Salin Artikel

Monumen Bajra Sandhi: Merawat Ingatan Perjuangan Kemerdekaan RI di Bali

Memiliki sejumlah kerajaan sebelum kemerdekaan, membuat Bali turut tampil sebagai daerah yang berjuang melawan penjajahan.

Sejumlah pertempuran merebut kemerdekaan tercatat terjadi di Bali.

Seperti Perang Jagaraga di tahun 1848-1849, Perang Kusamba di tahun 1849, Perlawanan Rakyat Banjar di tahun 1868, Perang Puputan Badung di tahun 1906, Puputan Klungkung di tahun 1908.

Selain itu ada perang Puputan Margarana di Desa Marga, Tabanan yang dilakukan oleh Letkol I Gusti Ngurah Rai beserta Laskar Ciung Wanara yang telah melakukan perang habis-habisan (Puputan) melawan Belanda pada tahun 1946.

Sederet perjuagan itu tentu meninggalkan kenangan yang mendalam bagi rakyat Bali.

"Perhatian terhadap jasa para pejuang di Bali diwujudkan dengan dibangunnya sebuah monumen Perjuangan Rakyat Bali atau dikenal dengan Bajra Sandhi," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Monumen Perjuangan Rakyat Bali I Made Artana Yasa saat dihubungi, Senin (16/8/2021).

Sejarah pembangunan

Proses pembangunan Bajra Sandhi memakan waktu yang cukup lama. Menurut Artana, proses awal pembangunan monumen tersebut dimulai pada 1981.

Saat itu, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, sebagai Gubernur Provinsi Bali menyelenggarakan Pesta Kesenian Bali kemudian menggelar sayembara desain Monumen Bajra Sandhi.

Diikuti oleh banyak seniman dan arsitektur terkemuka di Bali, pemenang sayembara desain Bajra Sandhi akhirnya dimenangkan oleh seorang generasi muda bernama Ida Bagus Gede Yadnya yang saat itu statusnya masih mahasiswa pada jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

"Beliau berhasil memenangkan dan menjadi juara dalam sayembara pembuatan desain Monumen Perjuangan Rakyat Bali yang dilakukan pada tahun 1981 dengan menyisihkan para arsitek seniornya yang ada di Bali," kata Artana.

Setelah diadakan penyempurnaan rancangan dan gambar, pada bulan Agustus 1988 melalui anggaran Pemerintah Daerah Propinsi Bali dilakukan peletakan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan monumen.

Setelah melalui berbagai hambatan dan cobaan karena terjadi depresiasi uang Rupiah di tahun 1997, monumen yang berlokasi di area Niti Mandala Kota Denpasar terus dapat diselesaikan pada tahun 2001.

"Tapi pembanguan masih dilanjutkan dengan pembuatan diorama yang menggambarkan sejarah kehidupan orang Bali dari masa ke masa," ujar Artana.

Dibangun di lapangan Puputan Margarana yang luasnya 13,8 hektar dengan luas bangunan 70 x 70 meter, monumen tersebut akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 2003.

Kemudian pada 14 Juni 2003, bersamaan dengan Pembukaan Pesta Kesenian Bali ke- 25 tahun 2003, Presiden RI Megawati Soekarnoputri secara resmi meresmikan Monumen Bajra Sandhi.

"Sejak saat itu monumen telah dapat dikunjungi oleh masyarakat umum," kata dia.

Bajra Sandhi merupakan perwujudan dari Lingga dan Yoni.

Lingga adalah Lambang Purusa (pria), sedangkan Yoni adalah Lambang Pradana (wanita).

Pertemuan antara kedua unsur tersebut, kata Artana, merupakan simbol kesuburan dan kesejahteraan.

Selain falsafah Lingga-Yoni, monumen itu juga dilandasi oleh falsafah kisah Pemutaran Mandara Giri (Gunung Mandara) di Ksirarnawa (Lautan Susu). Kisah tersebut bersumber dari Kitab Adi Parwa yaitu parwa pertama dari epos Mahabharata.

"Dalam cerita itu para Dewa dan Daitya/Raksasa mencari Tirta Amertha (air kehidupan abadi) dengan jalan memutar Gunung Mandara di Ksirarnawa," kata dia.

Selain itu, bangunan monumen juga menyerupai bentuk Bajra (genta) yang tinggi menjulang.

Dinding dibuat dengan sistem tulang beton cor dan dilapisi dengan batuan andesit (lahar).

Artana menyebutkan, secara horisontal susunan bangunan monumen berbentuk bujur sangkar yang mengacu pada Konsep Tri Mandala.

Tiga konsep Tri Mandala itu, lanjut Artana, pertama Nista Mandala (Jaba Sisi), diwujudkan dalam bentuk pelataran luar yang mengelilingi monumen yang dilengkapi dengan jalan setapak, pertamanan, tempat duduk, serta untuk kegiatan olahraga.

Kedua, Madia Mandala (Jaba Tengah), yang berada dilapis kedua merupakan sebuah pelataran yang dikelilingi oleh pagar bangunan yang dilengkapi pintu gerbang (candi bentar) pada keempat sisi arah mata angin.

Ketiga, Utama Mandala (Jeroan), merupakan inti bangunan, terdapat gedung utama yang dikelilingi oleh telaga, jalan setapak dan bale bengong yang berada pada setiap sudut.

Selain itu, secara vertikal, monumen ini juga terbagi menjadi tiga bagian yang mengacu pada Konsep Tri Angga.

Tiga konsep yang dimaksud, lanjut Artana, pertama Nistaning Utama Mandala (Nistaning Angga) adalah lantai gedung monumen yang terbawah.

Pada bagian itu terdapat Ruang Informasi, Ruang Pameran, Ruang Perpustakaan, Ruang Rapat, Toko Cinderamata, dan Toilet.

"Di tengah lantai terdapat telaga yang dinamai Puser Tasik dengan 8 tiang agung, dan jalan tangga naik merupakan Tapak Dara," tuturnya.

Kedua adalah Madianing Utama Mandala (Madianing Angga) adalah lantai tengah atau lantai dua yang dimanfaatkan untuk penempatan 33 Unit Diorama yaitu tempat dipajangkannya miniatur Perjuangan Rakyat Bali dari masa ke masa.

Ketiga, Utamaning Utama Mandala (Utamaning Angga) adalah lantai teratas yang berfungsi sebagai Ruang Peninjauan dan tempat merenung sambil menikmati suasana keindahan di sekeliling monumen.

"Dari seluruh bangunan, yang menjadi madianing utama mandala ada di lantai tengah monumen," kata dia.

Di lantai tengah monumen yang dimaksud, lanjut Artana, terdapat 33 unit diorama yang berdimensi 2X3 meter, yang menggambarkan adegan proses masa kehidupan orang Bali.

Kehidupan diawali dari Masa Prasejarah, Masa Bali Kuno, Masa Bali Madya, dan Masa Perjuangan Kemerdekaan.

Adegan-adegan sejarah tersebut disuguhkan dalam bentuk tiga dimensi yang dilengkapi berbagai model boneka manusia, binatang, dan peralatan yang digunakan pada waktu itu.

Walaupun tidak sama persis. Penggambaran diorama secara tiga dimensi diharapkan akan memudahkan setiap pengunjung dari berbagai latar belakang umur dan pendidikan dapat memahami pesan yang disampaikan.

"Seperti alam, situasi, dan suasana yang mencerminkan keadaan pada saat sesuatu peristiwa tersebut terjadi," ujarnya.

Selain itu, setiap unit diorama masih dilengkapi pula dengan kemudahan lain untuk pemahaman terhadap objek yang diamati, yakni dengan penjelasan singkat mengenai peristiwa sejarah yang terjadi pada waktu itu.

Mengenang perjuangan pahlawan

Secara kronologis, diorama tersebut diawali dari masa prasejarah, yakni dimulai dari diorama bagian selatan memutar ke kanan mengikuti arah jarum jam.

Deretan putaran luar sampai dengan unit 20, kemudian deretan putaran tengah mulai unit 21 sampai dengan unit 33.

Artana menyebutkan, apa yang tersaji dalam monumen Bajra Sandhi tersebut adalah untuk mengenang kembali seluruh perjuangan para pahlawan Bali sebelum maupun setelah kemerdekaan.

Ia berharap, monumen tersebut juga akan memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan apresiasi generasi muda dalam menghayati nilai-nilai patriotik yang ditunjukkan oleh para pahlawan.

"Mereka (para pahlawan) telah mengorbankan seluruh jiwa dan raganya dalam membela harga diri dan martabat bangsanya tanpa pernah mengharapkan balas jasa," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/16/125440978/monumen-bajra-sandhi-merawat-ingatan-perjuangan-kemerdekaan-ri-di-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke