Salin Artikel

Kisah Pilu Pasien Isoman, Meninggal Setelah Mencoba Bertahan Saat Tak Kebagian Oksigen

SAMARINDA, KOMPAS.com – Sejumlah keluarga pasien isolasi mandiri (isoman) di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), mengisahkan perjuangan mereka mencari pasokan oksigen yang minim pada dua pekan lalu. 

Mereka bahkan meminjam tabung oksigen dari bengkel las besi, pekerja kapal hingga berbagai upaya lainnya. Meski demikian, mereka tetap kehilangan anggota keluarga karena tak tertolong.

Fuji Mustopan misalnya. Pria 31 tahun ini bahkan mendapat kabar kepergian ayahnya saat sedang mencari oksigen, pada Kamis (29/7/2021) pagi.

Saat itu, kata Fuji, ia bersama kakaknya bagi tugas mencari oksigen untuk sang ayah yang sesak napas saat jalani isolasi mandiri di rumah.

“Pagi itu, kami bagi tugas saya cari ke belakang terminal. Kakak saya keliling dari apotek ke apotek,” ungkap Fuji kepada Kompas.com,di Samarinda, Minggu (8/8/2021).

“Saat lagi cari kami dapat info dari rumah, ayah sudah meninggal,” sambung dia.

Kenyataan pahit itu harus ia terima, meskipun tak seharusnya terjadi jika jauh-jauh hari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 sudah memprediksi dan mengambil langkah antisipasi kelangkaan oksigen semacam ini.

Fuji berharap tim Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 mengambil langkah secepatnya agar tak ada kejadian serupa.

Fuji menuturkan, almarhum ayahnya mengalami gejala sakit dan dinyatakan positif berdasarkan hasil tes antigen sekitar pertengahan Juli 2021.

Namun, setelah dirawat di rumah kondisinya membaik. Keluarga menggunakan jasa tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan ke rumah. Bahkan, tes antigen kedua pada Selasa (27/7/2021) menunjukan hasil negatif.

“Tapi setelah itu, enggak doyan makan. Beliau punya riwayat gula darah dan asam lambung memperburuk kesehatan," terang Fuji. 

Kondisi ayahnya mulai melemah hingga sesak napas mulai Rabu (28/7/2021) malam. Dari situ pihak keluarga mencari oksigen.

“Kami keliling cari di Samarinda, kami bagi 4 orang di rumah. Masing-masing cari tempat terpisah. Waktu itu, kami 4 keluarga ini hanya dapat oxycan 3 kaleng," terang dia.

Oxycan itu dipakai sementara membantu pernapasan ayahnya, tapi tak bertahan lama.

Fuji tanpa henti mengirim pesan singkat ke sejumlah rekan dan grup-grup WhatApps meminta informasi mengenai stok oksigen di Samarinda. Usaha itu nihil karena kelangkaan oksigen hampir merata di Samarinda.

Fuji bahkan meminjam tabung berisi oksigen dari dua bengkel las besi yang ada di sekitar kediamannya. Namun tak juga diberikan dengan alasan dipakai kerja.

“Barulah malam sepupuku datang bawa satu tabung oksigen. Itu bekas pakai orangtuanya karena sudah meninggal. Sisa oksigen itu sempat dipakai menantunya. Setelah menantu pulih, dia antar ke rumah,” terang Fuji.

Itu pun stok oksigen dalam tabung tak bertahan lama. Beberapa jam dipakai ayahnya sudah habis. Tiba Kamis pagi persediaan oksigen mulai habis.

Fuji kemudian meminjam tabung oksigen milik masjid di sekitar kediamannya sebelum berangkat keliling Samarinda mencari ke pemasok ataupun apotek bersama kakaknya.

Dalam pencarian itu, dua bersaudara ini menerima informasi ayah mereka di rumah sudah meninggal.

Pengalaman serupa juga dialami warga lain bernama Ayi, saat berjuang mencari oksigen buat ayahnya.

Perempuan 26 tahun itu bahkan mendapat pinjaman tabung oksigen dari pekerja kapal.

Namun usahanya belum menyelamatkan nyawa sang ayah hingga tutup usia, pada 4 Agustus 2021, saat berusia 67 tahun.

Sebelum ayahnya meninggal, Ayi mengaku keliling mencari oksigen dari apotek ke apotek dan pemasok di Samarinda namun tak kunjung didapat.

“Saya cari ke Kimia Farma, promedika dan beberapa lainnya enggak ada semua,” kisah dia kepada Kompas.com di Samarinda.

“Sementara ayah di rumah mengalami sesak. Saturasi turun banget,” sambung dia.

Ia bersama keluarga sempat membawa ayahnya ke tiga rumah sakit swasta di Samarinda, namun ditolak semuanya.

"Katanya penuh dan saturasi terlalu turun. Padahal ayah saya kan bukan Covid-19," tutur dia.

Ayi membawa ayahnya kembali ke rumah dan menggunakan jasa panggilan tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan di rumah.

Berganti hari kondisi ayahnya terus menurun, hingga pernapasan terganggu.

Ayi menduga Covid-19 kembali menyerang ayahnya, setelah sebelumnya sempat terjangkit dan sembuh.

Ayi bersama keluarga terus berusaha mencari oksigen.

Tak kunjung dapat, Ayi membeli dua unit oxican seharga Rp 250 ribu per buah. Ayi menduga harga sudah di atas batas normal, sebab biasanya hanya Rp 95.000.

“Itu pun susah banget carinya," kata dia. 

Setelah mencari informasi ke sejumlah rekan kerja, Ayi mendapat bantuan oksigen dari seorang rekannya.

“Ada teman pinjamkan oksigen. Ini pakai oksigen orang kapal. Bukan oksigen yang orang sakit, tapi oksigen buat orang kerja kapal,” terang dia.

“Tapi ya sudah telat. Umurnya sudah sampai (meninggal) pada 4 Agustus lalu, bertepatan dengan hari ultahnya,” kenang Ayi.

Ayi berharap kejadian yang ia alami dalam situasi kelangkaan oksigen hingga kehilangan orangtua, mestinya tak terjadi jika pemerintah mengambil langkah jauh sebelumnya. Terlebih antisipasi kelangkaan dan ketersedian pasokan oksigen yang memadai dan terjangkau bagi masyarakat.

“Setiap RT pasti ada lansia. Yang lagi isoman, atau lagi sakit pasti ada. Paling enggak ada, ada bantuan oksigen kecil yang waktu pakai hanya 2 jam. Itu sangat membantu mereka mencari bantuan lain,” harap dia.

Sebab Ayi punya pengalaman, tetangganya usia 39 tahun meninggal karena lambat pertolongan saat sesak napas. Tak ada bantuan oksigen.

“Tetangga saya usia 39 tahun, anaknya masih kecil, lambat dapat oksigen akhirnya meninggal. Karena kita ke rumah sakit full, IGD juga full, jadi kalau enggak ada oksigen ya banyak yang gugur,” pungkas dia. 

Seturut dengan Ayi, Fuji juga meminta agar pemkot memberi perhatian lebih atas pasien isoman. Perangkat Satgas Covid-19 hingga level RT mestinya lebih aktif.

“Ketika ada warganya isoman, RT mendata, memberi bantuan informasi dan lain-lain. Ini enggak ada sama sekali. Kita yang isoman malah jalan sendiri cari kebutuhan obat, oksigen dan susah lagi dapatnya,” tutur Fuji.

Fuji mengungkapkan, banyak anggota keluarga di sekitar kediamannya merawat pasien Covid-19 isoman. Mestinya anggota keluarga ini ikutserta isoman, karena kontak erat dengan pasien Covid-19.

“Tapi tak ada bantuan dari tim Satgas, akhirnya mereka keluar sendiri, cari obat, cari makanan, cari oksigen. Karena enggak ada orang yang mau bantu,” jelas dia.

Berkaca dari pengalamannya, Fuji menilai tim Satgas yang dibentuk hingga level kecamatan, kelurahan hingga RT tak berfungsi sama sekali.

Sebab, kata Fuji, selain keluarganya, beberapa tetangga rumahnya yang merawat pasien isoman tak pernah mendapat kunjungan atau pun konsultasi perihal kesehatan pasien isoman dari tim Satgas Covid-19.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda Ismed Kosasih belum bisa dikonfirmasi. Pesan singkat dan panggilan telepon tak direspon.

Ketua Pelaksana Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Satgas Covid-19 Kaltim, HM Jauhar Efendi mengakui kelangkaan itu.

Dia menyebut, pekan lalu Kaltim sempat mengalami defesit oksigen berkisar 12 sampai 15 ton per harinya.

Hal itu dipicu PT Surya Biru Murni (SBM) sebagai salah satu pemasok oksigen yang berlokasi di Balikpapan, mengalami kerusakan pada bagian mesin produksi.

Akibatnya, kapasitas produksi menurun dari 10 ton turun perhari menjadi 5 ton.

Hal itu membuat pasokan ke sejumlah agen yang tersebar di beberapa kota di Kaltim termasuk Samarinda sempat mengalami kekosongan.

“Tapi sudah diperbaiki beberapa hari lalu, saya cek sudah kembali normal. Mesinnya sekarang sudah sudah aman. Pasokan oksigen kita sekarang sudah stabil,” terang dia.

Selain PT SBM, kata Jauhar, perusahan pemasok lain seperti PT Samator Kaltim yang ada di Kutai Kartanegara dan Bontang dengan kemampuan produksi 40,3 ton per hari, juga memasok ke sejumlah rumah sakit.

“Tapi lebih banyak yang (oksigen) liquid. Kendalanya banyak rumah sakit enggak punya fasilitas penampung liquid ini,” kata dia.

“Tapi secara keseluruhan aman. Katakankanlah kalau kekurangan tidak banyak," jelas dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/09/065256078/kisah-pilu-pasien-isoman-meninggal-setelah-mencoba-bertahan-saat-tak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke