Salin Artikel

Kisah Mulyono, Belasan Tahun Ajari Anak-anak Baduy Membaca, Jadi Segelintir Warga Kanekes yang Kuliah

LEBAK, KOMPAS.com - Apakah anak-anak Baduy sekolah? Pertanyaan tersebut kerap dilontarkan wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Adat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten.

Warga Baduy sendiri tidak bersekolah formal, tapi sebagian kecil anak-anak Baduy kini bisa membaca.

Mereka belajar baca tulis berkat Mulyono, warga Baduy asli yang selama belasan tahun ke belakang aktif mengajar baca tulis bagi warga Baduy.

Kang Mul, sapaan akrabnya, dikenal sebagai warga Baduy yang mengenyam pendidikan hingga ke bangku perguruan tinggi.

Bisa dihitung jari warga Baduy yang kuliah. Sebelum Mul, ada bapaknya, Sarpin yang juga pernah kuliah. Tapi yang masih aktif kuliah, sekarang hanya dia satu-satunya.

Mul yang kini berusia 27 tahun juga aktif mengajari anak-anak Baduy membaca.

Rumahnya di Kampung Cicampaka, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, terbuka 24 jam untuk didatangi anak-anak yang ingin belajar membaca, atau setidaknya melihat-lihat buku bergambar.

Di rumah panggung berdinding anyaman bambu itu, ratusan buku tersusun rapi di rak sederhana.

Buku-buku itu didapatnya dari kota, atau sumbangan dari teman-temannya saat berkunjung ke Baduy.

Perjalanan Mul untuk menjadikan rumahnya tempat belajar dan kuliah cukup panjang serta banyak hambatan. Dia mengaku sampai ke titik ini awal mulanya karena sang bapak, Sarpin.

"Bapak dulu bentuk komunitas membaca di Baduy tahun 2000 di Kampung Balimbing, saya melanjutkan apa yang sudah dilakukan bapak dulu," kata Mul berbincang dengan Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (20/8/2021).

Di rumahnya tersebut, Mul juga belajar membaca, ketertarikannya ke dunia luar muncul berkat buku-buku yang dia baca.

Keinginan untuk kuliah

Bapaknya yang berprofesi sebagai pemandu wisata kala itu, kerap membawa tamu dari Jakarta.

Tamu yang membuat dia terkesan adalah rombongan dosen dan mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI), hingga dia berambisi untuk kuliah ke sana.

"Saat itu usia saya 13 tahun, keinginan kuat untuk kuliah di UI muncul, ingin merasakan kuliah, dari sana saya cari tahu, bagaimana caranya supaya bisa kuliah di UI, oh ternyata harus sekolah," kata Mul.

Berkat dorongan untuk kuliah tersebut, Mul, lantas masuk ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Ciboleger, di sana ambil paket A untuk mendapatkan ijazah setara SD.

Sambil belajar di PKBM, Mul juga menebarkan ilmu yang dimilikinya untuk dibagikan kepada anak-anak Baduy lain di sekitar rumahnya, dia mengajak anak-anak Baduy belajar baca tulis.

Mul mengatakan, tidak ada satu pun warga Baduy yang sekolah formal lantaran dilarang oleh aturan adat. Namun untuk belajar baca tulis boleh.

"Ada kekhawatiran adat, takut jika anak-anaknya punya ijazah, nanti mereka keluar Baduy, pergi merantau ke kota, atau tinggal di luar wilayah," kata Mul.

Untuk belajar baca tulis saja, kadang masih dicurigai oleh para kolot (orang tua) di Baduy, mereka curiga, Mul mendirikan sekolah formal.

Mul, mengatakan, dirinya hanya memberikan hak kepada orang-orang Baduy, hak untuk bisa baca tulis, tanpa ada paksaan.

Dia mengelola kelompok belajar bersama rekan-rekan sesama warga Baduy yang dulu belajar baca tulis pada bapaknya. Ia menjalankan itu secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah.

Tawaran bantuan dari pemerintah daerah maupun pusat pernah datang, namun Mul menolak dengan pertimbangan keberlangsungan komunitasnya.

"Kalau terima bantuan dari pemerintah saya khawatir nanti harus ada struktur organisasi, ada kunjungan resmi, dampaknya malah membahayakan komunitas saya," kata Mul.

Mul mengklaim, hingga saat ini sudah ratusan anak-anak Baduy yang bisa baca tulis setelah belajar di komunitas yang dikelolanya.

Rumah untuk belajar juga kini ada di dua kampung, yakni di kampung Balimbing tempat bapaknya, dan kampung Cicampaka di mana dia tinggal sekarang.

Mul sendiri saat ini tengah melanjutkan kuliah Semester 6 di Universitas Terbuka.

Dia memilih kuliah online lantaran bisa dilakukan sambil beraktivitas sehari-hari di Baduy, seperti mengajar anak-anak belajar, bekerja hingga menjadi kepala keluarga bagi istri dan dua anaknya.

"Masuk UI belum terwujud, sudah pupus juga keinginannya karena terhambat usia," seloroh Mul. 

Mul juga berjualan online kerajinan dan oleh-oleh dari Baduy melalui media sosial Instagram @mulyono_nasinah. Namun usahanya tersebut terhenti sejak pandemi.

"Sangat terdampak, tidak ada wisatawan datang, usaha online juga sempat dibekukan," kata Mul.

Karena pariwisata terhenti, Mul akhirnya kembali ke kebun sama seperti warga Baduy kebanyakan.

Kata dia, saat ini apapun kerjaan di kebun dikerjakan yang penting dapur tetap ngebul.

Usaha online Mul kembali menggeliat sejak beberapa hari lalu, setelah baju Adat Baduy dipakai oleh Presiden Joko Widodo.

"Setelah dipakai Presiden Jokowi sejauh ini lumayan, sebelumnya usaha online saya sempat beku beberapa bulan, sekarang mulai berdatangan lagi pesanan, mangkanya says berterima kasih banyak pak Jokowi pakai baju Baduy," kata dia.

Kata Mul, selama Pandemi, baju Baduy hanya terjual satu potong dalam tiga bulan. Namun sejak tanggal 17 sudah ada empat potong baju yang dipesan.

"Bukan hanya baju, bahkan ada pembeli yang tanya sandal yang dipakai Pak Jokowi jual juga enggak?" kata Mul.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/21/134404178/kisah-mulyono-belasan-tahun-ajari-anak-anak-baduy-membaca-jadi-segelintir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke