Salin Artikel

Kisah Gabriel, Sukarelawan KKO Dalam Konfrontasi RI-Malaysia, Kini Terbaring Tak Berdaya

Matanya terpaku pada langit langit seakan menerawang jauh, lalu berdiam diri sebentar untuk mengingat peristiwa perjuangan yang pernah ia lalui dulu.

Beberapa kali, ia menegaskan namanya adalah Gabriel Luly (82), seorang penunjuk jalan dan telik sandi bagi para pejuang KKO dan sukarelawan.

"Saya menjadi penunjuk jalan saat konfrontasi. Kenangan terburuk saya adalah ketika pasukan salah rute karena saya salah memberikan informasi. Kami diserang, dibombardir, suara desingan peluru dan ledakan bom di mana-mana. Kami terkepung, dan tertangkap oleh Malaysia," ujarnya menuturkan kenangan semasa perjuangannya, Kamis (30/9/2021).

Gabriel memiliki segudang pengalaman di wilayah Sabah.

Perantau asal Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, ini menjalani pelatihan militernya di Nunukan, Kalimantan Utara, dan ditugaskan untuk menyusup ke Kalabakan, Malaysia.

Ia bertugas menunjukkan lokasi kedudukan pasukan Malaysia dan arah pelarian bagi para pejuang Indonesia.

Hanya saja, gerilya yang dilakukan pasukan KKO diketahui musuh dan dikepung dari berbagai penjuru.

"Kami dihujani mortir dan masuk dalam jebakan musuh. Kami bertahan dalam hutan sampai 11 hari lamanya. Logistik perbekalan habis, tiada beras, kami hanya makan daun daun pahit dalam hutan yang bisa dimakan," tuturnya.

Pandangan Gabriel masih demikian tajam.

Setelah mengambil jeda sejenak menyelami reaksi lawan bicaranya seakan memastikan penggambaran yang dituturkan bisa dipahami, ia kembali melihat langit langit dan melanjutkan ceritanya.

Habisnya perbekalan menjadi awal petaka bagi regu pasukan yang di dalamnya termasuk Gabriel.

Mereka akhirnya ditemukan, dan langsung dibawa menggunakan helikopter ke penjara Kuching, Malaysia.

Mereka dipotret dan langsung dimasukkan penjara tanpa diadili.

Sebagai tahanan, Gabriel dan rekan seperjuangannya mendapat banyak penyiksaan.

"Kami dipukuli, mereka meminta informasi dan sering bertanya seperti apa profil Bapak Soekarno. Saat itu nama Bapak Soekarno dianggap hantu di Asia Tenggara. Pidatonya menggetarkan dunia," katanya.


Membuat tato GGKU untuk kenangan

Dalam penahanan, Gabriel yang saat itu masih sangat muda, mengaku stres dan khawatir tidak akan bebas.

Para penjaga penjara selalu memberikan pukulan dan berkata, bebas atau tidaknya pejuang Indonesia, tergantung Soekarno.

"Nasib ke depan dalam suasana pertempuran tidak ditahu, kami yang saat itu masih cukup muda memutuskan membuat kenangan dengan saling mentato lengan. Kami sebut itu tato Gerakan Gerilya Kalimantan Utara (GGKU). Saat itu Bapak Soekarno berniat mendirikan wilayah Kalimantan Utara," lanjutnya.

Tato GGKU memiliki lambang tengkorak dengan dua senapan yang terpasang bayonet berbentuk menyilang, tepat di bawah gambar tengkorak.

Gabriel menegaskan, tato tersebut adalah sebuah kebanggaan dan sebagai pengingat perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI.

"Ini bukan hanya tato, tapi perlambang persaudaraan dan kesetiaan terhadap Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa pasukan kami menjadi bagian sejarah," tegasnya.

Keinginan dan harapan Gabriel

Semangat Gabriel saat menceritakan kisah Konfrontasi begitu kontras dengan fisiknya.

Usia, membuat penyakit asam uratnya kian parah.

Sehari harinya, ia lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur rumah petak sederhananya, Jalan Sei Sembilan, Nunukan Selatan.

Gabriel selalu mengikuti informasi dan perkembangan Indonesia.

Saat sehat, ia selalu menyisihkan uang Rp 4.000 setiap harinya untuk membeli Harian Kompas.

Istri Gabriel, Marta Tuto, mengaku sering menegur suaminya dan mengatakan lebih baik untuk membeli lauk saja ketimbang koran.

"Bapak marah kalau ditegur begitu. Sudah usia segitu, masih saja selalu mau tahu berita. Tapi begitulah dia, Bapak selalu marah marah kalau membaca berita korupsi," kata Marta.

Ia melanjutkan, suaminya juga pernah dipercaya untuk menjadi awak kapal tempur.

Sejak kembali bebas dari tahanan Malaysia, Gabriel pernah mengawaki empat kapal, di antaranya ada KRI Antang dan KRI Tongkol.

"Banyak kebisaan bapak, waktu berada di kapal perang, Bapak sering ajak teman temannya dari Adonara yang di Nunukan pulang kampung," imbuhnya.

Di usia senjanya, Gabriel mengaku kecil hati karena perjuangan para pahlawan seakan tidak lagi menjadi perkara yang disakralkan saat ini.

Perlakuan pemerintah terhadap eks pejuang atau veteran seperti Gabriel Luly tak seperti dulu.


Begitu banyak kasus korupsi meraja lela yang pelakunya justru mendapat keistimewaan dalam penjara.

Sementara veteran, hanya bisa melihat pertunjukan tersebut tanpa mendapat sedikit saja perlakuan istimewa.

Saat baru bebas pada 1968, Gabriel yang menjadi eks tawanan perang diberi kehormatan tinggi.

"Kami dipanggil ke istana ditawari untuk menjadi tentara, kami diperlakukan luar biasa sampai dijamin semua keperluan. Saat ini, kami hanya hidup dari gaji veteran Rp 1.750.000. Bahkan saat kami sakit, tidak ada kami rasakan itu perhatian pemerintah," katanya.

Gabriel Luly sempat telat mengurus SK Veterannya. Setelah 18 tahun berlalu dari peristiwa Konfrontasi RI – Malaysia, ia baru mengurusnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/30/172441678/kisah-gabriel-sukarelawan-kko-dalam-konfrontasi-ri-malaysia-kini-terbaring

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke