MBAY, KOMPAS.com – Suasana di Desa Rendu Butowe, Kecamatan Asesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, NTT, pada Sabtu (25/9/2021), berbeda dari hari-hari sebelumnya.
Hari-hari sebelumnya, masyarakat adat khusus para pria yang mengadang petugas dari Balai wilayah Sungai Nusa Tenggara II dan aparat kepolisian menuju lokasi pembangunan Waduk Lambo.
Sabtu siang, sudah berbeda. Yang mengadang para petugas dan aparat kepolisian bukan lagi para pria, tetapi ibu-ibu.
Ibu-ibu yang berjumlah 15 orang tersebut mengadang dengan cara duduk di tengah jalan, sehingga kendaraan milik petugas dan aparat tidak bisa melintas.
Terik matahari mereka tak hiraukan, demi mempertahankan tanah leluhur mereka di Lowo Se.
Siti, perwakilan ibu-ibu tersebut mengungkapkan, dirinya bersama yang lain mengadang karena masyarakat tidak mengizinkan tanah di Lowo Se untuk dijadikan lokasi pembangunan Waduk Lambo.
“Kami tidak mau ada pengukuran dan bentuk kegiatan apa pun di Lowo Se, kami tidak mau. Tidak boleh ada pengukuran. Kami adang petugas untuk tidak boleh lakukan pengukuran,” tegas mama Siti kepada awak media, Sabtu siang.
Dia mengatakan, masyarakat setempat sebenarnya tidak menolak pembangunan Waduk Lambo.
“Lokasi alternatif itu ada di jalur yang sama yakni di Malawaka dan Lowopebhu. Kami minta itu. Lokasinya dimundur. Jika mundur berarti dampaknya tidak kena di kami,” ujar dia.
"Kami minta Bapak Presiden Jokowi dengar suara masyarakat. Kami tidak menolak pembangunan waduk ini," tambahnya.
Wakil Ketua Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo Willibordus Ou menegaskan, hingga kini masalah lahan belum ada kesepakatan yang jelas.
Namun, anehnya, tim Appraisal dan BWS NT II turun ke lapangan untuk cek lokasi.
Masyarakat, lanjut dia, bukan menolak pembangunan waduk, bukan anti pembangunan, tetapi relokasi pembangunan waduk.
“Pemda Nagekeo dan BWS sudah menipu Pemerintah Pusat dan masyarakat Kabupaten Nagekeo. Jangan dulu percaya dulu karena masih terjadi polemik di masyarakat dan jangan paksakan untuk turun ke lapangan. Untuk apa melihat lokasi jika dilarang oleh masyarakat. Lalu kenapa membawa aparat kepolisian dengan senjata lengkap? Maksudnya apa? Apakah ingin menekan dan menakut-nakuti masyarakat?” tanya Wilibrodus.
Ia mengatakan, suara masyarakat sejak awal sudah pernah disampaikan ke DPRD dan Bupati, tetapi tidak pernah mau didengar. Mereka selalu menghindar untuk berdiskusi.
“Momen seperti apa lagi yang diinginkan karena sejak 2016 selalu menghindar dan saat ini ada kesan bahwa pelaksanaan proyek ini dipaksakan. Masyarakat sudah ada niat baik dengan menerima pembangunan waduk, tetapi Pemda yang tidak pernah mau mendengar aspirasi dari masyarakat,” katanya.
Sementara itu, tim Appraisal Menggala mengatakan, pihaknya harus melihat dulu dan mengecek kondisi di lapangan.
“Jika ada keberatan, silahkan disampaikan dalam forum dan musyawarah,” katanya.
Ia menjelaskan, keterlibatan aparat kepolisian di lokasi hanya untuk menjaga keamanan, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat.
https://regional.kompas.com/read/2021/09/26/123236478/masyarakat-adat-minta-lokasi-pembangunan-waduk-lambo-direlokasi