Salin Artikel

5 Tahun Menunggu Surat Jawaban Jokowi untuk Warga Eks Timtim...

Waktu itu, Jokowi baru saja meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mariano Parada yang merupakan tokoh pemuda eks Timor Timur (Timtim) bersama beberapa tokoh masyarakat, melakukan penghadangan dengan sebuah spanduk bertuliskan 'Kami Warga Eks Pengungsi Timor Timur Merindukan Kedatangan Bapak".

Penghadangan itu, dilakukan sesaat setelah kendaraan Presiden Jokowi hendak menuju ke Bandara AA Bere Talo di Atambua setelah kembali dari Motaain.

Jokowi yang melihat sekumpulan warga eks Timtim, kemudian berhenti dan memanggil salah satu di antara mereka.

Mariano pun langsung bergerak cepat mendekati mobil Presiden Jokowi.

"Saya lalu dekati Pak Jokowi dan serahkan sepucuk surat dan cium tangan beliau. Saya minta maaf karena terpaksa menghadangnya. Saya bilang ini nasib warga eks Timtim tolong diperhatikan pak," kata Mariano, kepada Kompas.com, Selasa (17/8/2021).

"Saat menerima surat, beliau (Jokowi) hanya senyum dan bilang terima kasih. Lalu beliau kasih baju kaos hitam ada tulisan Jokowi di dada," sambung Mariano.

Mariano menuturkan, isi surat yang diberikan ke Jokowi, poinnya tentang refleksi semua warga eks pengungsi Timtim yang memilih bertahan demi kecintaannya untuk NKRI pasca-kalah jajak pendapat pada tahun 1999 silam.

Dalam surat itu pun tertulis warga eks Timtim, meminta adanya perhatian pemerintah pusat terkait sejumlah masalah yang membelit mereka.

Surat yang dikasih ke Jokowi, hingga saat ini belum juga dibalas.

Namun, Mariano tidak berkecil hati. Dia tetap yakin suatu saat pemerintah bisa memperhatikan nasib mereka.

"Mungkin suratnya tidak perlu dibalas juga tidak apa-apa. Yang penting, ditindaklanjuti dengan adanya perhatian (wujud) sebagaimana isi surat tersebut," ujar Mariano.

Tepat di hari peringatan HUT ke-76 RI, Mariano secara pribadi menyampaikan dirgahayu dan rasa syukur.


Mariano yakin, Indonesia semakin tangguh dan tumbuh mengatasi berbagai krisis bangsa, terutama menghadapi krisis pandemi Covid-19 yang mewabah secara global.

Terlepas dari bebagai krisis yang dihadapi, lanjut Mariano, salah satu krisis yang sebenarnya menjadi pekerjaan rumah yang harus diatasi pemerintah adalah persoalan nasib para pejuang atau warga eks Timtim.

"Kendati pemerintah 'pura-pura' melupakan nasib para pejuang atau warga eks Timtim, namun eksistensi dan sejarah perjuangan mereka tidak bisa dihilangkan dari ingatan bangsa Indonesia bahkan dunia," kata Mariano.

Menurut Mariano, pemerintah sebenarnya sangat mudah mengatasi persoalan atau nasib para pejuang atau warga eks Timtim.

Mariano mengatakan, semakin pemerintah melupakan warga eks Timtim, persoalan mereka makin bertambah dan kompleks.

"Sebut saja jika nasib para pejuang atau warga eks Timtim ini diatasi sejak atau pasca jajak pendapat dan eksodus tahun 1999 semisal selama 10 tahun (1999-2009), mungkin persoalan mereka sudah selesai," kata Mariano.

Memang diakui, lanjut Mariano, ada upaya penanganannya, namun terkesan setengah hati dan seolah tidak mau tahu substansi persoalan mereka.

Akibatnya, kata Mariano, meski sudah banyak menggelontorkan anggaran, tetapi belum mampu mengatasi persoalan warga eks Timtim hingga saat ini.

Mariano menuturkan, berdasarkan aturan yang telah dikeluarkan presiden, ada tiga pola kebijakan penanganan nasib para pejuang atau warga eks Timtim, yakni repatriasi (pemulangan kembali ke Timor Leste), resetlemen (permukiman kembali) dan pemberdayaan.

Dari tiga kebijakan itu hanya poin repatriasi saja yang sukses. Sedangkan resetlemen dan pemberdayaan gagal total.

Misalnya resetlemen, bangunan tidak layak dan bangun di atas lahan yang bermasalah atau bukan hak milik warga eks Timtim.

"Ini sama dengan buang-buang anggaran atau sia-sia. Buktinya masih banyak yang menetap di lahan pemerintah. Yang lainnya karena putus asa, ya terpaksa menjadi TKI-TKW baik di dalam maupun di luar negeri," kata Mariano.

Dia mengatakan, karena resetlemen bermasalah, maka otomatis pemberdayaan tidak bisa dijalankan sampai hari ini.

Warga pun terpaksa pindah dan bertahan menderita di resetlemen yang sudah telanjur dibangun karena tidak ada pilihan lain.

Kemudian, pemberdayaan tidak bisa jalan, karena profesi petani saja tidak memenuhi syarat, lantaran tidak ada lahan atau tanah untuk digarap.

"Itu contoh konkret, apalagi akses untuk pelayanan publik lain. Kebutuhan dasar seperti listrik, air dan lain-lain, sudah otomatis tidak terjangkau," kata Mariano.

"Jadi di HUT ke-76 RI ini, saya berharap pemerintah tidak lupa lagi dan kalau bisa serius untuk menangani nasib para pejuang atau warga eks Timtim," tambah Mariano.


Penangan nasib para pejuang atau warga eks Timtim, lanjut Mariano, tidak sebatas memberikan penghargaan berupa tanda kehormatan, medali, piagam atau apapun jenisnya.

Juga menjadi penting, tidak menjadikan tanda kehormatan, medali, piagam dan apapun jenisnya sebagai syarat untuk menyelesaikan persoalan mereka.

Karena, 24 tahun di Timor-Timur dan 22 tahun pasca jajak pendapat 1999 sudah cukup bukti, mereka benar-benar rela berjuang dan mempertahankan NKRI dan Merah Putih meski dalam kondisi yang serba terbatas dari berbagai aspek.

Karena sudah 22 tahun, kata dia, maka tidak lagi penanganan secara bertahap, tetapi harus tuntas dan menyeluruh.

Untuk penanganannya, pemerintah juga harus tahu dan mengklasifikasi warga eks Timtim yang masuk kategori pejuang atau korban politik.

"Mereka sebagai pejuang, berikanlah penghargaan seperti yang diberikan Presiden kepada Eurico Guterres 12 Agustus 2021 lalu dan diangkat sebagai Veteran Seroja," kata dia.

Kemudian, sebagai korban politik berikan lahan tinggal dan lahan garap (sertifikat hak milik), rumah layak huni diikuti dengan pemberdayaan lainnya sesuai kebutuhan dasar manusia.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/17/122419978/5-tahun-menunggu-surat-jawaban-jokowi-untuk-warga-eks-timtim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke