Mereka berasal dari seluruh wilayah Indonesia, termasuk Jawa Timur.
Di masa Hindia Belanda, Jawa Timur khususnya Surabaya menjadi tempat berkumpulnya beberapa tokoh pergerakan nasional. Seperti HOS Tjokroaminoto, Sukarno hingga MT Haryono.
Dan berikut 7 pahlawan Nasional dari Jawa Timur:
Saat masih anak-anak, Sukano ikut pindah sang ayah dan keluarganya. Di usia remaja, oleh sang ayah, Sukarno dikirim kembali ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah.
Selama di Surabaya, ia tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto. Di rumah tersebut Sukarno mulai aktif di organisasi dan mengenal dunia pergerakan.
Ia adalah pemimin Sarekat Islam, organisasi pergerakan pertama di Indonesia.
Sang ayah adalah RM Tjokroamiseno yang memiliki jabatan penting di pemerintahan. Sedangkan kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Oleh Belanda, Tjokroaminoto diberi gelar De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota".
Rumahnya di Surabaya digunakan sebagai tempa kos para pemimpin besar seperu Sukarno, Semaoen, Alimin, Muso hingga Tan Malaka.
Saat masih muda, ia banyak berkecimpung di dunia jurnalis. Ia pernah menjadi jurnalis lepas di harian Soera Oemoem, Ekspres, Pembela Rakyat, dan masajalah Poestaka Timoer.
Melalui akses radio, Bung Tomo menyampaikan orasi yang membakar semangat rakyat untuk berjuang merebut kemerdekaan.
Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2008.
Pada 20 Oktober 1945, posisi Soeprijadi yang diangkat sebagai Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Presidensial diserahkan Imam Muhammad Suliyodikusumo karena pimpinan PETA iatu tak pernah muncul lagi.
Sebelumnya pada tahun 1943, Soeprijadi bergabung dengan PETA yang dibentuk untuk membantu tentara Jepang.
Ia bertugas untuk mengawasi pekerja romusha. Penderitaan yang ia lihat membuat pemuda itu berontak melawan Jepang.
Pada 14 Februari 1945, tentara PETA yang dipimpin Soeprijadi melakukan pemberontakan. Sayangnya pemberontakan tersebut digagalkan Jepang.
Beberapa orang dihukum mati dan lainnya dipenjara. Namun keberadaan Soeprijadi tak diketahui. Ia hilang bahkan tak datang saat dinyatakan sebagai Menteri Keamanan Rakyat pada 6 Oktober 1945.
Soeprijadi resmi dijadikan Pahlawan Nasional pada 9 Okober 1975.
Ia tercatat sebagai gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga 1948. Soerjo sebelumnya menjabat Bupati Mageran dan pernah mememegang jabatan Residen Bojonegoro.
Soerjo menjabat gubernur saat Jawa Timur dalam kondisi genting.
Ia membuat perjanjian gencatan senjata dengan omandan pasukan Inggris Brigadir Jendral Aubertin Mallaby di Surabaya.
Namun pertempuran tetap saja meletus dan membuat Inggris tedesak, Jenderal Mallaby tewas.
Hal tersebut menyulut kemarahan pasukan Inggris. Jenderal Mansergh , komandan pasukan Inggris mengultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan semua senjata paling lambat 9 November 1945.
Gubernur Suryo dengan tegas berpidato di RRI bahwa Arek-Arek Suroboyo akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan.[3]
Maka meletuslah pertempuran besar antara rakyat Jawa Timur melawan Inggris di Surabaya yang dimulai tanggal 10 November 1945. Selama tiga minggu pertempuran terjadi di mana Surabaya akhirnya menjadi kota mati.
Gubernur Soerjo termasuk golongan yang terakhir meninggalkan Surabaya untuk kemudian membangun pemerintahan darurat di Mojokerto.
Ia lahir dengan Soebroto dan menggantinya menjadi Soetomo saat masuk sekolah menengah.
Soeteomo muda menempuh pendidikan dokter di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama rekan-rekannya sekolah, ia mendirikan perkumpulan Budi Utomo pada 1908.
Ia sempat melanjukan pendidikan kedokteran spesialis ke di Amsterdam antara tahun 1919 hingga 1923.
Dokter Soetomo ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1065 dan namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit milik Provinsi Jawa Timur.
Ia adalah salah satu pahlawan revolusi yang terbunuh pada peristiwa G30S.
Haryono muda lulus dari ELS dan melanjutkan ke HBS. Ia sempat masuk ke Ika Daigakko (Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat.
Ia kemudian bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangat Mayor.
MT Haryono memiliki perann besar di masa-masa kemerdekaan. Ia tercatat sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda.
Ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan pernah menjabat sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata.
Ketika diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
Haryono dan rekan-rekannya dimakamkan di Kalibata pada 5 Oktober 1965 dan di hari yang sama, atas perintah Presiden Soekarno, ia secara anumerta dipromosikan dan menjadi Pahlawan Revolusi.
https://regional.kompas.com/read/2021/08/16/062600378/mengenal-pahlawan-nasional-dari-jawa-timur-dari-bung-karno-hingga-hos