Salin Artikel

Seorang Mertua Dituduh Lakukan Pemukulan oleh Menantunya, Kini Dalam Penahanan meski Sedang Sakit

BANDUNG, KOMPAS.com - Seorang menantu tega melaporkan mertuanya sendiri yang berusia 72 tahun ke kepolisian dengan laporan pengeroyokan pasal 170 KUHP.

Adapun menantu yang melaporkannya itu berinisial AR (32) dan mertuanya yang kini dalam penahanan tersebut berinisial MA (72).

Istri MA, Ema Siti Zaenab (49), menjelaskan kejadian ini berawal dari keluarga MA yang memiliki perusahaan percetakan dan penerbitan di wilayah Arcamanik, Bandung.

Dua tahun lalu, MA kemudian mempercayakan perusahaan itu dikelola anak kandungnya dari istri pertama yang berinisial F.

Namun perusahaan itu gagal dikelola. F kemudian meminta uang kepada MA sebesar Rp 258 juta.

Uang pun dibebankan kepada MA ini lantaran biaya operasional perusahaan selama itu dibayar F.

Padahal, produksi percetakan dan penerbitan itu masih berjalan. MA pun akhirnya membayar dengan tiga mesin percetakan.

"Perusahan mengalami kebangkrutan, biaya operasional katanya dibayar sama F, sehingga Pak MA punya hutang sama F, dibebankan ke ayahnya. Ayahnya kecewa perusahaan habis (uangnya). Mesin dijual, perusahaan tetap mengalami kemunduran, mobil dijual tapi bapak masih punya hutang," kata Ema, istri MA saat ditemui di Jalan Muhamad Toha, Bandung, Kamis (30/9/2021).


Awal mula dugaan pemukulan terjadi

Pada tanggal 10 Agustus 2021, suami F, AR kemudian mendatangi MA di kantor madrasah. Menurut pengakuan Ema, AR datang dengan marah-marah menanyakan MA.

"AR ini datang sendiri dan menanyakan dengan marah-marah saat itu kata karyawan saya, mencari Pak MA karena ada berita istrinya mau dilaporkan. Padahal itu belum terjadi, memang ada rencana tapi setelah dipikir-pikir enggak usah lah," kata Ema.

Awalnya AR, MA, MR, AD dan JJ berkumpul memusyawarahkan adanya isu rencana pelaporan F tersebut. Namun pembicaraan itu direkam AR.

Merasa tak nyaman, JJ menyuruh AR menghapus rekaman pembicaraan tersebut.

"Pak JJ tak nyaman katanya mau musyawarah tapi direkam segala, dia suruh hapus rekaman. AR kemudian menghindar dan lari, namun dihalangi karyawan bapak," katanya.

Terdengar ribut-ribut di bawah, AD kemudian turun tangga dan spontan memukul AR.

"Dia dengar ribut-ribut, lalu turun tangga, sehingga spontan (memukul), dia tak terima masa orangtua dikata-kata kasar," ujarnya.

MZ kemudian melerainya berupaya menenangkan suasana, namun tak lama AR malah kembali lari.

"Dikira mau musyawarah lagi, malah lari," katanya.

Tak berselang lama, AR kemudian melaporkannya ke Polsek Arcamanik, dengan laporan pemukulan dan penganiayaan.

"10 Agustus kejadiannya, dan suami saya ditahan tanggal 3 September bersama Pak MZ, sedang yang memukulnya tak ditahan. Padahal suami saya tak melakukan (pemukulan), dan yang memukulnya itu pun terjadi secara spontan," katanya.


Sakit usai dilakukan penahanan

Setelah hampir sebulan ditahan, kini MA harus masuk rumah sakit Sartika Asih dan didiagnosa pembengkakan jantung dan gula darah tinggi.

"Sudah dua hari di rawat," katanya.

Selama ini, pihak keluarga sudah mengusahakan tiga kali upaya damai agar persoalan tersebut di musyawarahkan secara kekeluargaan.

"Namun respon F enggak mau damai, alasannya mau pikir-pikir dulu dan beberapa saat ada keputusan mereka enggak mau damai," ujarnya.

Ia berharap, suaminya lepas dari jerat hukum dan keluar dari tahanan.

"Harapan saya, bapak lepas dari jerat hukum, dan ingin keluarga ini baik-baik saja. Diupayakan penyelesaian secara kekeluargaan dengan jalan musyawarah dan damai," harapnya.

Sementara kuasa hukum MA, Hilmi Dwiputra Nur mengatakan, bahwa kliennya itu dilaporkan menantunya dengan tuduhan melakukan pemukulan dan pengeroyokan.

"Pak MA membantah memukul, karena yang melakukan pemukulan bukanlah beliau, tapi AD dan JJ, dan itu jelas dalam rekaman CCTV," kata Dwi.

Saat MA dan MZ ditahan di Mapolsek Arcamanik, Dwi kemudian mengajukan surat permohonan penangguhan terhadap penahanan MA.

"Kami ajukan permohonan penangguhan penahan, namun sampai saat ini pihak Polsek Arcamanik belum mengabulkan permohonan penangguhan itu," ucapnya.

Pihaknya tak mengetahui alasan kepolisian yang tak mengabulkan permohonan penangguhan tersebut.

"Sampai saat ini, kami belum tahu alasan keberatan penangguhan kami. Padahal, saya sudah jelaskan bahwa klien kami umur 72 tahun dan idap penyakit diabetes, apalagi dalam kondisi (pandemi) Covid-19 ini beresiko," jelasnya. 


Penjelasan polisi soal penahanan MA

Sementara itu, Kapolsek Cileunyi Kompol Deny Rahmanto membenarkan, bahwa adanya menantu yang melaporkan mertuanya itu.

Selain itu, ia mengatakan saat ini MA dirawat di rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung.

Menurut Deny, pelaporan itu dipicu oleh pemukulan dan pengeroyokan terhadap AR.

"Yang jelas si menantu itu dikeroyok lah gitu sama si mertua, dan teman-teman mertuanya ini," kata Deny.

Dikatakannya, memang ada permohonan penangguhan dari keluarga MA, namun pihaknya masih mempertimbangkannya.

"Penangguhan ada, cuman ya kalau penangguhan nggak mungkin satu-satu. Untuk Pak Haji (MA) nya itu sendiri alamat jelas. Cuma yang teman-temannya ini nggak jelas gitu, domisilinya Aceh semua," ucapnya.

"Kita belum ada jaminan untuk teman-teman Pak Haji ini, si Pak Hajinya sendiri enggak ada masalah," lanjutnya.

Menurutnya, pihak kepolisian sejak awal sudah membuka peluang kepada kedua belah pihak untuk memusyawarahkan persoalan ini secara kekeluargaan dan damai.

Namun upaya itu tak menemui titik terang.

"Dari awal juga kita sudah membuka peluang untuk mereka lah untuk berdamai, karena bagaimana pun juga ini kan keluarga lah. Cuman dari masing-masing kedua belah pihak enggak ada titik temu," ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/30/185109078/seorang-mertua-dituduh-lakukan-pemukulan-oleh-menantunya-kini-dalam

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke