tersebut, meski Saiful Mahdi tidak pernah menyebut nama siapapun dalam pesan WhatsApp-nya.

4. Kasus tersebut diadili dan pada tanggal 21 April 2020, Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta kepada Saiful Mahdi.

Saiful Mahdi mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, namun kemudian ditolak.


Permohonan kasasi ditolak

5. Pada tanggal 29 Juni 2021, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Saiful Mahdi dan menguatkan vonis bersalah yang dijatuhkan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Banda Aceh.

6. Pada tanggal 2 September 2021, pihak kejaksaan mengantar Saiful Mahdi untuk mulai menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh.

7. Tim hukum beserta koalisi masyarakat sipil telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo pada 6 September 2021 yang isinya meminta Presiden untuk memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi.

Menurut hukum di Indonesia, Presiden hanya dapat memberikan amnesti setelah meminta pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

8. Pada 21 September 2021, tim hukum beserta beberapa pakar hukum dan istri Saiful Mahdi, Dian Rubiyanti, juga melakukan pertemuan dengan Menkopolhukam Mahfud MD beserta jajarannya, untuk meyakinkan pemerintah bahwa Saiful Mahdi layak diberikan amnesti, demi keadilan dunia pendidikan.

9. Pada 29 September 2021, Presiden mengirim Surat Presiden untuk meminta pertimbangan dari DPR.

10. Pada 7 Oktober 2021, DPR RI memberi persetujuan kepada Presiden, untuk memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi, melalui siding rapat paripurna.

11. Lalu pada 12 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo menandatangani Keppres No 17/2021 tentang Pemberian Amnesti untuk Saiful Mahdi. 

https://regional.kompas.com/read/2021/10/14/083502978/jalan-panjang-perjuangan-saiful-mahdi-melawan-pasal-karet-uu-ite-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke