Salin Artikel

Kisah Difabel Jadi Guru TK Selama 22 Tahun hingga Dijuluki “Nenek Guru”

Meski berstatus sebagai difabel, Zairiah masih bersemangat mengajar anak usia dini di wilayah Kecamatan Panjang, Lampung.

Kecintaan perempuan kelahiran Sumatera Utara ini terhadap dunia pendidikan anak membuat sosoknya sangat membekas dalam ingatan para muridnya.

“Sekarang jadi nenek guru, bukan ibu guru lagi,” kata Zairiah saat ditemui usai mengajar pada Selasa (5/10/2021).

Julukan "nenek guru" tersebut muncul setelah Zairiah bertemu dengan salah satu mantan muridnya yang sedang mengantar anak ke tempat Zairiah mengajar di TK Nursa, Kecamatan Panjang.

Ketika itu, Zairiah tidak mengenali sang mantan murid.

Dia berpikir, hanya orangtua siswa yang sedang mengantarkan anak ke sekolah.

“Dia bilang, 'Bu, masih kenal sama saya enggak? Saya dulu diajar sama Ibu di sini'. Oalah, ternyata mantan murid saya, anaknya saya juga yang ngajar sekarang,” kata Zairiah.

Kejadian seperti itu sudah sering terjadi.

Orangtua atau wali murid saat ini adalah mantan murid Zairiah pada zaman dahulu.

“Jadi sekarang bukan ibu guru lagi, tapi jadi nenek guru,” kata Zairiah sambil tertawa kecil.

Zairiah sudah 22 tahun mengajar di tempat pendidikan anak usia dini yang berada di tepi pantai di Kampung Karang Maritim, Kelurahan Panjang Selatan tersebut.

Lengan kiri Zairiah sudah tidak berfungsi.

Tetapi, itu tidak menjadi halangan bagi Zairiah untuk terus mengajar dan membentuk karakter anak-anak.

“Usia dini adalah masa emas bagi anak-anak. Di sini, anak harus dibentuk dahulu karakternya,” kata Zairiah.


Lelah akibat pandemi

Pembatasan pembelajaran tatap muka selama masa pandemi, membuat Zairiah khawatir dengan anak-anak didiknya.

“Tidak semua orangtua murid memiliki ponsel agar anaknya bisa belajar daring,” kata Zairiah.

Lingkungan sekitar TK Nursa adalah masyarakat kelas bawah, rata-rata bekerja sebagai nelayan maupun pedagang ikan.

Untuk itu, Zairiah dan guru lainnya berinisiatif mendatangi rumah para murid dan mengajar dengan protokol kesehatan, dua kali dalam sepekan.

Satu kali pertemuan diikuti 3-4 anak, dengan pembagian mencapai 3 kali sesi.

“Capek sih, capek harus jalan ke rumah murid. Tapi, bagaimana ya, memang begini siasatnya agar anak-anak bisa tetap belajar, karena rata-rata masyarakat kelas bawah,” kata Zairiah.

Di tengah peringatan Hari Guru Sedunia yang jatuh pada 5 Oktober, Zairiah adalah realitas dari kerelaan para guru dalam mendidik calon penerus bangsa.

Bagi Zairiah, segala keterbatasan yang ada, baik yang dialaminya maupun siswa, tidak boleh menjadi alasan anak-anak tidak mendapatkan pendidikan.

“Yang penting, anak-anak bisa terus belajar, karena ini penting bagi masa depan mereka,” kata Zairiah.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/05/103211678/kisah-difabel-jadi-guru-tk-selama-22-tahun-hingga-dijuluki-nenek-guru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke