Salin Artikel

Cerita Zaroti Sang Seniman Dambus, demi Bertahan di Tengah Pandemi, Terpaksa Banting Setir Jadi Nelayan

Perajin sekaligus seniman musik tradisional dambus itu baru saja pulang dari melaut.

Perahunya ditambatkan di Pantai Pasir Padi, sekitar 4 kilometer dari tempat tinggalnya.

Selama pandemi Covid-19, Zaroti terpaksa menghentikan sejenak kehidupan seninya.

Ia kini lebih banyak menggantungkan hidup dari penjualan ikan dan kepiting. Hasilnya lumayan.

Dalam sehari bapak enam anak dengan 13 cucu ini bisa mengumpulkan 2 - 3 kilogram kepiting dan ikan menggunakan pukat.

Kepiting biasanya dijual Rp 50.000 per kilogram.

Untuk itu, Zaroti tak perlu repot, karena ada perusahaan pengumpul yang langsung menyambut nelayan di tepi pantai.

Namun usaha melaut juga tak bisa dilakukan saban hari. Biasanya Ia melaut sekali dua hari atau tergantung kondisi cuaca.

Hasil tangkapan pun kadang turun naik.

Selain Zaroti, ada puluhan nelayan lainnya yang mengadu nasib di lokasi yang sama.

"Di Pantai Pasir Padi saja ada lima puluhan nelayan, di Tanjung Bunga ada lagi, banyak," kata Zaroti saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya beberapa waktu lalu. 

Saat pandemi, hidup sebagai nelayan lebih menjanjikan ketimbang jadi seniman

Bagi Zaroti, pekerjaan sebagai nelayan mau tak mau harus tetap dilakoni. Dari situ ia bisa membiayai kehidupan sehari-hari.

Sementara penghasilan dari pertunjukan seni dambus dan penjualan alat musiknya tak bisa diharapkan penuh.

"Dalam sebulan tak ada orderan sama sekali. Jadi penghasilan dari nelayan inilah untuk menyambung hidup," ujar Zaroti.

Bagi Zaroti, kehidupan sebagai nelayan dan pemain seni dambus adalah dua sisi yang berbeda.

Bermain dambus bagi Zaroti adalah panggilan jiwa. Ia merasakan kesenian tersebut telah mendarah daging.

Keterampilan tradisional itu diperoleh dari sang kakek. Tak terasa sudah 20 tahun lebih profesi sebagai pengrajin dan musisi dambus dilakoni Zaroti.

Namun disebabkan pandemi yang berkepanjangan, Zaroti harus memutar haluan. Menghadang gulungan ombak yang tiada habis-habisnya.

Jari jemarinya yang biasa memetik senar, kini harus terbiasa menggenggam tangkai dayung nan kaku.

Beruntung Zaroti saat ini telah memiliki mesin tempel, sehingga bisa sedikit menghemat tenaga di usianya yang mulai senja.

Pekerjaan sebagai nelayan, kata Zaroti bukanlah sesuatu yang baru baginya.

Keluarganya secara turun-temurun dulunya juga bekerja sebagai nelayan.


Sebelum pandemi, bisa tiap minggu pentas dambus

Sebelum masa pandemi, Zaroti memang lebih mencurahkan waktunya di dunia seni dambus.

Zaroti menguasai seni tersebut dari hulu hingga hilir. Ia bisa membuat sendiri alat musik tersebut, sebagai pemain hingga vokal.

Sehingga tak mengherankan jika akhirnya Zaroti berhasil membentuk grup musik dambus "Tanjung Bunga".

Grup Tanjung Bunga pun sukses mendulang berbagai penghargaan.

Salah satunya pada tahun 2010 dinyatakan sebagai pemetik dan vokal terbaik dari Desa Kemuje, Bangka.

"Kalau dulu setiap minggu biasanya ada pementasan di dalam kota maupun luar daerah," ujar Zaroti.

Jual alat musik dambus sampai mancanegara

Penghasilan yang didapat Zaroti pun terbilang lumayan. Setiap kali pementasan dari undangan masyarakat, Ia biasanya dibayar Rp 1,5 juta.

Sementara jika orderan datang dari perusahaan atau acara pemerintahan, honor yang diterima bisa dua kali lipatnya.

Penghasilan tersebut memang tak seluruhnya masuk kantong pribadi. Zaroti harus membaginya dengan anggota tim yang jumlahnya mencapai 10 orang setiap kali pementasan.

Namun, penghasilan Zaroti tidak hanya dari pementasan saja. Ia juga menjual berbagai varian alat musik dambus pada kolektor atau wisatawan yang berkunjung ke Pangkalpinang.

Setiap satu set lengkap alat dambus dijual Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Pembeli pun berasal dari berbagai negara. Seperti dari Australia, Jepang, Brunei, Malaysia dan Singapura.

Hingga akhirnya pandemi datang menerpa. Dunia seni yang digeluti Zaroti pun mulai sumbang.

Tidak hanya pertunjukan seni yang terkena imbas. Penjualan alat musik pun tersendat karena nyaris tak ada kegiatan pameran maupun kunjungan wisatawan.

Alat musik dambus yang dibuat Zaroti mulai dari gitarnya hingga rebana.

Ciri khasnya berupa penggunaan kulit ikan buntal. Sementara untuk batangan mengombinasikan batok kelapa dan kayu. Biasanya Zaroti menggunakan kayu nangka atau kayu jelutung.


Riwayat seni dambus di Bangka dan kaitannya dengan perkembangan Islam

Sejarawan Pangkalpinang, Akhmad Elvian mengatakan, pada ruang depan atau ruang tamu rumah orang Darat di Bangka terdapat beberapa tanduk Rusa dan beberapa senjata serta juga sering ditemukan alat musik petik senar.

Namun, Franz Epp, dalam buku berjudul "Schilderungen aus Hollandisch-Ostinden, Heidelberg 1852" tidak menyebut secara terinci apa nama alat musik yang selalu ada di tiap rumah orang Darat, tetapi hanya menyebutnya dengan alat musik petik senar.

"Kemungkinan besar penamaan alat musik petik senar tersebut dengan penamaan Dambus, diberikan setelah orang Darat pribumi Bangka banyak yang memeluk agama Islam. Disebut orang Selam dan pengikut Muhammad," kata Elvian.

Menurut Elvian, sebutan Dambus terutama setelah mendapat pengaruh alat musik irama padang pasir yang disebut Gambus.

Dambus dapat diartikan sebagai satu bentuk kesenian, dapat diartikan sebagai lagu dan tarian serta diartikan juga sebagai nama alat musik. Keunikan Dambus semakin sempurna dilihat dari bentuk fisiknya yang mencerminkan simbol hewan atau binatang Rusa (Cervus equimus) atau Kijang (Muntiacus muntjak).

Menilik bentuk fisik yang menggambarkan hewan atau binatang, menunjukkan kesenian Dambus telah berkembang sebagai salah satu bentuk kesenian pra Islam di pulau Bangka.

"Dalam ajaran Islam sangat dilarang adanya pembuatan sesuatu yang mirip patung atau berhala sebagaimana bentuk alat musik Dambus. Artinya ini pra atau sebelum mengenal Islam," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/01/115310778/cerita-zaroti-sang-seniman-dambus-demi-bertahan-di-tengah-pandemi-terpaksa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke