Salin Artikel

Monumen Kepet: Perjuangan Rakyat Tuban Bergerilya Melawan Tentara Belanda

Berbagai bentuk perjuangan dan perlawanan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan terjadi di seluruh penjuru nusantara.

Di Tuban, terdapat sebuah kisah perjuangan rakyat melawan penjajah yang cukup populer. Perjuangan tersebut ditandai dengan sebuah monumen yang dikenal dengan sebutan Monumen Kepet.

Penyebutan itu berdasarkan cerita sejarah dan lokasi monumen yang terletak di Dusun Kepet, Desa Tunah, Kecamatan Semanding, Tuban.

Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Budaya, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Tuban Sumardi mengatakan, beberapa pelaku sejarah yang masih hidup sempat menuliskan kisah perjuangannya saat pertempuran di Kepet.

Termasuk cerita yang dituturkan oleh Serma Moestadjab dalam catatan Kisah Gerakan Pasukan TNI COMBAT INTELLIGENCE Security Section Troop dalam Penyergapan dan Pembunuhan Pasukan KNIL di Kepet.

Menurutnya, dari berbagai cerita yang dituturkan dan digali dari para pejuang yang menjadi pelaku sejarah, peristiwa pertempuran di Kepet itu dipimpin oleh Serma Moestadjab yang dibantu warga setempat.

Tuban merupakan salah satu wilayah yang dikuasai pasukan Belanda saat Agresi Belanda II.

Pada 18 Desember 1948 malam, sejumlah kapal perang yang mengangkut pasukan Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) berlabuh di pantai Glondonggede, Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban.

Keesokan harinya, pasukan KNIL atau tentara Hindia-Belanda bergerak melakukan berbagai serangan ke sejumlah wilayah di Kabupaten Tuban.

Dikutip dari catatan sejarah yang diketik dan disajikan oleh Serma Moestadjab yang diperoleh Kompas.com dari seorang tokoh asal Dusun Kepet, Desa Tunah, Kecamatan Semanding, Tuban.

Saat itu, situasi keamanan di dalam negeri sedang dihadapkan pada peristiwa pergolakan yang lebih dikenal dengan istilah Madiun Affair atau PKI 1948 pimpinan Muso.

Induk kesatuan Brigade TNI juga sedang melakukan konsolidasi penataan personel dan konsentrasi penempatan kesatuan sesuai kondisi serta situasi daerah masing- masing.

Sehingga, tak ada pasukan TNI yang disiagakan di Tuban untuk menanggulangi potensi bahaya yang muncul.

Meski masih ada personel TNI di Tuban saat itu, tetapi jumlahnya sangat minim dan perlengkapan senjata yang dimiliki juga terbatas.

Kondisi kekuatan yang tidak berimbang membuat pasukan Belanda dengan leluasa menyerbu sejumlah wilayah di Kabupaten Tuban.

Pada 20 Desember 1948, pasukan Belanda dengan mudah dan cepat menduduki wilayah Kota Tuban, tanpa ada perlawanan berarti.

Setelah menguasai pusat pemerintahan di Tuban, pasukan Belanda membuat pos pengamanan di setiap kecamatan.

Pos pengamanan tersebut di antaranya berada di Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Merakurak, Kecamatan Jenu, Kecamatan Plumpang, dan Kecamatan Rengel.


Selain itu, pasukan Belanda membuat pos penjagaan di sejumlah titik lokasi jalan poros Tuban-Babat yang menjadi jalur utama menuju Surabaya.

Di antaranya pos penjagaan di Jembatan Kaliklero, Dusun Kepet Desa Tunah, dan pos penjagaan di tepi hutan penjalin Desa Gesing, Kecamatan Semanding, Tuban.

Pos penjagaan tersebut difungsikan tentara Belanda untuk mengamankan jalan poros Tuban-Babat, jaringan telepon, jalur kereta api, serta pengamanan wilayah yang ada di sekitarnya.

Sementara itu, Komandan Brigade I Ronggolawe, Letkol Soedirman yang berkedudukan di Temayang, Bojonegoro, memerintahkan Komandan Seksi M Soetadi melakukan pengintaian dan mengumpulkan informasi kekuatan dan pergerakan pasukan tentara Belanda.

Serma Moestadjab anggota staf 1 Gedelegeerde Komando Distrik Militer Tuban pun ikut membantu melakukan tugas intelijen tersebut sekaligus melakukan perlawanan kecil di wilayah pendudukan Belanda di Tuban.

Berbagai upaya dilancarkan Serma Mustajab bersama pasukannya untuk melawan pasukan Belanda, mulai dari infiltrasi, sabotase, merusak jaringan telepon, rel kereta api, perusakan jembatan, penculikan, dan pengadangan.

Puncaknya, pada 20 April 1949 pagi, pasukan yang dipimpin Serma Mustajab dibantu masyarakat sekitar berhasil menyerang pasukan Belanda di pos penjagaan Jembatan Kaliklero, Dusun Kepet, Desa Tunah.

Dalam penyerangan itu, lima tentara Belanda dan seorang pembantu wanita tewas. Para pejuang saat itu menggunakan senjata caluk dan sabit. Mereka sebelumnya menyamar sebagai kuli bangunan di pos penjagaan.

Setelah penyerangan itu, para pejuang merampas sejumlah senapan, pistol, dan beberapa peralatan milik Belanda di pos tersebut.

Dalam peristiwa penyergapan dan pembunuhan tersebut, seluruh pejuang berhasil selamat dari kejaran pasukan Belanda yang sedang patroli.

Namun, beberapa hari kemudian Kardi yang menjadi Kepala Desa Tunah dikabarkan tertangkap dan dibunuh oleh pasukan Belanda.

Untuk mengenang pertempuran itu, sebuah monumen yang dikenal dengan Monumen Kepet didirikan.

Monumen yang dibangun di bekas lokasi pos penjagaan Jembatan Kaliklero, di tepi jalan raya Trans Nasional Tuban-Babat, Desa Tunah, Kecamatan Semanding, Tuban.

Sumardi menjelaskan, keberadaan monumen tersebut untuk mengenang sejarah perjuangan rakyat bersama TNI dalam melawan penjajahan Belanda.

Pada bagian atas monumen terdapat dua patung. Salah satu patung terlihat berdiri di belakang patung lain yang sedang duduk. Patung yang berdiri itu memegang caluk dan merangkul  pundak patung yang duduk.

Patung tersebut merupakan gambaran aksi warga bersama TNI saat penyerangan Pos Jembatan Kaliklero.

"Makanya bentuk patungnya pegang caluk seolah akan mengayunkannya ke patung yang terduduk didepannya," kata Sumardi, kepada Kompas.com.

Selain itu, di tembok monumen tersebut juga tertulis nama-nama para pejuang yang melakukan penyerangan pos penjagaan masa itu.

Nama- nama pejuang tersebut, yakni:

1. Serma (TRI) Moestajab, selaku komandan

2. Kopral (TRI) Njamat, selaku wakil komandan

3. Sersan (TRI) Supadak, selaku anggota

4. Prajurit (TRI) Djajusman, selaku anggota

5. Prajurit (TRI) Kunoto, selaku anggota

6. Prajurit (TRI) Matali, selaku anggota

7. Djatmiko (TRIP)

8. Djojo Kasmidin (Perhutani), selaku anggota

9. Kardi (Kades Tunah), selaku anggota

10. Moch Badroen (Carik Tunah), selaku anggota

11. Kyai Ja'far (Kamituwo Tunah), selaku anggota

12. Bandi (warga Tunah), selaku pembantu

13. Redjoni (warga Tunah), selaku pembantu

14. Sagi (warga Tunah), selaku pembantu

15. Siman (warga Tunah) selaku pembantu.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/01/060000178/monumen-kepet--perjuangan-rakyat-tuban-bergerilya-melawan-tentara-belanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke