Salin Artikel

Cerita Pencari Suaka Asal Afghanistan, Stres 8 Tahun Hanya Makan Tidur dan Coba Bunuh Diri

Salah satu pencari suaka, Ali Akbar (24), asal Ghazni, Afghanistan, bercerita bahwa ia tiba di Indonesia sejak tahun 2013. 

Ia akhirnya tiba di Batam untuk kemudian ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi, Sekupang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). 

Selama menjalani hari-harinya sejak 2013-2021, ia mengaku sempat stres dan mencoba mengambil jalan pintas dengan bunuh diri.

"Hanya makan dan tidur, itu membuat saya stres karena delapan tahun terakhir ini saja aktivitas saya di Batam," kata Ali melalui telepon kepada Kompas.com, Kamis (23/8/2021).

Menunggu janji UNHCR untuk masuk Australia

Tidak hanya itu, Ali juga mengakui bahwa secara pribadi dia sendiri juga telah dua kali melakukan percobaan bunuh diri.

Beruntungnya, kedua percobaan tersebut berhasil diketahui oleh rekannya sesama pengungsi yang bertahan di Rumah Detensi Sekupang.

"Terakhir saya meminum cairan sabun, tapi diketahui oleh teman-teman lain dan dibawa ke rumah sakit," cerita Ali.

Pengakuannya bukan tanpa alasan, di mana para pencari suaka ini masih menunggu janji UN Refugee Agency (UNHCR), yang akan mengurus kewarganegaraan baru bagi mereka.

Dalam perjanjian tersebut, para pencari suaka ini hanya minta untuk difasilitasi agar dapat masuk ke empat negara, yakni Australia, Kanada, Amerika, dan Selandia Baru.

"Karena kami ingin memulai lagi kehidupan kami di negara tersebut. Sampai sekarang janji tersebut tidak dapat terealisasi," papar Ali.

Walau berada di pengungsian, para pencari suaka ini diberikan uang konsumsi dan tempat tinggal.

Namun, menurut mereka, hal ini tidak dapat mencegah kebosanan dalam menjalani kesehariannya.

"Kami tidak bisa bekerja atau melakukan apa pun selama di Batam. Anak-anak juga tidak bisa mengenyam pendidikan," terang Ali.


Tingkat stres pencari suaka sangat tinggi

Hal senada diungkapkan Ishak. Dia menyebutkan, tingkat stres yang saat ini melanda para pencari suaka di Batam telah menyebabkan kematian pada salah satu teman sekamarnya.

"Teman saya bernama Abbas Mohammady, seorang imigran asal Afghanistan yang ditemukan tewas tergantung di taman Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), Sekupang, Minggu (30/9/2018)," kata Ishak.

"Masih teringat sampai sekarang karena dia teman sekamar saya. Pagi saya bangun, dia sudah tidak ada di kasurnya," tambah Ishak.

Selama berada di pengungsian, pihaknya mengaku dalam sebulan rutin berkomunikasi baik dengan perwakilan UNHCR dan IOM di Indonesia, walau hal ini diakuinya juga tidak membawa dampak apa pun.

"Sebulan kami bisa dua kali komunikasi ke mereka dan selalu bertanya mengenai janji menuju negara ketiga, tapi sampai saat ini masih sama saja," terang Ishak.

DPRD Batam peringatkan dampak sosial pengungsi Afghanistan

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Batam Budi Mardianto juga menyampaikan ketakutannya mengenai dampak sosial yang mungkin saja dapat ditimbulkan dari stres yang dialami oleh para pencari suaka di Batam.

Hal ini jugalah yang menjadi salah satu alasannya menerima perwakilan aksi unjuk rasa yang dilakukan pencari suaka kemarin di DPRD Batam.

"Ini juga masalah kemanusiaan. Jangan sampai tingkat stres mereka malah menimbulkan dampak negatif ke masyarakat. Kita tidak ingin mendengar kalau mereka nantinya malah menjadi pelaku tindak kejahatan di Batam," kata Budi.

Untuk itu, dalam waktu dekat Komisi I DPRD Batam merencanakan pertemuan dengan para perwakilan IOM dan UNHCR di Indonesia.

Demikian juga dengan perwakilan Imigrasi yang berwenang dalam pengawasan di Rumah Detensi Sekupang.

"Karena kami juga baru tahu kalau pengungsi di sana itu dalam pengawasan Imigrasi Tanjungpinang bukan Batam," papar Budi.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/23/124755478/cerita-pencari-suaka-asal-afghanistan-stres-8-tahun-hanya-makan-tidur-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke