Salin Artikel

Permintaan Pasar Tinggi, Alpukat Pameling Dikembangkan Jadi Komoditas Ekspor Kabupaten Malang

Alpukat pameling merupakat varietas buah asli Malang, yakni di Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang. Semula alpukat itu diberi nama alpukat arjuno.

Kemudian pada tahun 2015, Rendra Kresna, Bupati Malang saat itu memberinya nama alpukat pameling.

Bupati Malang, Sanusi mengatakan, selain di Kecamatan Lawang yang menjadi tempat asli tanaman itu, pihaknya juga sudah mengambangkannya di Kecamatan Wajak.

Di kecamatan itu, terdapat sekitar 50 hektar lahan warga yang sudah ditanami alpukat pameling.

"Umurnya sudah dua tahun. Tahun ketiga sudah siap panen. Panen pertama nanti Pak Presiden mau hadir juga," kata Sanusi di Kebun Alpukat Pameling Raja Nusantara di Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang pada Sabtu (4/9/2021).

Sanusi mengatakan, tanaman itu akan produktif berbuah setelah berusia tiga tahun.

Ukuran alpukat pameling lebih besar dari alpukat biasanya. Varietas itu juga tidak mengenal musim.

Sekali panen, satu pohon bisa menghasilkan 400 kilogram buah alpukat.

"Satu pohon bisa Rp 6 juta panen pertama. Dengan produksi 400 kilogram dengan harga Rp 15.000. Tapi sekarang harganya sekitar Rp 30.000," katanya.

Sanusi mengatakan, jika permintaan alpukat tetap tinggi, terutama untuk komoditas ekspor, masih banyak lahan warga yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman itu.

"Tergantung nanti nilai ekonominya. Kalau nilai ekonominya tinggi, sekitar 75.000 hektar itu bisa beralih ke situ nanti yang sekarang tanaman tidak menentu," katanya.


Permintaan pasar tinggi

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Makmur, Dadang Pramudya mengatakan, warga di Kecamatan Lawang sudah menanam alpukat pameling sejak tahun 2016.

Namun, warga masih kesulitan menemukan pasarnya.

"Dulu petani menjual hanya sekadarnya. Sekarang lebih dari itu, bisa ekspor dan diolah," katanya.

Karena permintaan pasar yang tinggi, banyak warga yang ikut menanam varietas unggulan itu.

"Dulu kami khawatir mau dijual kemana. Sekarang antusias karena sakarang sekilo (per kilogram) bisa Rp 30.000 lebih. Sekarang berbondong-bondong menanam," katanya.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengaku sudah mendengar ada varietas alpukat pameling sejak awal tahun yang lalu.

Dia berharap, akan terbangun ekosistem pengelolaan hasil pertanian sehingga alpukat itu tidak hanya dijual dalam bentuk buahnya, melainkan juga dalam bentuk hasil olahannya yang secara ekonomi nilai lebih tinggi.

"Sebenarnya bisa menjadi contoh untuk program optimalisasi kelompok petani yang akan menjadi satu ekosistem dalam pengembangan produk pertanian yang akan kami kembangkan bagaimana prosesingnya. Selain ini dijual alpukat untuk dimakan, tapi ini pasti ada ruang untuk proses menjadi second product yang lebih bisa menyerap tenaga kerja yang nanti akan dihubungankan dengan ekosistem ekspor," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/05/134857278/permintaan-pasar-tinggi-alpukat-pameling-dikembangkan-jadi-komoditas-ekspor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke