Salin Artikel

Duduk Perkara Kisruh DPRD Solok, Berawal dari Mosi Tidak Percaya hingga Nyaris Baku Hantam di Paripurna

PADANG, KOMPAS.com - Paripurna Pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat berlangsung ricuh, Rabu (18/8/2021).

Baku hantam sesama anggota dewan hampir saja terjadi. Beruntung kondisi itu dapat dilerai anggota dewan lain, petugas keamanan dan lainnya.

Video kejadian itu kemudian viral di media sosial seperti grup WhatsApp, Instagram dan lainnya.

Dalam video tersebut terlihat awalnya adu argumen sejumlah anggota dewan yang berlanjut dengan kericuhan.

Beruntung baku hantam anggota dewan bisa dielakkan karena dilerai sejumlah anggota dewan dan petugas keamanan.

Sejumlah anggota dewan juga terlihat naik ke atas mejanya sehingga kondisi tidak terkendali.

Berikut duduk perkara peristiwa tersebut:

1. Berawal dari mosi tidak percaya

Ketua Fraksi PAN Kabupaten Solok Aurizal mengatakan peristiwa tersebut berawal dari dibuka paripurna oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra yang berasal dari partai Gerindra.

Namun, sejumlah anggota dewan lainnya menolak, karena mosi tak percaya kepada Dodi Hendra masih berjalan.

“Banyak anggota dewan yang menolak sehingga sidang diskor 30 menit," kata Aurizal kepada Kompas.com, Rabu.

Mosi tidak percaya dilayangkan 22 anggota DPRD dari total 35 orang pada 8 Juni 2021 lalu pada Ketua DPRD Dodi Hendra.

Awalnya ada 27 orang, namun lima orang dari Fraksi Gerindra menarik diri setelah mendapat instruksi dari pimpinan partai.

"Waktu itu awalnya ada 27 anggota DPRD yang melayangkan mosi tidak percaya, namun lima anggota dari Fraksi Gerindra menarik diri. Sekarang sedang kita proses di Badan Kehormatan (BK) DPRD," kata Ketua BK DPRD Kabupaten Solok M Syukri.

Dalam surat mosi tidak percaya tersebut disampaikan ada empat alasan. Pertama, karena Dodi dianggap arogan dan otoriter serta mengabaikan asas demokrasi dan kolektif kolegial dalam kepemimpinannya.

Kedua, merasa dirinya sebagai ketua, Dodi dinilai sering memaksakan kehendak yang menimbulkan rasa tidak nyaman dikalangan anggota DPRD Kabupaten Solok.

Ketiga, dalam prinsip kolektif kolegial, Dodi Hendra sering mengabaikan peran wakil-wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok.

Keempat, tindakan yang dilakukan Dodi Hendra dianggap sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Pasal 33, 35, dan Peraturan DPRD Kab. Solok Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Tertib DPRD Kab. Solok Pasal 39 dan 44.

2. Dualisme kepemimpinan

Setelah mosi tidak percaya, kisruh berlanjut kepada pembahasan RPJMD yang terjadi dualisme.

Pembahasan pertama dipimpin Wakil Ketua DPRD Ivoni Munir di Cinangkiek pada 30 Juli yang dihadiri sejumlah anggota DPRD dari Fraksi PAN, Golkar, Demokrat, PKS, PDIP-Hanura dan Gerindra.

Sedangkan diwaktu yang sama Ketua DPRD Dodi Hendra juga menggelar pembahasan di Gedung DPRD yang juga dihadiri sejumlah anggota DPRD dari Fraksi Gerindra dan PPP.

"Pembahasan di Cinangkiek itu sah karena saya yang memimpin termasuk unsur pimpinan dan dihadiri mayoritas anggota DPRD," kata Ivoni.

Ivoni menyebutkan pembahasan di Cinangkiek itu merupakan keputusan rapat paripurna sebelumnya.

Sementara itu Ketua DPRD Dodi Hendra yang dikonfirmasi mengakui dirinya disomasi sejumlah anggota DPRD.

Hanya saja dia membantah dianggap arogan dan mengabaikan peran wakil-wakil ketua.

"Saya ini baru 5 bulan jadi ketua menggantikan Jon Firman Pandu yang terpilih menjadi Wakil Bupati. Saya tidak mengabaikan peran wakil ketua karena kita kolektif kolegial," kata Dodi Hendra.

Dodi mengatakan mosi tidak percaya hanyalah dinamika politik yang seharusnya tidak sampai membuat kondisi di Kabupaten Solok tidak kondusif.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan soal pembahasan RPJMD dirinya sudah terlebih dahulu memasukan Surat Perintah Tugas (SPT) ke sekretariat.

"Waktu itu saya memasukan SPT sekitar pukul 10.00 ke sekretariat, tapi sekitar pukul 10.30 masuk laporan ke meja saya ada SPT ke Cinangkiek," jelas Dodi.

Setelah itu, kata Dodi, paripurna yang dipimpin Ivoni Munir memutuskan pembahasan RPJMD di Cinangkiek.

"Ini kan aneh seperti sudah dikondisikan saja. Makanya saya tetap menggelar pembahasan RPJMD di Gedung DPRD," kata Dodi.

3. Nyaris Baku Hantam

Dualisme kepemimpinan itu berlanjut hingga pembahasan RPJMD pada paripurna DPRD Solok, Rabu (18/8/2021).

Ketua Fraksi PAN Kabupaten Solok Aurizal mengatakan peristiwa tersebut berawal dari dibuka paripurna oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra yang berasal dari partai Gerindra.

Namun, sejumlah anggota dewan lainnya menolak, karena mosi tak percaya kepada Dodi Hendra masih berjalan.

“Banyak anggota dewan yang menolak sehingga sidang diskor 30 menit," kata Aurizal kepada Kompas.com, Rabu.

Saat rapat kembali dimulai, hujan interupsi kembali terjadi.

Mirisnya, saat interupsi bersautan, seorang anggota dewan berdiri menantang dan mengancam melempar asbak rokok.

"Sontak aksi tersebut memicu kericuhan. Sejumlah anggota dewan mengejar anggota yang mengancam tersebut," kata Aurizal.

Aksi dorong-dorongan antar sesama anggota dewan terjadi. Sejumlah anggota dewan naik ke atas meja.

Beruntung situasi tersebut dapat dilerai sehingga baku hantam tidak terjadi.

Situasi mulai kondusif, ketika anggota dewan yang mengancam tersebut keluar dari ruangan sidang.

4. Ketua dan Wakil Ketua saling klaim

Kisruh pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat berlanjut.

Setelah terjadi kericuhan karena hampir saja terjadi baku hantam antar sesama anggota dewan, Rabu (18/8/2021), Ketua DPRD Dodi Hendra mengaku belum mencabut skor sidang paripurna.

Sedangkan di sisi lain, paripurna berlanjut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Ivoni Munir sehingga RPJMD disahkan.

Ivoni mengatakan sidang paripurna yang dipimpinnya sah karena dipimpin unsur pimpinan dan dihadiri 24 orang anggota DPRD dari 6 fraksi.

"Paripurna sudah memenuhi kuorum dan tentu sah," kata Ivoni.

Ivoni menyebutkan keputusan skor paripurna yang awalnya dipimpin Dodi Hendra tidak sah karena dilakukan tanpa persetujuan anggota DPRD sebagai peserta sidang.

"Keputusan skor tanpa diminta persetujuan peserta sidang. Harusnya ditanyakan dulu ke peserta apakah diskor atau tidak. Tapi Ketua DPRD langsung pada putusannya menskor sidang," kata Ivoni.

Karena dianggap putusan skor itu tidak sah, peserta sidang yang kuorum, kata Ivoni meminta sidang dilanjutkan sehingga ada keputusan pengesahan RPJMD.

Dalam sidang itu, kata Ivoni, berlangsung aman tanpa adanya kericuhan dan dihadiri Bupati Epyardi Asda sampai adanya keputusan pengesahan RPJMD.

Sementara Ketua DPRD Dodi Hendra mengatakan pihaknya mempersilahkan menilai sendiri apa yang terjadi.

Dodi mengaku tidak pernah memberikan mandat kepada Ivoni Munir untuk melanjutkan sidang karena dirinya sudah memutuskan sidang diskor.

"Hingga sekarang saya belum mencabut skor sidang. Sidang diskor karena situasi tidak memungkinkan karena kericuhan itu," kata Dodi.

Dodi mengatakan keputusan yang diambil dalam sidang yang dipimpin Ivoni Munir itu diserahkan kepada gubernur dan Mendagri serta masyarakat untuk menilainya sendiri.

"Ya, silahkan nilai sendiri. Saya serahkan kepada gubernur dan Mendagri untuk menilainya," kata Dodi.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/21/091744378/duduk-perkara-kisruh-dprd-solok-berawal-dari-mosi-tidak-percaya-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke