Salin Artikel

Sejak Internet Masuk ke Desanya, Ratusan Ibu Kampung Marketer Raup Jutaan Rupiah Tiap Bulan

Hanya berbekal ponsel pintar, para remaja hingga ibu rumah tangga kini beramai-ramai alih profesi menjadi jasa pemasar digital di dunia maya.

Meskipun kebanyakan warga Desa Tunjungmuli hanya berijazah SMA, tapi jangan tanyakan kepiawaian mereka dalam berniaga melalui pasar digital.

Saat ini tercatat ada 241 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pemilik toko online dari berbagai kota yang setia bermitra dengan warga Desa Tunjungmuli.

Reputasi inilah yang membawa Desa Tunjungmuli tersohor sebagai “Kampung Marketer”.

Bahkan pola bisnis dan gerakan pemberdayaan ini terus berkembang hingga akhirnya bertransformasi menjadi sebuah startup dengan jenama “Komerce”.

Tak main-main, nilai perputaran uang yang berhulu dari jari-jemari warga kampung di sana mencapai Rp 15,6 miliar pada 2020.

Salah satu warga yang merasakan manfaat dari keberadaan Komerce adalah Wiwit Trisnawati (28).

Mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Singapura ini memutuskan pulang ke tanah air dan banting setir menjadi penjaja jasa customer service (CS) sebuah toko aksesori handphone di marketplace.

Wiwit menggeluti profesi barunya sejak 2018 bersama 509 warga lain di sekitar desanya.

Setiap pagi, Wiwit berangkat ke kantor yang hanya berjarak selemparan batu dari rumahnya.

Ponsel pintar tak pernah lupa ia selipkan di saku baju sebagai atribut utama untuk bekerja.

Uniknya, selama tiga tahun bermitra, Wiwit hanya melakukan komunikasi daring tanpa pernah bertatap muka dengan si pemilik toko.

“Sebenarnya kerjanya simpel, saya diberi kepercayaan untuk pegang nomor WhatsApp CS dari satu toko online di Yogya. Jadi setiap hari tugasnya balas chat dari pelanggan yang mau beli, pokoknya sampai deal dan konfirmasi transfer hingga pengiriman,” katanya saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (18/8/2021).

Keterampilan yang dimiliki Wiwit ternyata tak diperoleh begitu saja.

Setiap karayawan baru akan mendapat pelatihan lebih dulu dari manajemen sebelum dipertemukan dengan calon mitra.

“Sebelum kerja di Komerce, saya sama sekali buta sama dunia kayak gini. Jangankan mimpi buat jadi CS, pengalaman mencoba belanja online saja belum pernah,” ungkapnya.

Namun hasil memang tak pernah menkhianati proses.

Dengan usaha yang tekun, ibu satu anak ini sekarang sudah hafal di luar kepala akan sistem kerja bisnis online.

Seperti CS profesional pada umumnya, jempol tangannya menari rampak di muka layar saat order datang satu-persatu.

“Sistem pembayarannya ada gaji pokok dan bonus untuk setiap barang yang terjual. Selama di Komerce, rata-rata penghasilan per bulan sekitar Rp 3 juta, padahal dulu di Singapura saya jadi ART (asisten rumah tangga) cuma digaji Rp 2,5 juta,” ujarnya.

Wiwit amat bersyukur atas kehidupannya yang jauh lebih baik di kampung halaman.

Pasalnya, tak hanya kaum hawa, sang suami juga turut diberdayakan oleh manajemen Komerce sebagai teknisi perawat jaringan internet.

“Dulu di Singapura saya pernah punya pengalaman buruk dilarang salat sama majikan, sekarang bukan cuma bisa salat malah bisa makan siang bareng keluarga. Dulu di Singapura saya suruh tidur di gudang, sekarang alhamdulillah sudah bisa ngangsur rumah sendiri,” katanya.

Serap angkatan kerja

Keberadaan Komerce di Desa Tunjungmuli kian hari kian menjadi magnet bagi para pencari lapangan kerja.

Sejak berdiri pada 2017, hingga kini Komerce telah memayungi lebih dari 500 karyawan.

“Kami menyebut para karyawan di Komerce dengan istilah talent untuk menghargai bakat yang dimiliki setiap karyawan tanpa membeda-bedakan latar belakang pendidikan,” kata public relation Komerce, Didi Setiadi.

Didi menjelaskan, sistem kerja Komerce adalah mempertemukan para talent dengan mitra bisnis pemilik toko online dan UMKM di penjuru Indonesia.

Ada tiga bidang jasa yang ditawarkan kepada mitra bisnis, yakni program advertiser, customer service (CS) dan admin marketplace.

Biaya yang dibanderol untuk masing-masing program mulai dari CS sebesar Rp 600.000, admin marketplace sebesar Rp 900.000 dan advertiser tarifnya tergantung paket.

“Tarif ini khusus untuk gaji pokok para talent, di luar itu ada juga tambahan biaya administrasi Rp 500 ribu setiap bulan,” terangnya.

Didi mengungkapkan, Komerce sengaja menetapkan tarif yang terjangkau untuk membantu para pelaku bisnis online dan UMKM yang masih merintis usaha.

“Selain dapat gaji pokok, para talent juga akan mendapat bonus dari setiap produk yang terjual. Besarannya tergantung kesepakatan antara talent itu sendiri dengan pemilik toko online yang menjadi mitranya,” jelasnya.

Hasil yang menggiurkan ini pun menarik minat bukan hanya dari warga setempat.

Salah satu talent Komerce dari luar kota adalah Kiki Nur Anjali. Dara berusia 20 tahun ini merantau dari Kabupaten Sragen dan menetap di Purbalingga untuk bergabung dengan Komerce sejak 2019.

Selama itu, Kiki mendapat mitra bisnis sebuah toko jam tangan dari Kota bandung.

“Sehari saya bisa dapat 80 chat dari pelanggan, kalau dihitung setiap bulan bisa jualan sekitar 400 item, bonus untuk jual satu item Rp 5.000,” terangnya.

Semakin banyak produk dari mitra yang terjual, semakin banyak pula bonus yang didapat oleh para talent.

“Kalau saya paling ramai pernah dapat Rp 3,5 juta, tapi ada teman di CS dulu pernah dapat bonus sampai Rp 16 juta,” pungkasnya.

Sang perintis

Melihat pesatnya tumbuh kembang Kampung Marketer hingga bertransformasi menjadi Komerce tentu tidak terlepas dari sosok sang perintis.

Dia adalah Nofi Bayu Darmawan, mantan pegawai Kementerian Keuangan, jebolan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang memilih resign demi fokus memulai gerakan ini pada 2017.

Spekulasi besar diambil Nofi bukan tanpa pertimbangan matang.

Bayangkan saja, untuk mundur sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dia harus membayar denda penalti sekaligus kehilangan segala fasilitas dari negara.

“Tapi dengan bisnis online ini, gaji yang dulu saya terima setiap bulan dari PNS bisa saya dapat cuma dalam waktu satu hari,” katanya kepada Kompas.com, Kamis (19/8/2021).

Keberhasilan Nofi membangun Komerce untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desanya tentu tidak serta-merta terjadi begitu saja.

Pencapaian ini sebanding dengan tantangan yang dihadapi Nofi selama mengawali gerakan Kampung Marketer.

Tantangan pertama yang pasti dihadapi adalah sarana internet.

Berbeda saat tinggal di Jakarta, sinyal internet saat itu bagai makhluk asing yang jarang sekali ditemui.

Hal itu tidak terlepas dari letak geografis Desa Tunjungmuli yang berada di pelosok kaki Gunung Slamet.

“Dulu awalnya sempat bekerja sama dengan provider lokal sampai harus bangun tower segala untuk pemancar sinyal,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak warga yang melek internet, hingga akhirnya provider pelat merah membuka jaringan di sana.

Tantangan kedua, lanjut Nofi, adalah edukasi warga lokal. Tingkat pendidikan yang rendah membuat warga lokal sangat sulit menerima buah pemikiran cemerlang Nofi.

“Dulu susah banget cari talent untuk karyawan, sampai saya harus gerilya bagi-bagi selebaran di warung-warung. Mulai ramai pelamar justru setelah mereka tahu dari mulut ke mulut,” katanya.

Segala keringat dan darah Nofi kini tunai sudah.

Komerce yang dia rintis berhasil mengubah wajah kampung halaman yang dulu tertinggal menjadi kampung inspiratif hingga memiliki 22 kantor dan membuka cabang di Yogyakarta.

Sesuai nama startup yang dia bangun, Komerce ke depan akan menjadi wadah kolaborasi antar pelaku ecommerce.

Melalui sejumlah aplikasi yang akan diluncurkan dalam waktu dekat, Komerce akan semakin melejit dan menebar kemanfaatan sosial dalam lingkup yang lebih luas.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/20/145355178/sejak-internet-masuk-ke-desanya-ratusan-ibu-kampung-marketer-raup-jutaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke