Salin Artikel

Warga Tahunya Tempat Produksi Kerupuk, Saat Digerebek Ternyata Pabrik Obat Keras Ilegal

SUMEDANG, KOMPAS.com - Subdit 3 Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Barat menggerebek sebuah rumah yang dijadikan tempat produki obat keras ilegal di Dusun Sukamulya RT 009 RW 003, Desa Paseh Kidul, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (22/8/2021).

Direktur Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Barat Kombes Rudy Ahmad Sudrajat mengatakan, pengungkapan pabrik di Sumedang ini merupakan yang terbesar di Jawa Barat dan tiga kasus pengungkapan sebelumnya.

"Sepanjang tahun ini kami mengungkap empat pabrik home industry obat keras ilegal di empat wilayah berbeda di Jawa Barat. Yang di Sumedang ini pengungkapan yang paling besar di Jawa Barat," kata Rudy, kepada Kompas.com di lokasi penggerebekan di Paseh, Sumedang, Minggu (22/8/2021).

Rudy menuturkan, obat keras ilegal jenis G merek LL ini dipasarkan ke wilayah Surabaya, Jawa Timur.

Dari pengungkapan ini, pihaknya mengamankan tiga orang dari empat orang tersangka.

Sedangkan satu orang lainnya buron atau masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO), yaitu inisial B.

Tiga tersangka yang diamankan merupakan warga asal Kabupaten Majalengka.

"Tiga tersangka kami amankan yaitu pemilik home industry inisial MSM alias A, dan dua orang pekerjanya. Untuk tersangka yang bertindak sebagai orang yang memasarkan produk merek LL ini, inisial B, masih DPO," tutur Rudy.

Rudy menyebutkan, dari hasil penggerebekan tersebut pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti.

Meliputi mesin dan alat terdiri dari 2 unit mesin cetak tablet, 1 unit mesin oven, 20 kantong berisi botol kosong warna putih, 6 buah ayakan, 5 buah jolang, 2 buah kompor gas, 2 buah timbangan digital, 3 unit mesin press plastik, dan 1 buah kipas angin.

Selain itu, kata Rudy, pihaknya juga mengamankan barang bukti berupa bahan baku pembuatan obat keras ilegal jenis G merek LL.

Terdiri dari, 14 sak tepung tapioka, 2 plastik bahan aktif trihexyphenidyl, 5 sak lactose, 4 bungkus magnesium, 4 karung sedang kampil, 10 karung sedang pupuk rhizagold, 2 karung gelita, 1 karung microcrystalline cellulose, 1 karung sodium starch gelycolate, dan 2 karung magnesium stearate.

Kemudian, barang bukti lainnya berupa obat jadi atau siap edar, dan 2.150.000 butir obat berlogo LL. Dengan total nilai Rp 2,1 miliar lebih.

"Setiap butir obat berlogo LL ini mengandung bahan aktif trihexyphenydil. Obat ini untuk mengobati gejala penyakit parkinson atau gerakan lainnya yang tidak bisa dikendalikan. Namun, jika dikonsumsi secara berlebihan bekerja pada susunan saraf pusat. Sehingga, apabila pemakaian obat ini melebihi dari dosis terapi atau terjadi penyalahgunaan dapat menimbulkan efek yang merugikan. Seperti pusing, gangguan mental, hipetensi, gangguan jantung, dan efek samping ketergantungan," sebut Rudy.


Rudy menagatakan, selain mengejar tersangka inisial B, pihaknya masih terus mengembangkan kasus ini.

"Status rumah ini dibeli tersangka. Produksi obat di sini, pengakuan tersangka sudah berjalan sejak bulan Febuari 2021. Dengan omzet per bulan sekitar Rp 400 juta," ujar Rudy.

Rudy menambahkan, para tersangka dijerat UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 197 dan Pasal 196 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

"Modus para tersangka untuk mengelabui warga sekitar yaitu mereka berjualan kerupuk atau ciki. Aktivitas mesin tidak terdengar karena mereka menggunakan alat kedap suara di dalam kamar yang terdapat mesin produksi," kata Rudy.

Sementara itu, Mak Yati (75) mengatakan, selama ini ia tidak mengetahui aktivitas para tersangka di dalam rumah tersebut karena tertutup.

"Sesekali keluar untuk beli gas. Mereka juga baik, suka ngasih kerupuk. Iya, jarang sekali komunikasi, paling cuma itu saja. Sering juga mereka ngasih kerupuk karena katanya mereka di dalam rumah itu bikin kerupuk," kata Yati, pedagang surabi di samping rumah yang dijadikan pabrik obat keras ilegal ini kepada Kompas.com.

Sementara itu, Ketua RW 003, Dadan Sutisna mengatakan, rumah tersebut sebelumnya diisi salah seorang warganya. Namun, dibeli para tersangka.

"Sebelumnya milik orang sini. Orangnya sudah meninggal. Sama anaknya dijual ke orang yang sekarang. Kami ini tahunya rumah kosong, soalnya jarang sekali terlihat ada orang. Orangnya juga belum pernah lapor ke RT, RW. Jadi kami enggak tahu," kata Dadan.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/22/135228178/warga-tahunya-tempat-produksi-kerupuk-saat-digerebek-ternyata-pabrik-obat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke