Salin Artikel

"Merariq Itu Bukan Aib, Ini Tradisi Kami"

LOMBOK, KOMPAS.com - Sore itu, Indra Rukmana (25) tengah sibuk mendekorasi rumahnya di Desa Darek, Lombok Tengah.

Balon aneka warna menjuntai ke plafon ruang tengah. Benangnya diikat di batu kecil dan diletakkan di sudut ruang agar balon tak terhempas ke mana-mana.

Dinding ruangan tak dibiarkan polos. Kertas warna-warni ditempel di sana-sini. Mengilap bila terkena cahaya.

Sebuah tulisan ucapan, juga berbahan kertas aneka warna, tertempel di bagian tengah dinding.

Pada Selasa (10/8/2021), pumah Indra tampak semarak karena keesokan harinya akan berlangsung perayaan ulang tahun anaknya yang akan berumur dua tahun.

Dari pernikahan Indra dengan Munawarah (26), mereka dikaruniai seorang anak laki-laki, bernama Muhammad Hatta.

Indra dan istrinya menikah di usia yang tergolong muda.

Kisah pertemuan keduanya bermula dari kenalan melalui Facebook.

“Saya tidak terlalu kenal jauh sama istri saya ini, awalnya kenal di Facebook, saya minta pertemanan, terus tukaran nomor kontak,” kata Indra, saat ditemui di rumahnya, Selasa (10/8/2021).

Hubungan mereka menjadi lebih dekat dalam hitungan hari, meski belum sampai disebut pacaran.

Singkat cerita, sepulang prosesi pernikahan tetangga kampung, Indra mengajak Munawarah merariq.

Merariq adalah tradisi suku Sasak di Lombok, yang memperbolehkan laki-laki melarikan perempuan untuk dinikahi. Munawarah kala itu menolak tawaran Indra.

Ikuti cerita lengkap seputar tradisi merariq dengan baca di tautan ini: Mengembalikan Merariq...

Indra tak patah arang, dia membawa Munawarah yang sedang dibonceng dengan sepeda motor ke rumahnya.

Hebohlah para tetangganya karena dia dianggap telah melakukan merariq.

“Waktu itu saya bawa pulang ke rumah pakai sepeda motor, dan saat sampai rumah warga tetangga ini ramai mendengar saya merariq,” kata Indra.

Munawarah sempat menangis pada saat itu.

“Karena tak percaya dia akan nikah, namun setelah saya tanya-tanya lagi, akhirnya dia setuju untuk menikah dengan saya,” kata Indra.


Munawarah mengaku, ketika itu belum menyanggupi untuk menikah dengan Indra.

Pada saat itu, dia sudah punya rencana untuk menikah dengan orang lain dalam dua bulan ke depan.

“Saya nangis mau pulang, tapi setelah saya ditanya sama banyak orang apakah mau menikah, saya akhirnya menyetujuinya,” kata Munawarah.

Kini, Munawarah telah bahagia bersama Indra, dan menerima Indra sebagai jodoh yang telah digariskan oleh Tuhan.

“Setelah saya sanggup, saya pasrah saja dan ini mungkin ini jodoh saya, dan alhamdulillah sampai sekarang keluarga kami masih dalam harmoni,” kata Munawarah, sembari tertawa.

Kisah pernikahan Indra dan Munawarah yang dilakukan dengan tradisi merariq hanya satu dari sekian banyak kejadian.

Tradisi merariq, sudah umum dilakukan masyarakat di Lombok.

Pada 2015 lalu, Kaspul Anwar, membawa Maemunah yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) ke rumahnya untuk merariq.

“Waktu itu modusnya saya ajak dia jalan-jalan, terus saya bawa ke rumah (merariq),” kata Anwar.

Anwar nekat membawa Maemunah ke rumah, padahal dia belum memberitahukan keluarganya sendiri niatnya untuk menikah.

Bagi Anwar, jika dia tidak melakukan merariq, dia merasa akan dianggap bermental lemah, karena membawa anak gadis orang dengan begitu mudah.

“Merariq itu bukan aib, inikan tradisi kami, dan kalau diambil secara terang-terangan menurut saya itu lemah, mungkin kalau diminta terang-terangan, mungkin mertua saya tidak akan kasih anaknya menikah,” kata dia.

Gara-gara itu juga, saat itu dia harus membayar denda Rp 1 juta ke sekolah tempat istrinya menempuh pendidikan.

Sebenarnya, sanksi denda semacam itu biasa dibuat sekolah sebagai upaya antisipasi agar tak ada siswa yang menikah saat masih bersekolah.

Kini Anwar telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang telah berusia 6 tahun, yang sebentarnya lagi akan memasuki sekolah dasar.

Mengenal tahapan tradisi merariq

Dalam tradisi merariq atau yang mirip kawin lari ini, pria dan wanita biasanya telah berjanji untuk bertemu di suatu tempat.

Umumnya, dilakukan sepasang kekasih tanpa ada unsur paksaan. Boleh dikatakan, keduanya sudah saling setuju.

Namun, biasanya dilakukan tanpa sepengetahuan dari orangtua pihak perempuan.

Setelah itu, sang wanita akan dibawa oleh pihak pria di rumah keluarganya selama satu hingga tiga hari.

Tahap berikutnya yakni besejati. Tahap ini merupakan suatu proses pihak keluarga laki-laki menandatangani rumah orangtua perempuan untuk memberitahukan bahwa sang perempuan sudah dibawa lari oleh sang laki-laki.

“Besejati ini harus segera dilakukan, agar orangtua perempuan tidak khawatir mencari anaknya,” kata Tokoh Adat Desa Derek, Mahrup.

Selanjutnya beselabar, yakni tahapan saling memberi kabar pihak laki-laki maupun perempuan.

Dalam proses ini biasanya cukup panjang, karena akan ada proses negosiasi untuk mencari kesepakatan terkait persyaratan-persyaratan yang diinginkan pihak perempuan, seperti uang mahar, maupun pisuke.


Mahrup mengatakan, setelah menemui kesepakatan antar dua pihak, kemudian proses ambil wali, yakni proses di mana pihak laki-laki meminta persetujuan wali nikah agar pengantin dapat segera dinikahkan secara hukum agama.

Usai proses ambil wali, kemudian ambil janji, yakni proses di mana ke dua pihak akan membuat janji kapan waktu akan dilaksanakan prosesi hajatan syukuran, termasuk hari nyongkolan atas perkawinan agar dapat diketahui keluarga sanak saudara.

Nyongkolan sendiri merupakan proses yang paling seru, di mana keluarga laki-laki mendatangi rumah keluarga perempuan dengan diiringi musik tradisional seperti gendang belek.

Prosesi nyongkolan ini biasanya diikuti orang sekampung.

Prosesi terakhir, terang Mahrup, usai melakukan nyongkolan akan ada namanya balas nampak, atau membalas telapak kaki setelah melakukan nyongkolan.

Dalam prosesi itu hanya diikuti keluarga besar, tidak seperti nyongkolan yang melibatkan masyarakat umum di suatu kampung.

Mahrup menuturkan, prosesi balas nampak ini sebagai ajang pihak keluarga kaki-laki dan keluarga perempuan lebih akrab mengenal satu sama lain.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/31/141949678/merariq-itu-bukan-aib-ini-tradisi-kami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke