Salin Artikel

Hadapi Kekeringan, Ini Antisipasi Taman Nasional Matalawa NTT...

Hal itu menyusul laporan Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang terkait kekeringan dengan status siaga yang melanda beberapa kecamatan di Pulau Sumba, NTT.

Kepala Balai TN Matalawa Memen Suparman mengatakan, kekeringan menjadi karakteristik di daerah tersebut.

Wilayah TN Matalawa tersebar di sejumlah lokasi yang berada di tiga dari empat kabupaten di Pulau Sumba.

Antara lain, Sumba Timur, Sumba Tengah, dan Sumba Barat. Sedangkan di Kabupaten Sumba Barat Daya tidak terdapat area Taman Nasional Matalawa.

Sejumlah titik lokasi rawan kebakaran

Memen menyebutkan, ada beberapa area TN Matalawa di Kabupaten Sumba Timur yang paling rawan terjadi kebakaran.

Kemudian sebagian lokasi rawan kebakaran juga ada di Kabupaten Sumba Tengah.

Sebab, ada padang sabana dan semak belukar di dalam wilayah TN Matalawa di dua kabupaten tersebut.

"Pada umumnya yang terbakar itu adalah padang sabana dan semak belukar yang kering. Jadi, urutannya kalau melihat tingkat kerawanan itu adalah (Kabupaten) Sumba Timur, Sumba Tengah, dan Sumba Barat," kata Memen kepada Kompas.com di Waingapu, Kamis (5/8/2021) siang.

Tujuh langkah antispasi

Saat ini, Balai TN Matalawa melakukan tujuh langkah antisipasi menghadapi potensi kebakaran di area taman nasional tersebut.

Ketujuh langkah itu seperti, pemantauan terhadap sebaran titik panas (hotspot), pembentukan brigade pengendalian kebakaran hutan (Brigdalkarhut), mendirikan posko pengendalian kebakaran, patroli, pemadaman, penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN Matalawa, dan berkoordinasi dengan tim gabungan.

"Kita setiap hari, sehari dua kali melakukan monitoring terhadap hotspot," ujar Memen.


Balai TN Matalawa memperoleh data sebaran titik panas itu dari sejumlah satelit pada pukul 09.00 Wita dan sekitar pukul 14.00 Wita setiap hari.

Data tersebut dilengkapi dengan titik koordinat sehingga memudahkan tim memantau hotspot.

"Kalau ada kebakaran, ya langsung dipadamkan. Beberapa hotspot memang terbukti ada kebakaran dan bisa segera langsung diantisipasi. Kalau ada hotspot, kita kejar. Kita datangi. Ya, alhamdulilah sih selama ini hotspot itu bisa dikendalikan," sebut Memen.

Menurut Memen, data hotspot itu juga selalu dikirimkan kepada sejumlah pihak yang disebut sebagai tim gabungan.

Tim tersebut meliputi Balai TN Matalawa, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), beberapa dinas teknis terkait, TNI, Polri, camat, kepala desa, dan tokoh masyarakat di sekitar taman nasional.

"Dengan harapan para pihak (dalam tim gabungan) juga peduli untuk mengecek hotspot," ungkap Memen.

Sejauh ini, Balai TN Matalawa juga sudah membentuk brigade pengendalian kebakaran hutan (Brigdalkarhut).

"Untuk yang di kawasan Taman Nasional Matalawa, kami tugaskan Brigdalkarhut yang sudah kita bentuk, mulai dari tingkat balai sampai di tingkat resor," kata Memen.

Menurut Memen, Brigdalkarhut sudah beberapa kali melakukan pemadaman terhadap sebaran api di sejumlah titik rawan.

Selain Brigdalkarhut, Balai TN Matalawa memiliki posko pengendalian kebakaran.

"Jadi, posko ini tugasnya sebagai ujung tombak di tingkat resor, yaitu berpatroli, termasuk mengecek hotspot itu," tutur Memen.

Tim posko yang menyebar di delapan resor itu melakukan patroli setiap hari.


Mereka terdiri dari petugas Balai Taman Nasional Matalawa dan Masyarakat Peduli Api (MPA).

"Kalau yang rutin patroli sehari-hari di posko itu adalah MPA dengan petugas," kata Memen.

Penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar taman nasional

Petugas Balai TN Matalawa juga gencar memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar taman nasional agar menjaga hutan.

Memen mengatakan, selama ini Balai TN Matalawa memberikan akses kepada masyarakat untuk memanfatkan hasil hutan bukan kayu di zona tradisional.

"Sehingga dengan harapan, kalau masyarakat sudah merasakan manfaat dari hasil hutan bukan kayu ini, mereka juga akan menjaga hutan supaya tidak terbakar," ujar Memen.

Selain itu, Balai TN Matalawa memberikan bantuan ekonomi berupa peralatan untuk mengolah hasil hutan bukan kayu kepada masyarakat.

"Termasuk juga pemberian bibit-bibit tanaman serba guna untuk beberapa desa. Ada pinang, buah-buahan, dan sebagainya. Sehingga nanti diharapakan ini bisa ditanam di kebun (milik mereka), selain di dalam kawasan taman nasional," ungkap Memen.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/05/173655378/hadapi-kekeringan-ini-antisipasi-taman-nasional-matalawa-ntt

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke