Salin Artikel

Dokter Intan Andaru, Sastrawan Perempuan yang Menulis Novel tentang Halmahera hingga Papua

Di tengah kesibukannya menempuh Program Pendidikan Spesialis Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, ia juga aktif menulis karya sastra.

Dikutip dari unair.ac.id, banyak novel yang ditulis dokter Intan yakni Perempuan Bersampur Merah (2019), Kami yang Tersesat pada Seribu Pulau (2018), 33 Senja di Halmahera(2017), Teman Hidup (2017), dan Namamu dalam Doaku(2015)

Sebagian besar karya dokter Intan yang terinspirasi dari fenomena yang diamatinya saat bertugas sebagai dokter di kawasan terpencil di Halmahera Selatan dan Papua.

Karya-karyanya dikenal khas menceritakan sosio-kultural yang dikemas apik dengan sentuhan roman.

Saat di Halmahera Selatan, dia melihat rendahnya literasi masyarakat.

Kecintaannya terhadap literasi membuatnya mendirikan komunitas RAK KACA (Gerakan Suka Membaca) dan rumah baca di Halmahera Selatan.

Berbagai pengalaman disana, dia ceritakan dalam salah satu bukunya.

“Semua kisah cerita tertuang dalam buku berjudul 33 Senja di Halmahera,” ungkap perempuan kelahiran Banyuwangi, 20 Februari 1990.

Dokter Intan mengaku tidak pernah terbayang karya-karyanya banyak diminati baik masyarakat umum.

Bahkan karya terbarunya Perempuan Bersampur Merah banyak menjadi kajian penelitian. Setidaknya sudah ada 10 artikel penelitian yang menelitinya.

Ia mengatakan bagian yang terpenting bukanlah berapa banyak buku yang terjual, tapi bagaimana gagasan kita sampai kepada pembaca.

Berkat karyanya, dokter Intan terpilih untuk mengikuti Residensi Penulis ASEAN-Jepang dengan karyanya yang memperkenalkan sosio–kultur Indonesia pada 2017.

Setahun setelahnya, dia masuk dalam Penerima Hibah Perempuan Pelaku Kebudayaan di Bidang Sastra Cipta Media Ekspresi.

Dan tahun 2021 ini, dengan cerpen-cerpen tentang eksploitasi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam di Papua, dia memenangkan Juara III Festival Sastra Universitas Gajah Mada dan terpilih sebagai Penulis Emerging Indonesia Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2021.

Ia mengaku meskipun sejak SD memiliki hobi menulis, pengasahan terhadap kemampuan menulis mulai intens dilakukan saat mahasiswa.

“Pilihlah sesuatu bidang yang membuat bahagia, belajar setinggi-tingginya, dan tekuni hingga menjadi seseorang yang ahli di bidangnya,” kata dokter Intan.

Saat ini target selanjutnya menerbitkan novel yang pernah ia tulis selama berada di Papua dan target paling penting adalah bisa lulus tepat waktu menjadi dokter spesialis urologi.

Ditemani kawan yang merupakan relawan gereja, ia membawa obat-obatan standar, stetoskop, serta timbangan.

"Teman saya itu bukan dokter, tapi saya suruh membantu dengan menumbuk puyer," ujarnya ketika ditemui di kediamannya daerah Manyar, Surabaya, Sabtu (12/1/2019).

"Kalau berkunjung ke distrik memang saya seringnya blusukan, jadi meskipun seorang dokter, pakainya baju santai seperti ini. Tidak enak rasanya kalau pakai jas, jas dipakai saat di rumah sakit saja," tuturnya.

Intan mengatakan, awalnya ia hanya ingin berkunjung ke Asmat untuk melakukan riset terkait buku barunya.

Dalam buku tersebut, Intan ingin membahas tentang isu-isu kesehatan, utamanya bagi perempuan Asmat.

Menurut penerima Hibah Perempuan Pekerja Seni Cipta Media Ekspresi 2018 itu, sudah banyak penulis yang menceritakan Asmat dari sisi sosial maupun HAM. Namun jarang yang menulis tentang soal kesehatan di Asmat.

"Tetapi sepertinya ini keuntungan saya sebagai seorang dokter, karena saya jadi bisa mengangkat cerita dari bidang kesehatan. Dokter jadi penulis kan juga jarang, jadi ya saya ingin mengangkat dari sisi tersebut," jelasnya.

Ia bercerita pernah bertemu seorang pria Asmat yang meyakini jika sudah sekali mengunjungi Asmat, pasti akan kembali lagi.

Hal tersebut terbukti. Dokter Intan kembali ke Asmat untuk bertugas sebagai dokter.

"Benar saja, saya sore ini berangkat lagi ke sana. Tidak lagi sebagai periset, tetapi sebagai dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap). Saya akan bertugas di sana, RSUD Agats, selama satu tahun," katanya sambil tertawa.

Ini bukan kali pertama Intan menjadi dokter PTT di pelosok Indonesia. Sebelumnya, ia betugas di Halmahera Selatan, tepatnya di sebuah puskesmas bernama Maffa.

"Bertugas di daerah membuat saya ingin mengangkat kisah-kisah sosial di sana, cerita-cerita yang mungkin belum didengar orang. Penulis itu kan berproses ya, saya tidak ingin karya saya begitu-begitu saja. Saya ingin pembaca tidak hanya terhibur, tetapi juga mendapat informasi penting dengan membaca karya saya," terangnya.

Buku kumpulan cerpen tersebut diberi judul Saat Waktu Berkejaran yang ia luncurkan tak lama usai kelulusannya, yakni pada tahun 2013.

Cerita-cerita di buku pertamanya, ia dapatkan dari kisah para pasiennya selama Co-Ass di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Kala itu  banyak pasien pengidap HIV/AIDS yang bertemu dengannya.

"Mau tak mau sebagai seorang dokter, pasti saya menanyakan hal-hal pada pasien saya, yang berkaitan dengan penyakitnya. Akhirnya muncul cerita-cerita menarik di sana," ucapnya.

Lewat cerita-cerita pasiennya, Intan menyadari bahwa sebenarnya penyakit yang mereka derita tak separah itu. Yang memperparah sesungguhnya adalah stigma negatif yang disematkan masyarakat pada mereka.

Alumnus SMAN 1 Genteng ini mengungkap sebuah kisah yang membekas di antara kisah-kisah lainnya.

"Ada pasien yang cerita, dia itu dulunya bekerja sebagai PSK, lalu sudah berhenti dan menikah. Ketika hamil, ia semakin kurus, akhirnya ketahuan kalau dia mengidap HIV/AIDS. Sayangnya, dia jadi dikucilkan sama warga kampungnya gara-gara penyakitnya," jelasnya.

Keadaan tersebut tak ayal membuat kondisi pasiennya semakin parah.

"Jadi ya sebenarnya penyakitnya tidak parah, tapi sikap masyarakat yang memperparah," tukasnya.

Tetapi pada perjalanannya, ia menelurkan tulisan berupa novel, mini novel, sampai antologi cerpen, yang semuanya bergenre roman.

"Kemudian, saya mendapat banyak masukan dari teman-teman, bagaimana kalau menulis tidak hanya tentang cinta saja, tetapi yang lebih berdampak pada masyarakat? Tulisan saya yang cinta-cintaan ini kan lebih pada tujuan menghibur, kenapa tidak mengangkat tujuan yang lebih besar?" paparnya.

Intan pun seakan kembali pada runtutan pengerjaan novel seperti buku pertamanya.

Saat di Halmahera, ia kerap mendengar cerita ketakutan warga kala konflik 1998. Imbas konflik tersebut meninggalkan trauma untuk warga.

Ia juga bercerita ada seorang pasien yang sakit parah dan perlu pengobatan di kota. Meski sudah memiliki BPJS, akomodasi dan transportasi ke kota tetap memakan biaya yang cukup besar.

Ia pun membantu pendanaannya lewat WeCare.id, sebuah situs web khusus pengumpulan dana bagi pasien berkemampuan finansial terbatas.

"Itu dia sampai benar-benar tidak percaya bahwa saya Muslim, dan mau membantu dia yang berbeda agama. Bagi mereka, saat itu agama itu sebuah sekat yang tidak bisa ditembus. Memang mereka kalau bertemu dengan warga agama lain saling menyapa, tapi ya sekadar itu saja, tidak dekat personal," terangnya.

Lewat buku berjudul 33 Senja di Halmahera, Intan ingin menyampaikan pesan tentang perbuatan baik tak harus melihat latar belakang agama.

"Agak lucu sih memang, saya sudah mengangkat cerita tentang daerah-daerah lain, tapi malah belum menceritakan soal kampung halaman saya," sahutnya.

Ada satu kisah dari tempat asalnya, yang membuatnya sangat gelisah yakni pembantaian dukun santet.

Kisah di tanah kelahirannya itu, mendorongnya melahirkan karya yang baru saja ia luncurkan Januari 2019 ini, yaitu 'Perempuan Bersampur Merah.

Novel ini masih memiliki unsur roman, namun berlatar belakang tragedi pembantaian terhadap orang yang diduga melakukan praktik ilmu hitam, yang terjadi pada kurun waktu Februari hingga September 1998.

Meski pencarian informasi dilakukan di kota asalnya, rupanya Intan tak bisa mendapat yang ia butuhkan semudah di Halmahera.

Karenanya, ia menghimpun informasi dari masyarakat sekitar dan berhasil mengorek kisah sebuah keluarga korban pembantaian.

"Tapi ya tidak semudah itu juga. Saya harus beberapa kali bertemu dengan mereka, baru mereka mau bercerita. Saya saja awalnya tidak mengaku sebagai penulis, tetapi mahasiswa. Ketika sudah dekat dengan keluarga tersebut, baru saya katakan tujuan saya," jelasnya.

Buku terbitan Gramedia itu mengisahkan tentang Sari yang kehilangan bapak sebagai tertuduh dukun santet, serta paman sekeluarga yang pergi meninggalkan kampung karena stigma negatif masyarakat.

Sari, dibantu dengan dua sahabatnya, Rama dan Ahmad berusaha mencari orang-orang yang ikut andil dalam pembantaian bapaknya.

Tapi dalam pencarian tersebut, Sari-Rama-Amad justru memasuki kisah cinta yang rumit.

Lewat novel ini, Intan berharap ia bisa membuka mata masyarakat tentang kepedihan yang sebenarnya terjadi saat pembantaian tersebut.

"Supaya orang tahu, kalau pembunuhan semena-mena itu tidak bisa dibenarkan. Harus melewati peradilan terlebih dahulu," tutupnya.

SUMBER: Unair.ac.id, Surya.co.id

https://regional.kompas.com/read/2021/09/02/060600078/dokter-intan-andaru-sastrawan-perempuan-yang-menulis-novel-tentang

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke