Salin Artikel

Sang Legenda Mimi Rasinah dan Tari Topeng Indramayu yang Bertahan Melintasi Zaman

Meski kebudayaan ini sudah tersohor di berbagai wilayah di Indoneisa, Tari Topeng Mimi Rasinah menjadi tonggak sejarah perekembangan kesenian tari topeng di masa modern.

Mimi Rasinah lah yang mengubah tradisi tari topeng dari yang awalnya ditarikan kaum pria lalu dibawakan oleh kaum perempuan.

Digembleng sang ayah seorang dalang topeng

Rasinah adalah generasi ke-9 penari tari topeng. Dia adalah perempuan pertama yang melakoni kesenian tari ini.

Awalnya, tari topeng hanya ditarikan oleh pria, sedangkan para wanita menarikan tari ronggeng.

Namun karena tari ronggeng identik dengan tarian untuk menggoda pria. Maka untuk menyelamatkan kehormatan anaknya, ayah Rasinah pun memutuskan untuk mengajarkan tari topeng ke putrinya.

Di usianya yang masih belia, 5 tahun, Rasinah kecil digembleng sang ayah, Lastra, seorang dalng topeng.

Tak hanya sang ayah. Rasinah kecil juga mempelajari berbagai tarian pada sosok Warimah, seorang dalang topeng yang menjadi idolanya.

Gerakan demi gerakan diikuti oleh Rasinah hingga mahir. Darah seni yang mengalir di dirinya membuat semua gerakan dilakukannya dengan lincah. Kemampuannya pun terus diasah meski secara informal.

Melalui pertunjukan babarang atau ngamen, keterampilan lain seperti bermain kendang, mulai dikuasai oleh Rasinah.

Tak hanya kendang pentungan, kendang ditepak pun dikuasai olehnya. Padahal, penguasaan penggunaan kedua kendang itu biasanya lebih dikuasai oleh pria.

Inilah yang menjadi awal perjalanan emansipasi Rasinah, kemampuannya tari dan berbagai instrumen musik pun terus ia asah hingga beranjak dewasa.

Namun perjalanan hidup Rasinah tak harus sempurna. Ia mengalami kesulitan ekonomi hingga karirnya di pentas tari harus berhenti akibat situasi politik.

Saat zaman penjajahan Jepang, rombongan topeng ayahnya sempat dituduh sebagai mata-mata sehingga sebagian topeng dan aksesoris tari topeng dimusnahkan.

Lepas dari penjajahan Jepang, semua kesenian rakyat, termasuk tari topeng, dilarang tampil pascaperistiwa G30S.

Hal ini terjadi karena kesenian rakyat identik dengan LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun, pada 1994, tari topeng Mimi Rasinah “ditemukan” kembali oleh dosen STSI Bandung.

Dengan berjalannya waktu, tari topeng Rasinah mulai diakui masyarakat luas. Perempuan Indramayu itu terus mengembangkan kemampuannya.

Tariannya yang indah menghipnotis mereka. Melihat hal itu, Rasinah bangkit dan mulai melestarikan kembali tari topeng dengan mengajar ke sekolah-sekolah di Indramayu hingga bertahun-tahun.

Ide-ide Rasinah pun selalu keluar secara spontan, bahkan tak jarang improvisasinya keluar tak beraturan.

Berkat kemahiran serta pengalamannya yang panjang, ciri khas dan pakem Rasinah tak pernah berubah. Seluruh tariannya selalu terlihat halus dan memukau.

Adaptasi gerakan pun tak jarang terlihat aneh dan nyentrik.

Salah satunya ketika Rasinah mempertunjukan Tari Pamindo. Rasinah membuat gerakan layaknya mencuci baju dan mencari kutu. Bahkan, reporter pada masa itu sempat menuliskan kekagumannya akan pandainya Rasinah dalam mengimprovisasi gerakan sehari-hari.

“Ia (Rasinah) menjadi seorang yang galak dan lincah dalam Tari Pamindo. Penonton melihat gerakan yang ia ambil dari gerakan sehari-hari. Gerakan mencuci baju dan gerakan mencari kutu yang lalu ia tindas di kuku,” seperti dikutip dari Buku Mimi Rasinah.

Ketika usia mulai tak memungkinkan dirinya untuk sering menari, Rasinah menurunkan keahliannya menari topeng pada anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya dengan membuka Sanggar Tari Mimi Rasinah.

Termasuk pada cucunya Aerli Rasinah.

Awalnya, tari topeng Mimi Rasinah akan diwariskan kepada anaknya yaitu Mimi Wacih. Namun, karena Wacih bekerja di luar negeri untuk menghidupi keluarganya, maka Rasinah pun menyarankan Aerli, sang cucu, untuk menjadi penerus.

Jalan untuk menjadi penerus Mimi Rasinah tidaklah mudah.

Sebagai syarat untuk menjadi penerus Mimi Rasinah, Aerli harus bebarangan atau mengamen tari topeng di tujuh tempat berbeda dalam sehari. Ia juga digembleng dan melalui beragam ujian dari sang nenek.

Selain itu, Aerli juga sempat dihantui rasa minder karena pernah mengalami luka bakar di sekujur tubuh ketika kecil. Karena tidak percaya diri dengan kondisi fisiknya, ibu dua anak ini sempat berhenti menari selama beberapa tahun.

“Awalnya malu sekali, tetapi saya ingin menunjukkan kepada orang bahwa begini lho wajah saya di balik topeng. Tidak selalu cantik dan sempurna.Tidak selalu enak dipandang. Namun, dengan segala kekurangan itu saya ingin membuktikan bahwa saya masih bisa menari dengan baik” kata Aerli dikutip dari nationalgeographic.grid.id,

Aerli pun berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk keberlangsungan tari topeng.

Mandat Mimi Rasinah tidak dianggapnya sebagai beban lagi. Dukungan keluarga sangat berarti bagi Aerli.

Sang suami, Ade Jayani, yang merupakan seorang seniman tari topeng Cirebon, memutuskan untuk membantu Aerli mengembangkan tari topeng di Indramayu.

Kedua anak mereka, Walan dan Wulan, pun akhirnya mengikuti jejak orang tuanya. Mereka telah diajarkan tari topeng dan gamelan sejak dini.

Mereka membuat Sanggar Tari Mimi Rasinah yang melakukan tiga kegiatan utama yakni pelatihan tari topeng, gamelan, serta pembinaan kelompok pengrajin topeng bagi siswa-siswi di kabupaten Indramayu.

Sejauh ini, Sanggar Tari Mimi Rasinah berhasil membina sekitar 100 anak dari enam desa di kabupaten Indramayu.

Anak-anak ini pun sering diajak pentas, misalnya ketika acara hari ulang tahun Indramayu atau saat mendapat undangan tampil di Bali.

Sedangkan pelatihan pembuatan topeng di sekolah-sekolah dibantu oleh Nana, seorang pematung yang sudah bergabung dengan sanggar ini sejak tahun 2000.

Selain belajar menari, Sanggar Tari Mimi Rasinah juga memberi pelatihan pembuatan topeng kepada anggota Lembaga Permasyarakatan (Lapas).

Topeng-topeng yang mereka buat, nantinya akan dipasarkan. Biasanya topeng dibawa Aerli saat pentas di luar Indramayu atau dijual di galeri sanggar.

Galeri ini dibangun dengan bantuan dari PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field sebagai salah satu program pengabdian masyarakat.

“Kami ingin memanusiakan manusia,” tutur Aerli mengenai kerja sama dengan Lapas Indramayu ini.

Ia berharap, setelah keluar dari Lapas, mereka setidaknya memiliki keahlian seni yang dapat digunakan sebagai mata pencaharian.

Sebagai penerus Mimi Rasinah, Aerli memiliki harapan besar bagi tari topeng. Tidak muluk-muluk, impiannya adalah agar tari topeng tidak mati dan banyak orang dari dalam dan luar negeri tertarik untuk belajar kesenian tradisional Indonesia ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/18/063600078/sang-legenda-mimi-rasinah-dan-tari-topeng-indramayu-yang-bertahan-melintasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke