Salin Artikel

Dilaporkan Atas Dugaan Makar, Direktur LBH Bali: Kriminalisasi dan Mencederai Konstitusi

Menurutnya, laporan yang dilakukan oleh Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) Bali merupakan kriminalisasi dan mencederai konstitusi.

"Pelaporan advokat sekaligus aktivis HAM merupakan upaya kriminalisasi sekaligus pelemahan kerja-kerja bantuan hukum dan rasisme terhadap kawan-kawan Papua, mencederai konstitusi dengan melakukan pembatasan hak atas bantuan hukum," kata Vany dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (5/8/2021).

Menurut Vany, apa yang dilakukan oleh LBH Bali sebagai pemberi bantuan hukum sudah sejalan dengan mandat konstitusi melalui profesi advokat yakni Pasal 22 ayat (1) UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.

Pasal itu, lanjut Vany, mengatakan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Advokat juga memiliki hak imunitas berdasarkan Pasal 16 No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.

“Tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan," kata dia.

Ia juga mempertanyakan pelaporan atas makar yang ditujukan ke Direktur LBH Bali.

"Bagaimana advokat yang sedang menjalankan tugasnya dikatakan sedang memfasilitasi makar dan menjadikan konstitusional RI sebagai korbannya," kata dia.


Vany menyayangkan pihak aparat kepolisian yang tidak melakukan edukasi terhadap pelapor pada saat melakukan pelaporan.

Menurutnya, edukasi itu penting sebagai tegaknya asas legalitas dan pendalaman pengetahuan konstitusi.

Dilaporkan atas dugaan makar

Sebelumnya, Vany dilaporkan ke Polda Bali terkait dugaan makar. Ia dilaporkan oleh Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) Bali, Senin (2/8/2021) lalu.

Pelaporan itu diterima Polda Bali dengan nomor laporan Dumas/539/VIII/2021/SPKT/Polda Bali.

"Kami laporkan atas dugaan tindak pidana makar yang diatur dalam pasal 106 dan Pasal 110 KUHP ," kata Tim Hukum PGN Bali Riko Ardika Panjaitan saat dihubungi Rabu, (4/8/2021) kemarin.

Riko membawa sejumlah alat bukti ke polisi.

Di antaranya adalah video aksi yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) saat aksi dan orasi terkait dengan HAM pada Senin (31/5/2021) lalu.

Dalam aksi tersebut, Riko mengaku poin orasi yang disampaikan oleh AMP yang difasilitasi LBH Bali bukan tentang HAM.

Melainkan tentang kemerdekaan Papua yang ingin memisahkan diri dari wilayah Indonesia.

Alat bukti lain yang diserahkan ke Polda Bali, lanjut Riko, adalah postingan LBH Bali di akun Instagram saat terjadi kasus kekerasan terhadap seorang pemuda di Maumere oleh oknum TNI AU.

Gambar tersebut diberi latar belakang merah biru yang identik dengan bendera Papua Barat yang disebut dengan Bintang Kejora.

"Artinya LBH Bali bukan sedang menyandang seorang kuasa hukum, melainkan dia sebagai personal yang menyatakan sikap politiknya," kata dia.

Selain melaporkan Direktur LBH Bali, empat mahasiwa yang tergabung dalam AMP ikut diadukan dalam dugaan tindakan makar oleh PGN.

Mereka adalah YK, YB, JSD dan NB.

Riko mengatakan, mereka dilaporkan karena aksi mendeklarasikan kemerdekaan Papua Barat pada Selasa (27/7/2021) di Asrama Papua di Denpasar.

Aksi itu berkaitan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Papua Barat.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/05/111109978/dilaporkan-atas-dugaan-makar-direktur-lbh-bali-kriminalisasi-dan-mencederai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke