Salin Artikel

Cerita Kakek 75 Tahun Adang Alat Berat Proyek Mandalika, Merasa Tak Pernah Jual 12 Hektar Tanahnya ke ITDC

Amaq Mae melakukan pengadangan  bersama keponakannya yang bernama Sali. Namun saat pengadangan terjadi, Sali ditangkap oleh polisi.

"Si Sali anak saudara saya, dia kasihan liat saya saat mengadang alat berat terus dicegat petugas, dia ikut membantu pengadangan, tapi dia digeret sama polisi," kata Mae ditemui Kompas.com, Selasa (31/8/2021).

Merasa tak pernah jual tanahnya ke ITDC

Mae bercerita ia nekat melakukan pengadangan sebagai bentuk protes karena tak pernah menjual tanahnya ke Indonesia Tourism Development Corporition (ITDC) selaku pengembang kawasan sirkuit MotoGP Mandalika.

Dia mengaku menguasai lahan ini sejak awal saat wilayah masih berupa hutan pada tahun 1967, sebelum masuknya ITDC.

"Dulu istilahnya ngagum, jadi kita yang buka lahan ini yang awalnya hutan, itu pada tahun 67, dulu belum ada namanya ITDC," ujarnya.

Mae menyampaikan, ia memiliki lahan 12 hektar yang biasanya setiap tahun dia tanam kacang-kacangan, kemiri dan pohon kelapa.

Dari tanah yang dikuasainya, Mae mempunyai surat bukti, surat tanda pembayaran pajak berupa pipil.

"Kami mencoba mengadang alat berat karena saya merasa tanah ini belum saya jual ke pada ITDC. Terus kami juga berbenturan dengan petugas, namun apalah kita ini cuma rakyat, tetap kalah," kata Mae.

Mae mengatakan ia tidak ingin menggugat ke pengadilan seperti yang disarankan ITDC atas penguasaan tanah di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

"Kok kita diminta ke pengadilan, menurut saya yang seharusnya menggugat itu ya ITDC, karena mereka yang mengklaim tanah kita, bukan kita yang mengklaim tanah mereka," kata Mae.

Sejumlah warga lain juga mengalami nasib serupa seperti Mae yakni Adiwijaya yang mempunyai lahan 1 hektar, Nakum 2,5 hektar dan Syukur 18 are.

"Sudah (dibebaskan) langsung kemarin malam," kata Kapolsek Pujut Iptu Abdurrahman mmelalui pesan singkat, Rabu (1/9/2021).

Semnetara itu Kapolres Lombok Tengah AKBP Hery Indra Cahyono mengaku tetap menerapkan pendekatan yang humanis untuk menangani konflik warga di sekitar Sirkuit MotoGP Mandalika.

"Tapi kita tetap lakukan pendekatan dan penjelasan secara humanis, dan ini terbukti bahwasanya kondisi pembangunan tetap berjalan aman dan kondusif," kata Herry di halaman Mapolres Lombok Tengah.

Hari mengatakan penolakan dari warga bisa saja kembali terjadi. Untuk itu ia menugaskan satu pleton personel kepolisian utnuk berjaga di proyek pembangunan KEK Mandalika.

"Memang kalau ada perlawanan-perlawanan tersebut, kita tidak bisa memungkiri, mungkin masih ada klaim warga," kata Herry.

Ia mengatakan tindakan yang dilakukan polisi di lapangan hanya bertujuan untuk pengamanan.

Managing Director The Mandalika Bram Subiandoro mengucapakan rasa terima kasih pada warga yang dengan sukarela telah pindah di atas HPL ITDC untuk pembangunan sirkuit MotoGP.

“Kami mengapresiasi warga yang dengan sadar mengakui bahwa telah menempati lahan yang masuk HPL ITDC dan bersedia untuk pindah dan membongkar rumahnya secara mandiri," kata Bram dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/8/2021).

Bram juga menyampaikan rasa syukur kegiatan relokasi mandiri tersebut dapat berjalan baik dan lancar tanpa ada gangguan.

"Semua ini tidak terlepas dari pendekatan humanis dan sosial yang kami lakukan secara konsisten serta pengertian dari warga yang menempati lahan ini," kata Bram.

"Kami percaya dengan pendekatan humanis yang melibatkan pihak-pihak terkait serta solusi yang telah kami siapkan, permasalahan warga yang masih tinggal dan menempati lahan yang masuk dalam HPL ITDC dapat segera selesai,” imbuh Bram.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Idham Khalid | Editor : Pythag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2021/09/02/123300278/cerita-kakek-75-tahun-adang-alat-berat-proyek-mandalika-merasa-tak-pernah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke