Salin Artikel

Kisah Pahlawan 12, Prajurit TRI yang Gugur Saat Cegat Konvoi Pasukan Belanda di Bangka Belitung

Berdiri di lahan seluas 10 meter per segi, tugu ini berbentuk bulat dengan lapisan tembok bertingkat.

Pada bagian puncak tugu terdapat patung berbentuk dua tangan manusia yang masing-masingnya menggenggam bendera dan senjata tajam. Tak ketinggalan juga terpasang sebuah angka 12 berwarna merah menyala.

Di lokasi inilah pernah terjadi peristiwa heroik, tatkala sejumlah pasukan Tentara Republik Indonesia (TRI) bertempur melawan pasukan NICA (Nederlands Indie Civil Administration) Belanda yang bergerak dari Mentok, Bangka Barat ke Pangkalpinang.

Pertempuran pecah pada tanggal 14 Februari 1946 pada pukul 12 siang.

Para prajurit dari pos komando Belinyu, Bangka dan Pangkalpinang dengan gagah berani membuk front pertempuran sebagai upaya mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Namun kekuatan tempur yang tidak seimbang menyebabkan 12 prajurit TRI gugur.

Sementara dari pihak Belanda, seorang prajurit tewas dan yang lainnya menderita luka-luka.

Sejarawan Bangka Belitung Akhmad Elvian mengatakan, jasad 12 prajurit yang gugur kemudian dimakamkan di Bukit Met Andil di dekat lokasi pertempuran.

Beberapa tahun kemudian, sebagian makam dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sungailiat dan Mentok Bangka Barat.

Sementara satu makam masih berada di sekitar lokasi tugu.

“Nama-nama prajurit yang gugur bisa dilihat pada salah satu makam di kawasan tugu Pahlawan 12 Desa Petaling,” ujar Elvian kepada Kompas.com, Selasa (17/8/2021).


Pertempuran TRI dan NICA diketahui dari catatan prajurit Belanda

Elvian menuturkan, pertempuran antara pasukan TRI dan pasukan sekutu dan NICA Belanda di KM 12 Petaling, menyebabkan jatuhnya korban pada kedua belah pihak.

Jumlah korban di pihak tentara sekutu dan NICA dalam versi Belanda disebut peristiwa KM 11 dapat diketahui dari catatan Vol. K. Van Emmerik, Private first class 5th company III (7) Battalion Regiment Stoottroepen.

Catatan itu mengisahkan sebuah pendaratan pasukan di Bangka yang kemudian bergerak ke Pangkalpinang lewat jalur darat (Landing on Banka, From Muntok to Pangkalpinang).

“Catatan itu menyebut mereka kelelahan dan melintas pembawa tandu mengangkat seseorang bernama Limburgers, tewas dengan luka yang mengerikan. Dan di balik truk tampak korban lain tergeletak,” ungkap Elvian.

Pasukan Sekutu – NICA, kata Elvian, melanjutkan perjalanan menuju Pangkalpinang. Di sepanjang jalan pasukan menyaksikan bendera merah putih yang dikibarkan masyarakat setempat.

“Mereka sadar, telah memasuki tempat pemerintahan Indonesia di pulau Bangka. Pangkalpinang kota yang kaya dengan bangunan-bangunan gaya Eropa. Pasukan NICA bermarkas di sebuah bangunan besar bekas rumah dinas perusahaan tambang Timah, BTW. Walaupun tinggal di kota, di gedung yang bagus, tetapi mereka harus selalu waspada setiap detik. Bahkan sepuluh hari pertama, berganti bajupun tidak bisa,” ujar Elvian yang juga penulis buku Kampoeng di Bangka.

Ada pun kisah heroik 12 prajurit TRI yang gugur diabadikan menjadi nama sebuah jembatan yang dikenal dengan nama Jembatan 12.

Jembatan ini menghubungkan pusat kota dengan permukiman padat penduduk di Pangkalpinang.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/18/105950578/kisah-pahlawan-12-prajurit-tri-yang-gugur-saat-cegat-konvoi-pasukan-belanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke