Salin Artikel

Harvestmind, Sekelompok Anak Muda Perintis Pertanian Organik

Sepasang matanya awas mendikte deret bilangan dalam almanak jawa yang terpaku di dinding kayu.

Mulutnya komat-kamit merapal ilmu hitung yang diturun-wariskan leluhur dalam kitab primbon.

“Senen pon, mongso kalimo (Senin pon, musim kelima), 42 hari lagi panen,” katanya lirih.

Sebersit senyum terbit di ujung bibirnya. Jika tak ada aral melintang, tak lama lagi padi yang Nikita semai akan lambai menjuntai, siap dituai.

Sudah tiga tahun terakhir, Nikita dan 10 pemuda kawan pergerakan menjajal profesi baru sebagai petani.

Profesi yang dinilai banyak orang tidak bergengsi dan cenderung dihindari oleh generasi milenial.

Dengan penuh percaya diri, mereka menyewa lahan seluas 300 ubin atau 4.200 meter persegi milik kas Desa Karangpetir, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

“Kami bersepuluh ini kenal waktu menggagas gerakan ‘perpus jalanan’ tahun 2017. Kami banyak diskusi dan berjejaring hingga bertemu dengan seorang tokoh tani di Yogya, namanya Gus Komar,” katanya saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (24/8/2021).

Dari Gus Komar, Nikita Cs banyak menggali ilmu pertanian organik berkelanjutan.

Selain itu, mereka juga banyak menimba ilmu tentang sociopreneur berbasis teknologi terapan.

“Akhir tahun 2018 kami mulai mencari lahan dan ketemu di sini (Karangpetir, red). Saat itu kami betul-betul nol pengalaman, terlebih orangtua kami tidak ada satupun yang menjadi petani,” ujarnya.

Nikita tahu, satu-satunya aset yang dimiliki olehnya adalah jejaring.

Memanfaatkan koneksi sesama pegiat lingkungan, Nikita CS akhirnya terhubung dengan Aliansi Organik Banyumas (AOB).

Babak baru pun dimulai. Dengan pendampingan AOB, Nikita CS menyulap lahan sawah yang mereka sewa sebagai “taman bermain” sekaligus demonstration plot (demplot) padi organik.

“Kami kampanyekan gerakan ini melalui media sosial, jadi mulai cari nama untuk kelompok petani kecil kami. Kebetulan ada anggota kami yang kenal sama Wira Nagara (komika, red) dan muncul ide nama ‘Harvestmind’,” jelasnya.

Jenama Harvestmind, kata Nikita, memiliki makna memanen pikiran.

Dia ingin lahan 300 ubin yang digarap benar-benar menjadi kristalisasi ilmu dan pengalaman sosial yang selama ini hanya menjadi bunga bibir di ruang diskusi.

Musim tanam pertama bagi muda-mudi Harvestmind benar-benar menguras tenaga dan pikiran.

Pola kerja petani yang keras mereka lakoni dengan tekun dan penuh dedikasi.

Mulai dari pembuat pematang, membajak, hingga mengolah pupuk dan pestisida organik adalah perkara yang tidak sederhana.

“Kami menggunakan limbah urine kelinci untuk memperkaya nitrogen dalam tanah. Sementara untuk kebutuhan fosfat dan kalium kami menggunakan fermentasi batang pisang dan sabut kelapa,” jelasnya.

Nikita sadar, satu-satunya cara untuk mencegah ledakan populasi hama adalah mempertahankan ekosistem tetap seimbang.

Dengan menggunakan bahan-bahan nonkimia, ekosistem alami di areal sawah tetap terjaga.

Serangan hama serangga seperti wereng dapat diatasi oleh predator lain yang tetap hidup tanpa tersentuh pestisida sintetis.

“Untuk pestisida alami kami menggunakan mengkudu, daun papaya dan daun sirih yang difermentasi selama empat bulan,” jelasnya.

Dengan perawatan organik tersebut, Nikita menjamin produk beras yang dia produksi sehat dan terbebas dari residu kimia.

Seperti kata pepatah, keberuntungan selalu setia kepada mereka yang berusaha. Tiga bulan berjalan, tibalah saat yang ditunggu-tunggu, panen raya.

Musim tanam pertama Harvestmind berbuah manis.

Tidak kurang dari 1,7 ton gabah kering padi organik varietas mentik susu dipanen kala itu. Segala jerih payah petani muda ini terbayar lunas.

“Bobot dari gabah kering untuk menjadi beras bisa susut hingga 50 persen. tapi produk organik kian hari kian dapat tempat di pasar domestik,” ujarnya.

Nikita mengakui, industri pertanian yang saat ini dia geluti merupakan sektor yang tidak terlalu terdampak oleh pandemi.

Harga pasar untuk beras organik AOB masih stabil di angka Rp20.000.

“Selain melalui koperasi AOB, kami juga menjual produk kami melalui media sosial, jadi pasarnya sudah terbentuk juga secara organik,” katanya.

Euforia panen raya masih terngiang di kepala saat petaka paceklik singgah di pertengahan 2019.

Saluran irigasi primer yang mengaliri areal sawah di Desa Karangpetir mengering saat padi sedang berbunga.

Para petani di desa kecil itu pun seperti kebakaran jenggot, tidak terkecuali Nikita.

“Di musim tanam kedua kami diterpa kemarau panjang, debit air di saluran irigasi primer surut, padahal kondisi tanaman sedang butuh banyak air,” ujarnya.

Nikita menduga, kondisi ini terjadi karena kapitalisasi sumber mata air di hulu.

Monopoli air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), perusahaan swasta air minum kemasan hingga obyek wisata kolam renang membuat petani di hilir seperti Nikita hanya kebagian ampas.

“Satu-satunya cara untuk menyelamatkan sawah waktu itu cuma nyedot air dari sumur pakai pompa,” ujarnya.

Namun luasnya areal sawah dan banyaknya petani di Desa Karangpetir menimbulkan konflik baru.

Masing-masing petani berebut giliran curah, mencari selamat sendiri-sendiri.

Meskipun uang iuran untuk jatah sawahnya sudah terhimpun, tapi air dari pompa tak kunjung menggenangi sawah Nikita.

“Karena pada rebutan, akhirnya kami cuma bisa pasrah. Musim tanam kedua hasil panen turun drastis, dari sebelumnya 1,7 ton jadi cuma 8 kuintal,” ujarnya.

Hal ini juga diamini oleh Kepala Desa Karangpetir, Ardi.

Kepada Kompas.com, Ardi mengungkapkan, luas areal sawah di Karangpetir sekitar 59,679 hektar atau 70 persen dari total luas wilayah desa.

Dari luasan itu, hampir separuhnya atau sekitar 25 hektar masuk kategori lahan yang rentan kekeringan.

Untuk menanggulanginya, sejak 2013, pemdes telah menggali empat titik sumur di tanah bengkok kepala desa.

Sejumlah bantuan termasuk pompa air berbahan bakar minyak (BBM) juga datang dari kabupaten maupun provinsi.

Namun penggunaan pompa BBM bagi petani seperti “keluar mulut buaya masuk mulut harimau”.

Bagaimana tidak, penggunaan pompa BBM membuat biaya operasional petani bengkak, bahkan bisa disebut besar pasak daripada tiang.

Ardi merinci, untuk mengairi lahan seluas 300 ubin, diperlukan waktu sedot semalam suntuk.

Padahal konsumsi BBM untuk mesin pompa semalam suntuk membutuhkan 10 liter bensin.

Jika harga bensin eceran saat ini berkisar Rp10.000, maka untuk mengairi lahan seluas 300 ubin menyedot biaya Rp100.000.

“Dulu gapoktan (gabungan kelompok tani) pernah iuran Rp5.000 per 100 ubin, tapi ternyata tidak nutup biayanya, sampai desa terpaksa tombok,” jelasnya.


Mimpi panel surya dan koperasi energi

Peliknya konflik air di Desa Karangpetir membuat Nikita bermimpi memiliki sumur sendiri. Dia ingin  energi yang dikonsumsi pompa bersumber dari panel surya.

Keduanya saling terintegrasi sehingga ramah lingkungan sekaligus ramah di kantong.

Dengan segunung mimpi itu, Nikita CS kembali menjaring informasi.

Tepatnya pada Agustus 2019, mereka diundang oleh sejumlah pegiat lingkungan untuk menghadiri acara bertajuk Summer Fest di Bali.

Acara ini diselenggarakan oleh sejumlah organisasi nirlaba internasional yang tergabung dalam koalisi keberagaman.

Perhimpunan ini terdiri dari pelaku usaha hingga komunitas pegiat lingkungan di Indonesia.

“Kebetulan tema seminarnya adalah energi ramah lingkungan. Kami berusaha tampil dan mencari sponsor untuk mewujudkan rencana pompa panel surya itu,” katanya.

Sembilan bulan berselang, mimpi para pemuda itu akhirnya menjadi daradasih.

Sebuah sayap organisasi nirlaba internasional memberikan bantuan berupa 12 panel surya yang terintegrasi dengan pompa listrik.

Total daya yang diproduksi oleh panel tersebut sebesar 2.640 watt peak (WP). Hal ini membuat proses penyedotan air semakin sangkil dan mangkus.

“Pompa ini hanya beroperasi siang hari karena tidak menggunakan baterai. Jika cuaca cerah, sekali beroperasi pompa kami bisa mengaliri sawah seluas 300 ubin,” jelasnya.

Dengan kapasitas sedot sebanyak itu, lahan milik Harvestmind tuntas diairi hanya dalam waktu satu hari.

Selebihnya, Nikita dan kawan-kawan memilih untuk berbagi air dengan petani lain di sekitar sawahnya.

“Kami punya cita-cita untuk mereplikasi pompa panel surya ini di tempat-tempat lain, sehingga kami kumpulkan petani-petani yang mendapat manfaat dari pompa ini dan kami bentuk koperasi energi,” katanya.

Setiap anggota koperasi, kata Nikita, akan dikenai iuran Rp 50.000 setiap menggunakan pompa.

Dana yang terkumpul akan digunakan untuk perawatan komponen sekaligus tabungan untuk mereplikasi pompa panel surya di tempat lain.

“Nilai iuran koperasi energi jauh lebih terjangkau daripada harus membeli bensin untuk pompa BBM yang sampai Rp 100.000,” ujarnya. 

Dalam industri pertanian, ketersediaan air adalah suatu hal yang niscaya.

Jika faktor ini diabaikan, akan sulit bagi pemerintah untuk mempertahankan surplus beras di Purbalingga.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga, Mukodam mengatakan, pemerintah kabupaten (pemkab) telah melakukan plotting Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), lahan tersebut tersebar di beberapa kecamatan dengan luas total 18.584 hektar.

“Untuk memastikan ketersediaan air, kami juga dukung dengan membangun saluran irigasi tersier, bendungan sungai hingga embung penampung air hujan,” katanya saat ditemui di kantornya, Kamis (26/8/2021).

Meski demikian, saat kemarau panjang, masih banyak lahan pertanian di Purbalingga yang rawan kekeringan.

Padahal dalam satu kali musim tanam atau sekitar 105 hari, rata-rata petani butuh 44 kali mengairi sawah.

“Meskipun tidak terjadi setiap tahun, namun masalah kekeringan ini memang menjadi ancaman para petani, terutama saat fase awal tanam, masa pembentukan bunga sampai pematangan bulir,” jelasnya.

Ketika petaka kekeringan melanda, satu-satunya pilihan bagi petani adalah menyedot air dari sumur menggunakan pompa air.

Kembali lagi, konsekuensi ongkos operasional petani jadi bengkak untuk membeli BBM sebagai bahan bakar pompa.

“Pompa panel surya seperti milik Harvestmind memang bagus untuk jangka panjang, tapi jumlah lahan yang rentan di Purbalingga tersebar di banyak titik, sehingga gambaran biaya investasinya sangat tinggi,” ujarnya.

Permasalahan ini ditangkap oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Solusi yang diberikan kepada petani adalah melakukan konversi dari pompa BBM menjadi pompa air Bahan Bakar Gas (BBG).

Di Purbalingga sendiri, pada tahun 2019 mendapat jatah 270 unit converter kit (konkit) pompa air BBG.

Jumlah bantuan konkit meningkat menjadi 500 di tahun 2020.

Dengan konkit berbahan bakar Liquefied Petroleum Gas (LPG), petani bisa memangkas biaya operasional sampai dengan 30 persen.


Angka tersebut didapat dengan asumsi tanpa ada subsidi. Bila ditambah subsidi, maka penghematan yang diperoleh bisa mencapai sekitar 50 persen.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Tutuka Ariadji mengatakan, program konversi pompa air BBM ke BBG untuk petani telah dilaksanakan sejak tahun 2019 sebanyak 11.000 unit.

Pada 2021, jatah bantuan konkit bertambah sebanyak 28.000 petani di 50 kabupaten/kota.

“Paket perdana yang dibagikan ini terdiri dari mesin pompa air, konverter kit, selang isap dan buang, 1 buah tabung LPG 3 kilogram, serta komponen pendukung lainnya seperti reducer, regulator, mixer,” katanya seperti dilansir dalam situs resmi Kementerian ESDM, Senin (21/6/2021).

Selain petani, program konversi BBM ke BBG juga menyasar nelayan dengan tujuan untuk mendukung diversifikasi energi alternatif.

“Kinerja mesin penggerak atau mesin pompa air yang menggunakan LPG relatif sama untuk motor berdaya rendah, serta ramah lingkungan,” ujarnya.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Penangkap Ikan Bagi Nelayan Sasaran dan Mesin Pompa Air bagi Petani Sasaran, para petani penerima paket perdana harus memenuhi persyaratan:

1.       Petani pemilik lahan dengan luas lahan maksimal 0,5 hektar. Untuk transmigrasi, maksimal 2 hektar dengan menunjukkan dokumen kepemilikan lahan;

2.       Memiliki identitas petani yang direkomendasikan oleh Kepala Desa atau Camat dan disahkan oleh Kepala Daerah dan atau Kepala Dinas Pertanian setempat;

3.       Memiliki identitas KTP, KK dan Kartu Tani;

4.       Memiliki pompa air dengan mesin pengerak lebih kecil 6,5 HP;

5.       Belum pernah menerima bantuan yang sejenis (mesin pompa air);

6.       Mesin pompa air yang dimiliki berbahan bakar bensin;

7.       Masuk dalam BDT (Basis Data Terpadu) dinyatakan dengan surat keterangan.


Replikasi pertanian energi

Seperti bunga rumput, semangat pertanian organik dengan energi ramah lingkungan menebar inspirasi bagi petani-petani muda lain.

Di Pagedangan, Purbalingga Kidul, beberapa anggota Harvestmind menyewa sawah seluas 6.650 meter persegi untuk pertanian padi organik.

Sementara di Kaligua, Kabupaten Brebes, satu anggota Harvestmind mulai menggarap lahan mungil seluas 100 meter persegi untuk komoditas sayur organik.

Nikita sendiri semakin giat melakukan kampanye melalui media sosial maupun artikel blog.

Hal ini dilakukan demi menarik minat kader petani muda sekaligus mencuri perhatian Non-Governmental Organization (NGO) mancanegara untuk berkontribusi.

“Panel surya ini adalah batu loncatan untuk cita-cita yang lebih besar, membangun sistem pertanian yang terintegrasi dengan energi biogas,” katanya.

Nikita sadar, cita-cita besar Harvestmind masih harus ditebus dengan keringat dan darah.

Namun tidak ada mimpi yang mustahil selama kaum muda masih mau bergerak.

“Urip iku urup, hidup adalah tentang memberi manfaat kepada sesama, dan makhluk yang paling tahu balas budi adalah alam, selama kita memperlakukan alam dengan baik, maka alam juga  akan menjaga kita,” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/31/152420578/harvestmind-sekelompok-anak-muda-perintis-pertanian-organik

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke