Salin Artikel

Jatuh Bangun Perajin Manisan Legendaris Cianjur di Tengah Pandemi

Hal tersebut yang juga dirasakan Nyai Komariah (48), seorang perajin manisan paladang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Nyai bahkan terpaksa harus merumahkan setengah dari karyawannya yang berjumlah delapan orang itu, karena usahanya lesu. 

Ibu yang memiliki tiga anak ini mengakui bahwa situasi pandemi merupakan ujian terberat bagi keberlangsungan usahanya yang sudah dirintis sejak 10 tahun lalu.

“Dulu mah omzet bisa Rp 30 juta per bulan. Tapi, sejak pandemi, sempat nyaris tidak produksi sama sekali, pembelinya pada enggak ada," kata Nyai kepada Kompas.com, Sabtu (25/9/2021).

Supaya usahanya tetap jalan dan berpenghasilan, Nyai pun merambah produk lain, seperti wajik, dodol, dan keripik pisang.

Alhasil, kendati tertatih-tatih, usaha warga Kampung Sadamaya Kidul, Desa Peuteuycondong, Cibeber, ini mampu bertahan hingga kini.

“Alhamdulilah, pelan-pelan mulai stabil lagi. Sudah sebulan terakhir ini bisa produksi 100 bungkus sehari,” ujar dia.

Makanan khas nan legendaris

Bagi masyarakat Cianjur, manisan paladang sudah tidak asing lagi, karena merupakan makanan legendaris yang diwariskan secara turun-temurun.

Awalnya, manisan yang terbuat dari perpaduan buah pala dan gedang (sebutan pepaya dalam bahasa Sunda) ini khusus diproduksi sebagai suguhan wajib hari raya atau momen spesial seperti perkawinan.

Namun, kini dijadikan buah tangan atau oleh-oleh.

Rasanya yang manis dan asam membuat manisan paladang cocok sebagai teman perjalanan.

"Biasa dijadikan camilan untuk menangkal rasa mual di perjalanan, karena rasanya yang segar,” ucap Nyai.

Nyai menuturkan, keahliannya membuat manisan paladang didapat dari ibunya.

Adapun proses pembuatannya terbilang mudah dan sederhana.

Parutan buah pala dan gedang atau pepaya muda dicampur dengan tambahan pewarna makanan.

Olahan kemudian dimasak hingga matang, lantas dbentuk sebesar biji kelereng.

Selanjutnya, biji-biji paladang dimasukkan ke dalam gula pasir, dan diaduk hingga merata.

"Selain sebagai pemanis rasa, gula pasir juga sebagai pemanis tampilan," kata Nyai.

Proses terakhir, manisan paladang dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.

Setelah didiamkan beberapa saat, manisan paladang pun siap dikemas.

Pengembangan usaha

Nyai menyebutkan, manisan paladang buatannya selama ini dipasok ke sejumlah toko manisan maupun pusat jajanan oleh-oleh di Cianjur dan kawasan Puncak.

Ia mengemas produknya itu dalam toples dan plastik dengan ukuran berat 150-200 gram.

"Untuk harganya ada yang Rp 10.000 dan Rp 15.000, tergantung kemasannya itu," kata Nyai.

Ia berharap, pandemi segera berakhir agar kondisi perekonomian pulih, dan daya beli masyarakat kembali meningkat.

Nyai pun bertekad mempertahankan usahanya, dan bisa terus berkembang agar bisa lebih banyak lagi memberdayakan warga sekitar.

"Keinginan saya terdekat ini bisa mempekerjakan lagi pegawai yang sebelumnya terpaksa saya rumahkan itu," ujar Nyai.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/27/070305178/jatuh-bangun-perajin-manisan-legendaris-cianjur-di-tengah-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke