Salin Artikel

Ken Dedes: Wanita Terpelajar, Ibu Para Raja

Suasana rindang menyelimuti Petirtaan Watugede di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Kamis (26/8/2021). Dedaunan yang rimbun menutup kolam dari terpaan matahari.

Saat itu, kondisi sedang sepi. Hanya ada satu juru kunci yang menyapu serakan daun yang gugur.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat tempat itu harus tutup dari aktivitas wisata maupun pendidikan.

Petirtaan yang ditemukan pada 1925 itu merupakaan tempat bersejarah dan berstatus sebagai cagar budaya. Dahulu, petirtaan itu berfungsi sebagai Taman Baboji atau Taman Sari untuk putri kerajaan.

Tempat ini menjadi saksi sejarah perjumpaan Ken Angrok dan Ken Dedes yang memikat. Kelak, Ken Agrok dan Ken Dedes menikah dan melahirkan para raja penguasa Nusantara.

Ken Dedes dan Keturunannya

Ken Dedes merupakan putri dari seorang agamawan bernama Mpu Purwa yang tinggal di Panawijen, saat ini merupakan Kelurahan Polowijen di Kota Malang. Menginjak dewasa, Ken Dedes dipersunting oleh Tunggul Ametung, seorang akuwu atau kepala daerah, penguasa Tumapel.

Sebelum 1222 M, Malang atau daerah yang berada di sisi timur Gunung Kawi berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri dan dipimpin oleh seorang akuwu.

Pemberontakan terjadi, salah satu prajurit bernama Ken Angrok membunuh Tunggul Ametung dan menggantikan posisinya. Namun tidak dengan Ken Dedes. Ia tetap menjadi permaisuri karena setelah Tunggul Ametung meninggal, Ken Angrok menyuntingnya sebagai istri. Meskipun, Ken Angrok saat itu sudah memiliki istri bernama Ken Umang.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia; Zaman Kuno yang diterbitkan Balai Pustaka, setelah menjadi akuwu, Ken Angrok melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Kediri.

Perlawanannya berhasil, Ken Angrok mendirikan Kerajaan Singhasari pada 1144 saka atau 1222 M. Ini awal mula, kelahiran wangsa Rajasa.

Pada 1227 M, kedudukan Ken Angrok digantikan oleh Anusapati yang merupakan anak dari Ken Dedes dari pernikahannya dengan Tunggul Ametung.

Berikutnya, pada 1248 M, Kerajaan Singhasari dipimpin oleh Wisnuwarddhana yang merupakan putra dari Anusapati. Dalam menjalankan pemerintahannya, Wisnuwarddhana didampingi oleh Mahisa Campaka, putra dari Mahisa Wonga Teleng.

Mahisa Wonga Teleng merupakan putra dari anak Ken Dedes dan Ken Angrok.

Wisnuwarddhana memiliki keturunan bernama Kertanagara yang menjadi raja pada 1268 M menggantikan posisi ayahnya.


Sedangkan Mahisa Campaka memiliki keturunan bernama Dyah Lembu Tal. Dyah Lembu Tal ini memiliki anak bernama Raden Wijaya yang kemudian menjadi menantu Raja Kertanagara setelah menikahi putrinya.

Raden Wijaya yang mengembalikan kekuasaan wangsa Rajasa setelah Singhasari runtuh akibat pemberontakan dari Kerajaan Kediri. Raden Wijaya melawan Kerajaan Kediri yang kembali berkuasa dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Dalam perjalannya, Kerajaan Majapahit berkuasa di tanah Nusantara.

Sejarawan dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono mengatakan, melalui keturunannya, Ken Dedes menyandang predikat sebagai ibu para raja Singhasari dan Majapahit.

“Meskipun secara pemerintahan berbeda, tapi secara genealogis Singhasari dan Majapahit itu sama. Yaitu keturunan Ken Dedes,” katanya melalui sambungan telepon, Kamis (26/8/2021).

Menawan dan Terpelajar

Dwi Cahyono mengatakan, Ken Dedes merupakan wanita yang memiliki keistimewaan. Ia adalah wanita cantik dan menawan sekaligus terpelajar. Bahkan, dalam kitab Pararaton, Ken Dedes dijuluki sebagai Stri Nareswari yang artinya adalah wanita yang utama.

Ken Dedes juga dijuluki Karma Amadangi, yaitu perilaku yang tercerahkan. Sebab selain cantik, Ken Dedes juga merupakan wanita terpelajar.

“Ken Dedes oleh Pararaton disebut sebagai wanita yang Karma Amadangi. Ken Dedes digambarkan sebagai seseorang yang perilakunya tercerahkan. Perilaku yang tercerahkan adalah perilaku baik,” katanya.

Menurut Dwi, Ken Dedes terpelajar karena sejak kecil dididik oleh ayahnya, Mpu Purwa, yang juga seroang rohaniawan.

“Sejak kecil sudah diajari oleh ayahnya untuk menjalankan apa yang disebut sebagai Paramita Yana,” katanya.

Keterpelajaran Ken Dedes juga berpengaruh dalam perjalanan Kerajaan Singhasari dan Majapahit. Menurut Dwi, sebagai seorang permaisuri, sedikit banyak gagasan Ken Dedes juga mempengaruhi raja. Begitu juga ketika ia menjadi ibu dari seorang raja.

“Secara sadar atau tidak sadar sebetulanya kebijakan oleh kepala pemerintah sedikit banyak hasil rembukan dengan istri,” katanya.

“Walaupun sumber data tertulis tidak merinci kontribusi Ken Dedes, kalau saya lihat posisi perannya sebagai ibu kepala negara,” katanya.

Situs Sejarah Ken Dedes

Dwi menyebutkan, setidaknya ada tiga situs arkeologis yang menunjukkan sejarah tentang Ken Dedes di masa lampau. Pertama, jejak sejarah di Polowijen yang menjadi daerah lahirnya Ken Dedes.

“Di sana masih ada jejak-jejak itu. Salah satunya Sumur Windu terkait dengan Ken Dedes kecil,” katanya.


Kedua, yakni temuan arca Prajnaparamita pada reruntuhan candi di daerah Singosari, Kabupaten Malang. Arca yang sempat dibawa ke Belanda itu kini telah berada di Museum Nasional.

Arca tersebut disebut sebagai perwujudan dari Ken Dedes. Arca itu ditemukan di Candi Putri. Lokasi candi itu kini telah menjadi bangunan perumahan warga.

“Di sana ada reruntuhan candi yang disebut Candi Putri oleh masyarakat. Karena di candi pernah ditermukan arca dewi, arca putri atau Prajnaparamita. Walaupun arcanya dibawa ke Belanda waktu itu. Sekarang sudah dikembalikan dan sekarang ada di Museum Nasional,” katanya.

Ketiga, yaitu Petirtaan Watugede di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Petirtaan yang dulunya berfungsi sebagai Taman Baboji itu diyakini merupakan lokasi Ken Angrok melihat Ken Dedes dan terpikat.

“Ada kemungkinan bahwa ketika Ken Dedes pertama kali ketemu dengan Angrok di Waru Gede, Taman Baboji. Walaupun tidak saling tegur sapa waktu itu,” katanya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/29/070000178/ken-dedes--wanita-terpelajar-ibu-para-raja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke