Salin Artikel

Benteng Kota Mas, Saksi Penambangan Emas Masa Lalu di Gorontalo

Benteng ini memiliki ukuran panjang 160X103 meter yang memanjang dari selatan ke utara.

Reruntuhan benteng batu karang ini masih bisa disaksikan hingga kini, berupa pintu gerbang yang kokoh meskipun sebagain ambruk, bastion segi delapan dan bagian struktur dinding yang telah rebah di tanah.

“Pada tahun 2010 Pusat Dokumentasi Arsitektur menginventarisasi Benteng Kota Mas, identifikasi terhadap struktur bangunannya disebutkan jika benteng ini dibangun oleh orang Spanyol, ukurannya lumayan besar dengan empat bastion,” kata Irna Saptaningrum, Ketua Tim Peneliti Balai Arkeologi Sulawesi Utara, Jumat (25/6/2021).

Pada masanya Benteng Kota Mas berada di tepi pantai, tapi kini dengan laut berjarak 1 kilometer.

Benteng ini dibangun bangsa Eropa untuk mengamankan jalur pelayaran wilayah utara, apalagi di lengan utara Pulau Sulawesi dikenal sebagai daerah penghasil emas.

Irna Saptaningrum yang juga seorang arkeolog ini menjelaskan dalam sejarah Gorontalo disebutkan oleh Riedel pada  1869 yang menyinggung pendirian benteng di Kwandang, termaktub dalam sebuah kontrak yang ditandatangani pada 22 Juli 1765 antara penguara Kerajaan Limutu (Limboto) dengan Gubernur dan Direktur di Maluku.

“Isi perjanjian menyingung tentang penyetoran emas, melarang pelayan orang asing di sungai dan pelabuhan, serta membangun benteng di Kwandang,” tutur Irna Saptaningrum.

Sumber-sumber produksi emas di Goorntalo terutama berasal dari wilayah Sumalata.

Di daerah ini sudah dikenal sebagai penghasil emas sejak masa kolonial hingga saat ini.

Jejak aktivitas pertambangan emas di Sumalata saat ini masih bisa disaksikan, sebuah bejana besi masih tersisa di kebun warga, juga kuburan orang Belanda.

Keberadaan Benteng Kota Mas ini memiliki kaitan yang erat dengan aktivitas penambangan emas di wilayah sisi baratnya.

Pada masa Kerajaan Limutu dipimpin olongia (pemimpin) Bia, ibukota kerajaan dipindahkan ke Wanengo atau Kwandang saat ini.

Bia kemudian membangun dua buah benteng batu, yang satu sudah berbentuk puing-puing dan satunya disebut  sebagai Benteng Leiden yang posisinya di tepi muara sungai.

Yang disebut berupa puing-puing adalah Benteng Kota Mas dan nama lain Benteng Leiden adalah Benteng Oranye.

“Dalam majalah Oudheidkundig Verslag tahun 1928 dituliskan kondisi Benteng Kota Mas sudah runtuh namun masih memiliki daya tarik. Dua dari empat bastion masih terlihat,” tutur Irna Saptaningrum.

Struktur benteng ini dipenuhi tumbuhan liar, terlihat angker. Namun dinding batu benteng yang telah rebah menunjukkan kokohnya struktur ini.

Pada 1911, di dalam benteng ini masih bisa disaksikan banyak bangunan batu yang masih utuh. Hanya saja bangunan batu ini dijarah batunya untuk dijadikan batu fondasi.

Penelitian Balai Arkeologi Sulawesi Utara yang diketuai Irna Saptaningrum ini akan menyingkap aspek tata ruang Benteng Kota Mas, memahami posisi dan peletakan bangunan di dalamnya.

Menurut Irna Saptaningrum benteng memiliki dua fungsi, sebagai alat pertahanan militer semata dan juga berfungsi ganda sebagai alat pertahanan serta kawasan permukiman.

“Informasi yang kami dapatkan di dalam Benteng Kota Mas ini setidaknya ada rumah penguasa, pos jaga, gudang dan permandian,” ucap Irna Saptaningrum.

Dalam tim riset ini Irna Saptaningrum juga mengajak sejumlah peneliti seperti sejarawan Hasanuddin dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Utara, Agus Tri Hascaryo seorang Geo-arkeolog, Romi Hidayat dan Buhanis Ramina arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo, juga anggota tim lainnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/26/062410878/benteng-kota-mas-saksi-penambangan-emas-masa-lalu-di-gorontalo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke