Salin Artikel

Usaha Lumpuh Total Saat Pandemi, Perajin Ukir Sumedang sampai Jual Tanah untuk Penuhi Kebutuhan

Perajin seni ukir kayu aneka patung dan miniatur ini mengaku kehilangan omzet 100 persen sejak pandemi melanda.

Penyebabnya, sektor pemasaran antardaerah hingga pameran yang biasanya menjadi tumpuan harapan sudah tidak ada lagi.

Pemilik Sanggar Reret Art Shop Dayat Supriatna mengeluhkan kondisi perekonomian di tengah pandemi yang mengancam kelangsungan usahanya ini.

"Usaha saya ini sudah dimulai sejak tahun 1990-an. Sanggar saya menghasilkan produk seni ukir kayu beraneka ragam. Pemasarannya ke Bali, Jakarta, Batam, sampai ke Singapura. Tapi sejak corona awal tahun 2020, pemasaran lumpuh sama sekali. Omzet hilang 100 persen," ujar Dayat kepada Kompas.com di Sanggar Reret Art Shop miliknya, Jumat (6/8/2021).

Dayat menuturkan, karena pemasaran lumpuh total, ia terpaksa harus mengistirahatkan belasan karyawan dan pemuda di desanya, yang biasanya membantu produksi di sanggar miliknya.

"Pameran juga sekarang kan masih tidak diperbolehkan. Jangankan buat bayar karyawan. Buat mencukupi kehidupan sehari-hari saja sekarang susahnya minta ampun," kata dia.

Setelah menemui jalan buntu, Dayat pun berupaya menjual tanahnya.

"Untuk nutup kehidupan sehari-hari saya coba jual tanah, tapi juga susahnya minta ampun sekarang ini, karena mungkin orang lain juga sama pada susah. Tabungan habis untuk kebutuhan sehari-hari selama pandemi ini," tutur Dayat.

Bansos tak selesaikan masalah

Dayat menyebutkan, pernah mendapatkan bantuan sosial berupa sembako. Namun baginya, sembako bukanlah solusi.

"Pernah dapat bantuan sembako dari pak polisi sekali. Bukannya menolak rezeki. Tapi bantuan sosial seperti itu bukan solusi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Yang kami butuhkan juga bukan modal sekarang ini, tapi pemasaran. Kalau pemasarannya jalan, modal juga pasti ada," sebut Dayat.

Dayat dan para perajin seni ukir lainnya hanya berharap, pandemi ini dapat segera berakhir. Sehingga ia bisa kembali berusaha.


Bahkan, kata Dayat, saat belum pandemi, karena hasil karya ukir kayunya ini, ia kerap diundang negara lain untuk mengikuti pameran.

"Jaya-jayanya usaha kami itu waktu zaman Presiden Soeharto. Waktu itu Ibu Tien (Istri Presiden Soeharto) membantu kami menerima produk-produk kami untuk dipasarkan di Jakarta. Setelah Ibu Tien meninggal, kami seperti anak kehilangan induknya," tutur Dayat.

Tapi, kata Dayat, saat itu ia masih bisa mengusahakan membuka akses pemasaran ke daerah lain, seperti ke Bali, Batam hingga Singapura.

"Kalau di zaman corona sekarang ini susah, karena pemasarannya enggak bisa. Orderan dari Batam, Bali, Singapura juga juga berhenti total, karena tempat usaha di sana juga tutup semua, malah ada yang gulung tikar karena lama gak bisa buka tokonya. Jadi saya mah berharap pandemi ini cepat berakhir. Karena dulu mah cari uang juga nggak susah kayak sekarang ini," kata Dayat.

Ajakan pejabat beli produk lokal

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumedang Titus Diah mengatakan, ia sejauh ini telah berkeliling Sumedang dan menerima keluhan yang sama dari para pelaku usaha di bidang kerajinan.

Titus menuturkan, bantuan sosial memang tidak menjadi solusi dalam membantu ekonomi para pelaku usaha.

"Yang mereka butuhkan saat ini adalah pemasaran. Usaha mereka tidak jalan karena akses pemasarannya tidak ada. Ini menjadi aspirasi untuk kami carikan solusinya bersama dengan pemerintah daerah," ujar Titus kepada Kompas.com di Sanggar Reret Art Shop milik Dayat.

Titus menuturkan, sebagai solusi awal, ia telah menyampaikan kepada DPRD Sumedang, Pemkab Sumedang, dinas instansi hingga perusahaan lain di Sumedang untuk memanfaatkan produk para perajin ini menjadi cenderamata.

"Jadi saya mengajak, mengimbau berbagai pihak, terutama DPRD, dan pemerintah untuk membeli produk mereka. Karya ukir seni yang bernilai tinggi ini bisa dimanfaatkan pemerintah menjadi souvenir," kata Titus.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/08/115617878/usaha-lumpuh-total-saat-pandemi-perajin-ukir-sumedang-sampai-jual-tanah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke