Salin Artikel

Pemakaman, Tanah Kuburan, hingga Masjid Pun Dikorupsi

ANTARA Malang di timur Pulau Jawa dan Palembang di selatan Pulau Sumatera, titik tengahnya bisa jadi berada di Ogan Komering Ulu. Sepertinya ada persamaan yang hakiki dari di tiga daerah itu: gairah menilap uang.

Di Malang insentif honor penggali kubur untuk jenazah korban Covid dipalak. Di Ogan Komering Ulu ada kasus permainan harga tanah untuk lokasi pemakaman. Sementara, di Palembang, dana pembangunan masjid dijarah untuk para pejabat.

Lengkap sudah, dari urusan gali kubur, tanah makam, hingga masjid pun dikorupsi secara terang benderang tanpa rasa malu.

Kasus di Kota Malang mencuat ramai usai dana insentif penggali kubur jenazah Covid-19 yang diterima oleh para penggali makam tidak utuh.

Dari Rp 750 ribu per pemakaman yang seharusnya diterima penggali kubur, petugas yang menyalurkan diduga mengutip sebesar Rp 200 ribu. Alasannya untuk atasan petugas dan uang bensin (Kompas.com, 6 September 2021).

Dari pengakuan penggali kubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pandanwangi, Malang, uang insentif dua kali pemakaman yang seharusnya diterima Rp 1,5 juta, hanya diterima Rp 1,1 juta. 

Selama 2020, para penggali kubur hanya menerima tiga kali insentif dari 35 kali penggalian kubur jenazah Covid.

Dana insentif yang sudah terpotong ini dipakai para penggali kubur untuk membeli alat-alat gali kubur.

Aksi tilap menilap ini tidak hanya terjadi di satu lokasi TPU tetapi juga di sejumlah TPU lain. Penggali kubur TPU Plaosan mengalami hal yang serupa. Dari 11 kali menggali kubur jenazah Covid, mereka hanya menerima insentif tiga kali.

Seperti biasa, usai kasus ini viral barulah pejabat sibuk berkilah. Walikota Malang Sutiaji tidak memungkiri adanya dugaan penggelapan insentif penggali kubur di Kota Malang.

Pengakuannya, insentif untuk periode sebelum Mei 2021 telah dicairkan oleh pemerintah. Sedangkan dana insentif periode setelah Mei 2021, memang belum bisa diuangkan karena kendala administrasi surat pertanggungjawaban.

Pemerintah Kota Malang, kata Sutiaji,  sudah melakukan audit internal terkait dugaan penggelapan uang insentif penggali kubur (Kompas.com, 6 September 2021).

Kasus ini masih dalam proses penyelidikan, sementara para penggali kubur sudah menanggung risiko tinggi dan lelah yang luar biasa dari memakamkan jenazah Covid-19.

Besaran uang yang ditilap ini sungguh memprihatinkan. Pada 2020 saja ada 35 pemakaman. Sementara yang diterima hanya 3 kali. Di Kota Malang ada 9 TPU yang jadi lokasi pemakaman jenazah Covid-19. Nilai uang yang ditilap sangat berarti bagi para penggali kubur.

Data resmi pantauan Covid-19 Kota Malang hingga 7 September 2021, tercatat ada 1.100 jiwa yang wafat karena terpapar Covid sepanjang pandemi merebak (Covid19.malangkota.go.id).

Angka kematian yang lebih besar ditunjukkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Pemakaman Umum Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Malang. Ada 2.056 warga Kota Malang yang meninggal dan dimakamkan sesuai protokol kesehatan Covid-19. Catatan kematian pasien Covid-19 ini terhitung sejak April 2020 sampai 21 Juli 2021 (Tempo.co, 27 Juli 2021).

Kota Malang sempat diduga kuat mempermainkan data suspect, data positif maupun angka meninggal karena Covid. Bahkan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melakukan kunjungan ke Kota Malang (13/09/2021) dan meminta daerah tidak mempermainkan data.

Luhut meminta lonjakan angka Covid baik besar maupun kecil tidak boleh ada yang ditutupi. Semuanya harus disampaikan apa adanya. Luhut sengaja mengawasi Malang karena ada angka Covid yang tidak wajar (Suaramalang.id, 15 Agustus 2021)

Permainan data diduga dilakukan sebagai upaya pemerintah kota dan daerah agar wilayahnya tidak digolongkan dalam level 4 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Keterlambatan input data perkembangan harian bisa juga menyebabkan angka-angka yang tidak wajar. Pada 18, 19, 20, 21 Juli 2021, saat PPKM darurat diberlakukan, Kota Malang mencatatkan angka nol kematian harian (Tempo.com, 27 Juli 2021).

Catatan itu dipandang mencurigakan mengingat kondisi rumah sakit saat itu sudah tidak mampu lagi menampung pasien yang terpapar Covid. Kegiatan penguburan di beberapa TPU Kota Malang juga tidak pernah sepi.

Pemkok Malang harus menuntaskan kasus ini. Jika ada kesungguhan, tidak sulit mengungkap kasus ini. 

Tanah kuburan di Ogan Komering Ulu

Jika di Malang yang digarong adalah dana insentif penggali kuburan, di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan,  justru lahan kuburan yang jadi sasaran.

Wakil Bupati non-aktif OKU Johan Anuar terbukti melakukan korupsi lahan kuburan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 5,7 miliar. Ia divonis hukuman 8 tahun penjara pada Mei 2021 (Kompas.com, 04/05/2021).

Meski vonis baru dijatuhkan tahun ini, Kasus Johan sebenarnya sudah lama bergulir. Ia melakukan korupsi pengadaan lahan kuburan seluas 10 hektar di Kabupaten OKU pada 2013 lalu dengan menggunakan anggaran APBD OKU sebesar Rp 5,7 miliar. Modusnya menaikkan nilai jual objek pajak (NJOP). Dari total anggaran tersebut, Johan diduga menerima uang sebesar Rp 3,2 miliar.

Kasus tanah kuburan tersebut menyedot perhatian publik karena Johan maju di pemilihan kepala daerah (Pilkada) OKU pada 2020 dengan status hukum sebagai tersangka korupsi.

Setelah terpilih, ia masih menyandang status tersangka. Johan sempat sendirian memimpin OKU dari sel penjara karena bupati terpilih meninggal terpapar Covid.

Masjid pun jadi sasaran korupsi

Kisah korupsi berikutnya adalah soal mangkraknya pembangunan Masjid Sriwijaya di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Kisah ini tidak kalah hebohnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga Dewan Penasehat Pembangunan Masjid Sriwijaya Profesor Jimly Asshiddiqie dan Mantan Gubernur Sumatera Selatan dua periode Alex Noerdin sempat diperiksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.

Mereka berdua dianggap mengetahui silang sengkarut pembangunan tempat ibadah tersebut. Kasus ini menyeret beberapa pihak termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan Mukti Sulaiman sebagai tersangka. Menurut dakwaan jaksa, ada aliran dana ke “orang-orang penting”.

Alex Noerdin disebut menerima aliran dana Rp 2,343 miliar dan Rp 300 juta untuk operasional helikopter saat menjabat sebagai orang nomor satu di Sumatera Selatan.

Padahal, masjid yang dibangun di atas lahan seluas 20 hektar itu menggunakan dana Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah (APBD). Total dana yang telah dikeluarkan sebesar Rp 130 miliar. Hasilnya, mangkrak (Kompas.com, 29 Juli 2021).

Kejanggalan lain yang terungkap dari persidangan para tersangka kasus pembangunan masjid ini terang benderang. Misalnya, proposal pembangunan masjid baru dibuat di 2015 sementara proposal pengajuan pembangunan masjid sudah dimasukkan di anggaran tahun 2014 sebelum dicairkan pada tahun 2015 (Kompas.com, 7 September 2021).

Sementara salah satu tersangka lain, mantan Pelaksana Tugas Kepala Biro Kesejahteraan Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan Ahmad Nasuhi “mendadak” hilang ingatan setelah menjalani operasi otak di Singapura.

Semula Ahmad mengeluh adanya penyumbatan cairan di bagian otaknya. Padahal, dari Ahmad Nasuhi inilah kasus pembangunan masjid bisa diurai dan dijabarkan dengan keterkaitan para pihak (Kompas.com, 20 Agustus 2021).

Dengan melihat jalannya persidangan dan lambatnya penangangan kasus, sepertinya sulit berharap aktor-aktor yang terilbat dalam penggarongan uang negara ini akan terungkap.

Mengikuti kisah korupsi pembangunan masjid ini saya teringat lagu ciptaan Robby Satria yang dinyanyikan Geisha, "Lumpuhkan Ingatanku". Lirik lagu ini terasa begitu sesuai. Izinkan saya sedikit memodifikasi liriknya. 

Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang kasus
Hapuskan memoriku tentang korupsi

Dari kasus penilapan dana insentif penggali kubur di Malang, mark up lahan pekuburan di OKU serta kongkalingkong pembangunan Masjid Sriwijaya, kita bisa memaknai betapa bahaya korupsi sudah memasuki spektrum yang sangat luar biasa.

Para pelaku sudah tidak punya rasa malu ketika honor insentif penggali kubur diembat, lahan kuburan dipermainkan, dan pembangunan masjid diakali. Cara, modus, dan keberanian korupsi sungguh di luar nalar.

Korupsi di negeri ini begitu sistemik dan kronis. Pelakunya tidak hanya individu, tapi juga melibatkan lembaga sehingga sulit pembuktiannya.

Ibarat kanker, sudah stadium empat. Sulit disembuhkan, baik secara medis maupun pengobatan alternatif. 

Slogan "katakan tidak pada korupsi" harus menjadi tekad yang nyata. Katakan tidak pada korupsi walau kesempatan itu ada di depan mata. 

 

https://regional.kompas.com/read/2021/09/09/13370031/pemakaman-tanah-kuburan-hingga-masjid-pun-dikorupsi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke