Salin Artikel

Cerita Wasit Berlisensi C2 Rela Dibayar Rp 50.000 demi Pengobatan Anak

Namun siapa sangka, dia menderita penyakit Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) atau penyakit yang menyebabkan tubuh mudah memar atau berdarah, karena rendahnya jumlah sel keping darah.

Selain itu, dia juga divonis menderita Sindrom Mielodisplasia (MDS) atau kelainan yang disebabkan oleh sel darah yang tidak terbentuk sempurna.

Salis adalah anak pertama Siswantoro (44) dan Komasolata (42), warga RT 1/RW 5 Sejambu Kesongo Tuntang Kabupaten Semarang. Dia diketahui menderita penyakit tersebut saat TK.

"Saat itu, dia tiba-tiba pilek dan mimisan, lalu di tubuhnya ada lebam-lebam. Di tubuhnya juga ada gejala seperti demam berdarah," jelasnya saat ditemui, Rabu (15/9/2021).

Dengan kondisi tersebut, Salis dibawa ke klinik.

Namun dari klinik menyarankan Salis agar dirawat di RSPAW Salatiga karena alat-alatnya lebih lengkap.

"Dari pemeriksaan diketahui dia mengidap ITP itu," papar Siswantoro.

Setelah menjalani perawatan beberapa waktu, dia disarankan membawa anaknya untuk berobat di dr. Bambang yang berada di Semarang.

"Di dr. Bambang juga mengatakan Salis kena ITP. Beliau mengatakan, tidak usah takut dan risau karena ini akan dirawat di RSUP. Kariadi. Pukul 10 malam, saya mengurus administrasi termasuk dengan Jamkesda. Perawatan pertama itu kurang lebih satu minggu," ungkapnya.


Siswantoro mengatakan, dia juga diminta menjaga kondisi anaknya.

Karena dengan sakitnya tersebut, Salis menjadi mudah sakit dan harus menjalani tranfusi darah minimal satu bulan sekali sebanyak delapan kantong.

"Selain itu juga menjaga agar Salis tidak banyak pikiran, tidak boleh lelah, dan makannya juga dijaga. Kalau salah-salah, bisa drop dan gusinya berdarah," paparnya.

Karena tidak boleh banyak pikiran, Salis pun berhenti sekolah saat kelas 1 SD.

"Pernah nekat sekolah satu minggu, malah dirawatnya dua minggu di rumah sakit. Akhirnya stop sekolah dan di rumah saja," kata Siswantoro.

Dikatakan, kondisi saat ini terasa berat karena dia kehilangan pekerjaan.

"Dulu saya kerja di rental sound dan tenda, tapi selama pandemi Covid-19 ya tidak ada order. Ibunya juga tidak kerja karena harus menjaga Salis setiap waktu, juga memantau ya," kata Siswantoro.

Saat ini, dia hanya mengandalkan pendapatan dari upah menjadi wasit pertandingan sepakbola.

"Sekali pertandingan bisa dapat Rp 50.000, tapi juga tidak tentu karena tergantung yang mengundang. Tapi tidak masalah, yang penting ada pemasukan," ujarnya.

Dia mengungkapkan menjadi wasit dilakoninya dengan sepenuh hati karena merupakan hobinya sedari muda memang sepakbola.

"Mau jadi pemain profesional tidak mungkin, jadinya wasit saja. Untuk hiburan saya, sekaligus masyarakat yang menonton," kata Siswantoro.

Saat ini, dia memiliki lisensi wasit C2 sehingga boleh memimpin pertandingan hingga tingkat provinsi.

"Semoga pertandingan liga segera diputar dan saya ada pemasukan yang lebih baik. Kalau ada kesempatan, saya juga ingin ikut pelatihan untuk meningkatkan lisensi, tapi terpenting fokus saya kepada Salis dulu," kata Siswantoro.

Meski begitu, Siswantoro mengakui kendala terbesarnya adalah dia tidak memiliki sepeda motor.

"Saya jual dua bulan lalu, karena waktu itu memang butuh untuk perawatan Salis. Jadi ya saya jalan ke lapangan, jaraknya yang terjauh sekitar 15 kilometer," papar wasit lisensi C2 ini.

Begitu juga jika akan mengantar Salis berobat ke RSUP. Kariadi, dia menggunakan jasa mobil carteran.

"Sekali berangkat minimal butuh Rp 200.000, ya saya usahakan ada uang karena kondisi Salis tidak bisa diprediksi. Kalau drop harus segera dirawat," kata Siswantoro.


Meski saat ini kondisi keuangannya sangat berat, Siswantoro menegaskan tidak akan berhutang ke bank atau orang lain.

Alasannya, dia tidak bekerja sehingga tidak ada jaminan waktu pembayaran.

"Saya minta tolong saja, kalau hutang takut memberatkan dan silaturahmi jadi rusak, malah jadi beban," tegasnya.

Siswantoro berharap ikhtiarnya untuk kesembuhan Salis mendapat hasil yang menggembirakan.

"Saya terus berusaha karena Salis juga semangatnya untuk sembuh sangat luar biasa," jelas dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/15/150756178/cerita-wasit-berlisensi-c2-rela-dibayar-rp-50000-demi-pengobatan-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke